Pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Didi Sukyadi dalam Sidang Pleno Terbuka Majelis Wali Amanat (MWA) Senin (16/6/2025) lalu diwarnai dengan penggunaan bahasa Inggris dalam sumpah jabatan.
Pada bagian akhir sumpah jabatan yang dipandu Ketua Majelis Wali Amanat UPI Komisaris Jenderal Pol (Purn) Drs Nanan Soekarna, terselip frasa dalam bahasa Inggris.
"Bahwa saya akan menghindarkan diri dari perbuatan tercela serta menjunjung tinggi prinsip values for value, full commitment no conspiracy, dan defender integrity," bunyi sumpah jabatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengimbau agar kampus dan civitas akademika meneladani nilai-nilai kebangsaan dengan mengedepankan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
"Sebagai lembaga pendidikan, kampus hendaknya menjadi teladan dalam implementasi nilai-nilai kebangsaan dalam penggunaan Bahasa Indonesia," kata Ledia Hanifa dalam keterangan tertulis, Rabu (18/6/2025).
Menurut Ledia, pejabat publik termasuk rektor memang diwajibkan berbahasa Indonesia dalam acara-acara resmi. "Sependek pengetahuan saya, pejabat publik diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia pada acara-acara formal," ungkapnya.
Adapun aturan tersebut secara eksplisit diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Beleid ini mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam forum resmi kenegaraan, termasuk pelantikan pejabat publik di lingkungan pendidikan tinggi. "Kita berharap aturan yang tertuang dalam undang-undang ini dipatuhi oleh setiap elemen bangsa agar tidak mencederai simbol-simbol kedaulatan negara," ungkap Ledia.
Seperti diketahui, momen pelantikan tersebut menjadi sorotan publik. Bahkan Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal yang hadir sampai memilih meninggalkan acara sebagai bentuk protes. Cucun menilai prosesi sumpah jabatan itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU Nomor 24 Tahun 2009.
Terkait hal tersebut, Ledia pun sepakat dengan Wakil Ketua DPR Cucun bahwa kampus semestinya menjadi garda terdepan dalam menjaga bahasa Indonesia di ruang-ruang akademik dan kelembagaan.
"Tentunya peristiwa ini harus menjadi pelajaran untuk semua pihak, khususnya lembaga pendidikan seperti kampus dan bagi civitas akademika," tutur Legislator dari Dapil Jawa Barat I itu.
Minta Kemdiktisaintek Lakukan Koreksi dan Evaluasi
Ledia menilai, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) perlu mengambil langkah korektif dan evaluasi terhadap peristiwa ini. "Bisa melalui surat imbauan maupun pembinaan berkelanjutan," sebut Ledia.
Anggota Komisi Pendidikan DPR itu mengakui bahwa dalam konteks akademik seperti jurnal internasional, seminar, atau kolaborasi riset lintas negara, penggunaan bahasa asing memang tak terelakkan. Namun Ledia menilai, menjadikan bahasa asing sebagai bahasa utama dalam prosesi kelembagaan seperti pelantikan pejabat kampus adalah langkah yang kurang proporsional.
"Bahasa Inggris penting di tengah era globalisasi, tapi jangan sampai lupa dalam kegiatan formal, bahasa Indonesia harus tetap utama. Apalagi acara dilaksanakan di dalam negeri," ujarnya.
Ledia pun menyinggung soal Bahasa Indonesia yang telah diakui sebagai salah satu bahasa resmi pada Konferensi Umum UNESCO. Keputusan ini diambil pada Sidang Pleno Konferensi Umum UNESCO ke-42 di Paris pada tanggal 20 November 2023.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ke-10 yang diakui oleh UNESCO sebagai bahasa internasional bersama dengan bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.
Oleh karenanya, Ledia mengingatkan agar semua pihak bangga untuk berbahasa Indonesia di segala kesempatan acara. "Karenanya kita harus bangga terhadap Bahasa Indonesia, bahasa persatuan kita yang telah diakui dunia," ujarnya.
(pal/nwk)