Malaysia pada era 70-an dulu mengundang guru-guru Indonesia untuk meningkatkan pendidikan di Malaysia. Kini, Malaysia mengundang para siswa Indonesia belajar di kampusnya.
"Tahun 70-80-an, Malaysia anggap abang pada Indonesia. Semua guru kita itu datang dari Indonesia. Kami belajar banyak dari guru-guru Indonesia," kata Direktur Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) Profesor Amir Shaharuddin.
Hal itu disampaikan Prof Amir dalam diskusi di 'Seminar dan Pameran Pascasarjana Malaysia' , di Menara Mandiri, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (14/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, sekitar 2 dekade ke belakang, Malaysia semangat meningkatkan kualitas pendidikan warganya, terutama pendidikan tinggi. Maka, imbuh Amir, Malaysia mengirimkan warganya untuk belajar ke luar negeri, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris dan sebagainya.
"Karena Malaysia itu persemakmuran Inggris, maka banyak dari kami dikirim dan diterima berkuliah di Inggris. Saya sendiri berkuliah di Exeter," imbuh pria kelahiran 1978 ini.
Dari situ, kualitas pendidikan tinggi di Malaysia pun meningkat. Kini Malaysia mengundang siswa-siswa Indonesia untuk belajar di sana.
"Tawaran menarik bagi adik-adik di Indonesia untuk datang dan belajar di Malaysia. Kalau harus ke US dan UK, biayanya sangat mahal. Di Malaysia biayanya sama dengan di Indonesia, cuma dengan kualitas pengajaran seperti di UK-US," demikian undang Amir.
Selain biaya dan kualitas pendidikan, lingkungan di Malaysia pun tak jauh beda dengan Indonesia.
"Environment negara muslim. Maka dari itu banyak student internasional kami dari Middle East (Timur Tengah)," katanya.
Selain itu, jalanan di Malaysia tak semacet Jakarta.
"Kalau di Jakarta macet banget, di Malaysia juga ada macet sih. Tapi masih ada space buat gerak," tuturnya.
Salah satu studi unggulan di Malaysia yang patut dibanggakan di tingkat dunia adalah ekonomi Islam atau ekonomi syariah.
Gambaran Studi Pendidikan Tinggi di Malaysia
Ditambahkan Dekan Universiti Sains Malaysia Prof Azlan Abdul Azis dalam forum yang sama, studi jenjang S1 di Malaysia bisa ditempuh 3-5 tahun, pascasarjana S2 1-2 tahun dan S3 minimal 3 tahun.
"Kalau S1 course-exam terus sampai lulus. S2-S3 ada course work hingga research. Mahasiswa pasca lebih mandiri dan bebas, dianggap mature student, dalam berkomunikasi tidak boleh terlibat emosi," tuturnya.
Ditambahkan oleh Amir, mahasiswa pascasarjana di Malaysia sangat independen. Kecepatan studi ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri.
"Perlu disiplin. Kita sendiri yang set cepat atau lambatnya studi. PhD di Malaysia bisa 2,5-3, dulu bisa sampai 12 tahun, tapi sekarang tak bisa, maksimal 12 semester atau 6 tahun," imbuhnya.
Mahasiswa Indonesia yang selama ini berkuliah di Malaysia harus menyesuaikan sistem mentoring atau bimbingan di sana. Menurut Amir, sistem mentoring atau bimbingan di Malaysia sangat berbeda dengan di Indonesia. Di Malaysia, dosen tak bisa diajak ketemu sewaktu-waktu, harus melalui perjanjian/appointment seminggu-dua minggu sebelumnya.
"Jadi kalau mahasiswa tiba-tiba ketuk pintu ruang dosen dan minta bimbingan, tidak akan dilayani. Harus bikin janji dulu, dan sudah siap poin-poin yang akan dikonsultasikan. Memang kami bikin sistem seperti Western Country di Malaysia," jelas Amir.
Pameran pendidikan Malaysia yang berlangsung hari ini diikuti oleh 26 institusi pendidikan tinggi di Malaysia. Menurut data terkini Education Malaysia Global Service (EMGS) per Februari 2023, Indonesia masuk 5 besar negara mahasiswa internasional terbanyak di Malaysia.
Jurusan yang populer diambil mahasiswa asal Indonesia di Malaysia adalah Business and Administration, Humanities, Engineering and Engineering Trades, Teacher Training and Education Service.
(nah/nah)











































