Direktur Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI), Ahmad Gamal S Ars, MUP, PhD jelaskan berbagai tantangan dalam membesarkan startup di berbagai universitas termasuk UGM, ITB, dan IPB. Ia menjelaskan diagnostik awal berbagai startup menjadi tugas berat pertama yang dilakukan.
"Tugas beratnya adalah melakukan diagnostik awal mengapa kita harus memahami apa sih sebetulnya yang terjadi pada startup di Indonesia," ujarnya.
Hal tersebut disampaikan Gamal dalam acara talkshow tentang Business Incubation UI Innovation Festival, Demoday UI Incubate di FX Sudirman, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendanaan Startup Lebih Besar dari Penelitian
Lebih lanjut Gamal menyatakan, pemerintah sudah memiliki berbagai program yang mumpuni untuk memajukan startup di Indonesia. Termasuk dalam masalah pendanaan.
Tak main-main ia menyebutkan untuk proses pengembangan startup di tahap universitas, pemerintah memberikan dana lebih besar dibandingkan penelitian.
"Program pemerintah itu tidak sedikit dan dana yang sudah disalurkan itu sangat banyak bahkan luar biasa. Dukungan untuk startup bahkan lebih besar dari penelitian atau inovasi," tambahnya.
Dana itu disalurkan pemerintah untuk melakukan inkubasi bisnis dan jumlahnya lebih besar daripada yang diterima oleh pelaku hibah inovasi atau hibah sebuah riset.
"Contohnya seorang peneliti menerima dana Rp 100 juta-Rp 200 juta dan itu sudah dianggap besar. Namun itu bisa dianggap kecil bila dijadikan dana untuk sebuah startup di awal," tutur Gamal.
Alasan Indonesia Belum Memiliki Startup Unicorn di Tingkat Universitas
Meski sudah banyak startup inovasi yang ada di Indonesia, Gamal menjawab mengapa di tingkat universitas startup tersebut belum sampai tingkatan "unicorn". Dalam hal ini, ia mengatakan startup GoTo tidak termasuk lantaran bukan produk yang dihasilkan oleh universitas.
"GoTo tidak dihasilkan oleh UI atau universitas lainnya," ungkap Gamal.
Salah satu alasan untuk menjawab hal tersebut lantaran startup universitas masih masuk kategori UMKM. Hal ini dihitung dari pendapatan startup meski mereka cukup sukses dengan omset Rp 3-5 miliar per tahunnya.
Bila ditarik lebih jauh, alasan hal tersebut bisa terjadi karena kebanyakan startup lebih fokus pada penjualan. Selain itu, startup Indonesia selalu memiliki tantangan untuk membuat produk yang inovatif dan berkelanjutan.
Karena hal ini, Gamal melihat ada perbedaan yang terjadi antara inovator yang fokus dalam membuat produk dan teknologi yang sifatnya "blue ocean" atau teknologi yang tidak diterapkan saat ini dan inovator yang berfikir bila harus menghasilkan produk yang siap dijual.
Dengan demikian, secara internal Gamal menyatakan perlu adanya upaya dalam menghubungkan kegiatan inovasi dan inkubasi bisnis. Hal ini dinilai sebagai pekerjaan yang cukup besar untuk mengembangkan startup di Indonesia.
Untuk menjawabnya, UI menghadikan UI Innovation Festival dengan harapan adanya kerja sama antara industri dan universitas berjalan dengan lebih baik. Terlebih sejak tahun 2020, DISTP telah berubah peran menjadi intermediator antara industri dan periset.
"Melalui berbagai lelang invensi, kami berusaha memastikan agar industri mengenal invensi kampus. Melalui berbagai kegiatan matchmaking, kami berusaha mendorong peneliti memahami kebutuhan pasar, standar industri, dan persyaratan regulasi, untuk mendorong peningkatan kualitas luaran riset yang lebih layak di hilirisasi," tutupnya
(nah/nah)