Salah satu dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) mencatatkan namanya di daftar ilmuwan bergengsi dunia. Dia adalah Achmad Syafiuddin, SSi, MPhil, PhD, yang saat ini aktif sebagai dosen di Fakultas Kesehatan UNUSA.
![]() |
Syafiudin masuk daftar dua persen ilmuwan top dunia yang dirilis Elsevier, sebuah lembaga penerbit tingkat dunia pengelola Scopus. Sebagai data center, Scopus adalah database sitasi dan literasi jurnal ilmiah bereputasi.
Prestasi ini tentunya tidak diperoleh Syaifuddin dengan mudah. Dosen asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur ini harus berjibaku tiap hari demi bisa sekolah. Syafiuddin akrab dengan kerja keras, pahitnya kemiskinan, dan kesulitan ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya adalah lulusan program beasiswa Bidikmisi angkatan pertama. Sejak SD-SMA Alhamdulillah ada yang memberi beasiswa sehingga saya tidak perlu bayar sekolah," kata Syaifuddin pada detikEdu saat dihubungi Kamis (28/10/2021).
Dikutip dari situs Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, beasiswa Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan bagi lulusan SMA atau sederajat. Mereka memiliki potesi akademik baik namun memiliki keterbatasan ekonomi.
Syafiudin mengatakan, dia adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ibunya adalah penjual jamu gendong, sedangkan ayahnya sudah lama meninggal dunia. Saat SMP, Syafiuddin pernah menjadi pemegang sapi di pasar. Upah yang diperoleh sebesar Rp 15 ribu per hari.
Menurut Syafiuddin, dia bahkan tidak tahu Institut Pertanian Bogor (IPB) tempatnya menyelesaikan pendidikan S1. Keterbatasan akses informasi membuatnya tidak mengetahui kampus berkualitas baik untuk melanjutkan pendidikan.
"Waktu itu tahu IPB karena dipilihkan sekolah. Menurut sekolah, kampus yang tepat untuk melanjutkan kuliah adalah IPB. Akhirnya saya masuk IPB pada Juli 2010," kata Syafiuddin yang juga ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNUSA.
Syafiuddin berhasil menyelesaikan S1 pada April 2014, yang dilanjutkan dengan pendidikan S2 dan S3. Jenjang pendidikan tersebut diselesaikan di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) pada 2016 untuk S2 dan 2019 untuk S3.
Saat menyelesaikan pendidikan di UTM inilah, Syafiuddin berhasil menulis artikel bersama kolega dan pembimbingnya. Artikel di Journal of the Chinese Chemical Society, Wiley, ini disitasi hingga 197 kali. Menurutnya, jumlah sitasi ikut mempengaruhi penilaian menjadi ilmuwan top dunia.
Dengan prestasi ini, Syafiuddin bersyukur menjadi salah satu alumni Bidikmisi. Beasiswa itulah yang membuka peluang Syafiuddin melanjutkan pendidikan, melakukan penelitian, dan menjadi periset elit dunia.
(row/nwy)