Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro meminta perguruan tinggi saat ini untuk memprioritaskan fungsi dan menjaga hakikat agar berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat.
"Jadi masing-masing punya tugas, minimal di daerahnya dibantulah. Nah, kalau bisa nasional, syukur. Jadi itu prioritasnya, sesuai dengan kemampuan dia, potensinya, kondisi lokal seperti apa," kata Satryo pada detikEdu di Gedung D Kemdikbud, Jakarta, Jumat (10/1/2025), ditulis Sabtu (11/1/2025).
"Mohon perguruan tinggi masing-masing itu, menjaga rohnya dengan baik, dan jalankan fungsinya, sehingga berdampak, bermanfaat untuk masyarakat, bangsa, dan negara," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilih Fokus Bidang dan Prioritas Pemerintah
Agar bermanfaat bagi masyarakat, Satryo mengatakan tiap kampus harus punya satu bidang unik yang menjadi fokus utama. Dalam hal ini, perguruan tinggi dapat membantu salah satu prioritas pemerintah sesuai kemampuan dan kondisi di lingkungannya.
Ia mencontohkan, Kabinet Merah Putih memprioritaskan swasembada pangan, swasembada energi, persediaan air, dan hilirisasi untuk pertumbuhan ekonomi. Perguruan tinggi kecil di Nusa Tenggara Timur (NTT) dapat memilih untuk fokus pada swasembada pangan di daerahnya, sebagaimana kebutuhan di sana.
"Jadi artinya, tiap kampus harus punya satu keunikan, apa yang dia mau kerjakan, sesuai dengan kemampuan dia, sesuai dengan kondisi yang ada, supaya keberadaan kampus bermanfaat untuk masyarakat," jelasnya.
"Kampus kita harapkan agar bidang-bidang ini yang tolong kalian bantu untuk siapkan. Dan nggak usah semuanya, yang mana yang paling bisa aja. Nah, itu kerjakan saja sudah. Bersama dengan masyarakat, dengan pemda, dengan semua stakeholder," imbuhnya.
Belanja Masalah dan Penyesuaian Kurikulum
Untuk memilih fokus bidangnya, Satryo mengatakan perguruan tinggi perlu melihat kondisi di lingkungan masyarakat dan belanja masalah di daerahnya. Perguruan tinggi juga boleh mengubah kurikulum tetapi tetap bermutu agar dapat menghasilkan riset dan produk bermanfaat bagi masyarakat.
"Dulu kan ada yang mengatakan, 'Soalnya kan kurikulum gak bisa diubah, Pak, dari pusat'. Nggak, kamu bisa ubah. Ada kebutuhan, ubah kurikulum, silahkan. Kasih kewenangan. Yang penting mutu baik, jaga," ungkapnya.
"Jadi, mereka bisa lebih leluasa, lebih sesuai, nggak dihantui oleh aturan-aturan yang ketat. Jadi kan bebas. Itu otonomi juga, silahkan lah," sambungnya.
Ia mencontohkan, perguruan tinggi meriset bahan unik sumber daya alam atau sumber daya mineral di daerahnya. Bahan tersebut kemudian diolah menjadi produk bermanfaat untuk masyarakat. Hasilnya yang sudah memiliki nilai tambah kemudian dikomersialisasi atau disebarluaskan.
"Itu kan juga sudah satu upaya untuk membuat hilirisasi. Nah, hilirisasi itu kuncinya nilai tambah," katanya.
"Nggak usah yang aneh-aneh lah, yang sederhana juga bisa, kan. Teman UMKM misalnya, bikin produk yang betul-betul bermanfaat untuk masyarakat. Itu kan pasti akan membantu juga untuk hilirisasi masuk ke swasembada untuk pangan, misalnya, atau energi dan sebagainya," tutur Satryo.
(twu/faz)