Taliban Larang 18 Mata Kuliah Diajarkan di Seluruh Kampus Afghanistan

ADVERTISEMENT

Taliban Larang 18 Mata Kuliah Diajarkan di Seluruh Kampus Afghanistan

Siti Nur Salsabilah Silambona - detikEdu
Sabtu, 20 Sep 2025 19:00 WIB
Members of the Taliban stand guard at the entrance gate of Kabul University in Kabul, Afghanistan, December 21, 2022. REUTERS/Ali Khara
Ilustrasi kampus di Afghanistan Foto: REUTERS/ALI KHARA
Jakarta -

Pemerintahan Taliban di Afghanistan mengeluarkan kebijakan terbaru yang melarang perguruan tinggi mengajarkan 18 mata kuliah. Aturan ini mencakup pelarangan pengajaran hak asasi manusia dan materi tentang pelecehan seksual.

Menurut pejabat Taliban, bidang-bidang tersebut dianggap "bertentangan dengan prinsip syariah dan kebijakan sistem pemerintahan". Selain itu dikutip dari BBC, Taliban juga melarang penggunaan buku-buku karya perempuan di lingkungan universitas.

Sebanyak 140 judul karya perempuan termasuk petunjuk keamanan di laboratorium kimia masuk dalam daftar 680 buku yang dianggap bermasalah karena dinilai "bertentangan dengan syariat Islam dan kebijakan Taliban."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan ini menjadi bagian dari rangkaian pembatasan baru yang terus diberlakukan sejak Taliban kembali berkuasa empat tahun lalu. Pekan ini, misalnya, pemimpin tertinggi Taliban memerintahkan larangan penggunaan internet berbasis serat optik di sedikitnya 10 provinsi dengan alasan mencegah praktik "tidak bermoral."

ADVERTISEMENT

Kaum perempuan kembali menjadi pihak yang paling terdampak. Mereka telah dilarang mengenyam pendidikan di atas kelas enam, dan sejak akhir 2024 salah satu jalur terakhir mereka untuk melanjutkan pelatihan yakni pendidikan bidan juga ditutup.

Kini, bahkan mata kuliah yang berfokus pada perempuan ikut menjadi sasaran. Sejumlah bidang kajian yang dilarang mencakup Gender and Development, The Role of Women in Communication, serta Women's Sociology.

Meski demikian, Taliban tetap bersikeras bahwa mereka "menghormati hak-hak perempuan sesuai interpretasi budaya Afghanistan dan hukum Islam."

Buku Perempuan dan Iran Jadi Sasaran

Seorang anggota komite peninjau buku mengonfirmasi larangan tersebut kepada BBC Afghan, menyatakan bahwa "semua buku yang ditulis perempuan tidak boleh diajarkan."

Zakia Adeli, mantan wakil menteri kehakiman sebelum Taliban berkuasa sekaligus salah satu penulis yang karyanya dilarang, mengaku tidak terkejut. "Melihat apa yang mereka lakukan dalam empat tahun terakhir, sudah bisa diduga Taliban akan mengubah kurikulum. Dengan pola pikir dan kebijakan yang misoginis, ketika perempuan tidak boleh belajar, wajar bila gagasan dan tulisan mereka juga disingkirkan," ujarnya.

Panduan baru itu dikeluarkan pada akhir Agustus. Ziaur Rahman Aryubi, wakil direktur akademik Kementerian Pendidikan Tinggi Taliban, dalam surat kepada universitas menyebut keputusan tersebut dibuat oleh panel "ulama dan pakar agama."

Selain karya perempuan, larangan juga menyasar buku-buku dari penulis maupun penerbit Iran. Seorang anggota komite peninjau mengungkapkan langkah itu bertujuan "mencegah infiltrasi konten Iran" ke dalam kurikulum Afghanistan. Dari 679 judul dalam daftar, 310 di antaranya merupakan karya atau terbitan asal Iran.

Hubungan Afghanistan dan Iran memang kerap tegang, termasuk sengketa hak air. Sejak awal 2025, Iran bahkan telah memulangkan lebih dari 1,5 juta pengungsi Afghanistan di tengah meningkatnya sentimen anti-Afgan.

Kebijakan Taliban ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan akademisi. Seorang profesor yang enggan disebutkan namanya mengatakan, "Buku karya penulis dan penerjemah Iran adalah jembatan utama universitas Afghanistan dengan komunitas akademik global. Pencabutannya menciptakan kekosongan besar dalam pendidikan tinggi."

Seorang dosen Universitas Kabul menambahkan bahwa kondisi ini memaksa pengajar menyusun bab-bab buku sendiri, dengan memperhatikan aturan ketat pemerintah Taliban. Namun ia meragukan apakah materi tersebut dapat memenuhi standar akademik internasional.

BBC mengungkapkan sudah meminta komentar dari Kementerian Pendidikan Taliban, namun belum mendapat tanggapan.

*) Penulis adalah peserta Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads