UNICEF Indonesia mengatakan bahwa masih banyak pelajar yang tidak bisa mengakses internet dengan baik, meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan konektivitas. Kepala bidang pendidikan UNICEF Indonesia, Katheryn Bennet menyebutkan hal ini dalam simposium daring bertajuk 'Pembelajaran Digital Berkualitas bagi Semua', pada Senin (30/08/2021).
Mahalnya kuota internet dan konektivitas sinyal 4G yang tidak memadai juga menyebabkan belajar jarak jauh sulit diakses sebagian besar pelajar di Indonesia. Dalam publikasi UNICEF yang berjudul Strengthening Digital Learning across Indonesia: A Study Brief atau Memperkuat Pembelajaran Daring di Seluruh Indonesia: Ringkasan Penelitian, dikatakan hingga 62% dari guru di Indonesia menggunakan dana pribadi untuk membeli kuota internet.
Akses yang terbatas terhadap kuota internet dan perangkat digital yang memadai juga menghambat siswa, khususnya di area pedesaan dan pelosok untuk belajar daring.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya kurang dari 15% siswa pedesaan yang memiliki komputer untuk belajar. Sementara, untuk pelajar yang tinggal di perkotaan, ada 25% yang mempunyai komputer untuk belajar dari rumah.
Bahkan, dalam penelitian tersebut terungkap banyak siswa yang berbagi smartphone atau ponsel pintar dengan saudara atau orang tua. Mereka juga bergantung pada temannya untuk mengerjakan tugas sekolah.
Salah seorang siswa sekolah menengah di Jember, Jawa Timur dalam publikasi tersebut mengaku, baru dapat belajar menggunakan smartphone ketika malam hari. Sebab, ia harus meminjam milik kakaknya yang bekerja di pagi hari.
"Saya sekarang lebih banyak belajar menggunakan ponsel pintar di malam hari karena harus menunggu kakak pulang ke rumah. Saya harus memperhatikan kapan kakak tidak memakai ponselnya. Terkadang, saya bisa memakainya setengah jam, kadang juga kurang dari itu, terkadang lebih dari satu jam. Bergantung ketersediaan ponsel kakak saya," ungkap dia.
Sementara, seorang guru di area Duren Sawit, Jakarta Timur mengatakan bahwa ia tidak memiliki sinyal internet yang baik. Sehingga, ia tak dapat melakukan input nomor siswa guna mendapatkan kuota dari pemerintah.
"Sinyal internetnya sangat buruk. Saya belum bisa mengunggah nomor siswa ke pusat data agar mereka bisa mendapatkan kuota," ujar sang guru.
UNICEF juga memaparkan persentase akses internet di seluruh wilayah di Indonesia. Di bawah ini adalah 5 provinsi dengan aksesibilitas internet tertinggi.
1. DKI Jakarta: 89.04%
2. DI yogyakarta: 79.10%
3. Kalimantan Timur: 78.98%
4. Kepulauan Riau: 78.41%
5. Kalimantan Utara: 75.71%
Sementara itu, lima provinsi dengan aksesibilitas internet terburuk adalah:
1. Nusa Tenggara Barat: 53.03%
2. Sulawesi Barat: 50.44%
3. Maluku Utara: 49.06%
4. Nusa Tenggara Timur: 42.21%
5. Papua: 29.50%
Terkait hambatan akses internet ini, UNICEF memberikan sejumlah rekomendasi, yaitu:
1. Meningkatkan akses pembelajaran digital untuk siswa yang berada di area pelosok dan berlatar belakang termarginalkan.
2. Mendorong akses internet melalui kolaborasi dengan sektor swasta.
3. Memungkinkan implementasi lokal infrastruktur sekolah. Misalnya memberdayakan sekolah menggunakan dana operasional sekolah untuk pengadaan infrastruktur dan pembelajaran digital serta bekerja dengan pemerintah daerah untuk mendukung inisiatif belajar daring.
4. Memberi dukungan berupa metode belajar luar jaringan pada wilayah yang memiliki akses internet terbatas.
5. Meningkatkan kerja sama antarkementerian demi tercapainya pembelajaran digital dan penyaluran kuota internet yang efektif.
UNICEF menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 memang mendorong banyak inovasi pembelajaran digital dan investasi dalam bidang teknologi pendidikan atau EdTech. Kendati begitu, juga memperluas kesenjangan pendidikan.
UNICEF mengatakan bahwa siswa dengan disabilitas terdampak paling buruk karena tidak dapat mengakses pendidikan yang sesuai konteks mereka. Bank Dunia juga memperkirakan, hilangnya pendapatan dapat berdampak putus sekolah pada 91.000 anak di Indonesia.
Tercatat dalam riset UNICEF bahwa pada tahun 2020 ada 67% guru yang mengalami kesulitan mengoperasikan perangkat teknologi dan menggunakan kanal belajar daring. Sementara, empat dari lima pengguna internet di Indonesia tinggal di Pulau Jawa dan Sumatra.
(nah/pay)