Menteri Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengaku marah jika masih ada sekolah yang melakukan PJJ dan berakhir tidak sekolah. Apa alasan Nadiem marah?
"Pada saat ini saya sudah hampir 8 bulan terus banting-banting meja, pergi ke berbagai macam daerah untuk meminta sekolah segera melaksanakan PTM. Saya suka marah dengan berbagai daerah yang tidak memiliki internet dan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan banyak yang berakhir tidak sekolah," ujar Nadiem melalui YouTube dalam acara Bangkit Bareng, Selasa (28/9/2021).
Nadiem juga memaparkan, ada 40% sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Namun menurutnya angka tersebut masih kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Nadiem juga menjelaskan jika sekolah-sekolah di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain.
"Kita belum tahu seberapa tertinggal kita dengan luar negeri. Kita harus melihat PISA. Tapi paling tidak breakdown hasil dapat dilihat dari hasil AN," ujar Nadiem.
"Mengetahui ketertinggalan sampai mana, jadi UN sudah dihilangkan digantikan Asesmen Nasioanal (AN) untuk mengukur literasi, numerasi, dan pendidikan karakter. AN juga digunakan untuk memetakan ketertinggalan dan untuk mengukur ketertinggalan," tambah Nadiem.
Selama pandemi, Nadiem juga memberikan opsi dengan menggunakan kurikum darurat.
"Kita memberikan opsi kepada sekolah untuk menggunakan kurikulum darurat. Jadi secara spesifik tidak lebih ketinggalan. Ternyata 36% sekolah-sekolah menggunakan kurikulum ini," ungkap Nadiem.
Menurut riset yang dilakukan oleh Nadiem menunjukkan secara signifikan penggunaan kurikulum darurat lebih kecil ketertinggalannya.
Nadiem juga menegaskan akan mendalami terlebih dahulu risetnya.
Dalam kesempatan itu, Nadiem kembali mengimbau untuk membuka sekolah tatap muka. Hal itu juga telah diatur dalam SKB 4 menteri.
"Semua peraturan dan SOP sudah jelas, tinggal ikuti saja di SKB 4 menterinya. Tidak zaman lagi menutup sekolah, kecuali ada kemungkinan penularan. Tapi saat ini kemungkinan masih sangat kecil," kata Nadiem.
Ia juga menjelaskan jika Kemendikbudristek dan Kemenkes telah bekerja sama dalam mengendalikan riset sekolah tatap muka.
"Ada inisiatif dari Kemenkes untuk melakukan sampling dari sekolah-sekolah. Memang ada peningkatan risiko tapi harus pakai data. Kadang bukan dari PTM-nya tapi dari asrama yang ada di sekolah atau siswanya yang lagi kumpul-kumpul," ungkap Nadiem.
(atj/nwy)