Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara meluncurkan Danantara University sebagai bagian untuk pengembangan sumber daya manusia pada 25 Juli 2025 lalu. Hal ini diungkapkan Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Sjahrir, dalam Rapat Kerja Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jakarta Raya (HIPMI Jaya) di Jakarta 25 Juli 2025.
Pandu menyebut sembilan universitas ternama dunia dari Amerika Serikat, Eropa, dan China seperti Tsinghua University, Stanford University akan digandeng untuk mewujudkan sejumlah program dengan Danantara University.
"Kami launching Danantara University. Kita bekerjasama dengan 9 universitas terkemuka," ungkap Pandu seperti dikutip dari kanal Youtube HIPMI Jaya pada Jumat (25/7/2025) lalu, dikutip dan ditulis Senin (28/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam program ini, sekitar 160 hingga 200 peserta terpilih akan dikirim selama satu tahun ke universitas-universitas mitra untuk mendalami berbagai bidang strategis. Di antaranya adalah program kecerdasan buatan (AI) bersama Tsinghua University.
Pandu menyebut tujuh dari sebelas pendiri OpenAI berasal dari kampus yang berlokasi di Beijing tersebut."Belum lagi perusahaan AS yang bikin Open AI di belakangnya engineer dari China dan secara spesifik dari Tsinghua yang dibayar USD 100 juta per orang," katanya.
Selain itu, Danantara juga menjalin kerja sama dengan INSEAD untuk program pengembangan SDM (HR), serta Stanford University untuk bidang engineering dan keberlanjutan (sustainability). Pandu juga menyebut kerja sama juga terjalin dengan Columbia University.
Pentingnya Sumber Daya Manusia
Sebelum mengenalkan Danantara University, Pandu menekankan perubahan orientasi bisnis di Indonesia dari ketergantungan pada sumber daya alam menuju pengembangan sumber daya manusia.
Ia mengungkapkan pada para pengusaha yang bergabung pada HIPMI Jaya, nilai perusahaan masa kini tidak lagi bergantung pada kepemilikan barang atau sumber daya alam, melainkan pada kualitas talenta manusia.
"Saya cek 20 perusahaan terbesar di dunia, sebenarnya mereka tidak punya barang. Mereka hanya punya satu sumber daya manusia. Semua di sini pasti lagi makai produknya Instagram, TikTok, dan lain-lain. Valuasinya jauh lebih tinggi," ujarnya.
Pandu mencontohkan, meskipun Indonesia kaya akan batu bara, nikel, dan emas, namun secara valuasi bisnis, sektor ini tergolong rendah. "Sumber daya alam itu sebagian besar finite (terbatas). Kalau habis, tidak ada nilai. Untuk sumber daya manusia saya selalu bilang your limitation is your imagination. Limitasi Anda imajinasi Anda," katanya.
Melihat tren ini, Pandu mendorong para pengusaha mulai merancang bisnis di sektor jasa dan berkelanjutan. Ia menambahkan tantangan terbesar masa depan adalah membangun bisnis yang tidak bergantung pada kekayaan alam, melainkan pada inovasi manusia.
"Think about people. Bayangin Anda punya bisnis tapi tidak punya sumber daya alam. That's your biggest challenge," katanya.
(pal/nwk)