Bandung - Salah satu bangunan bersejarah di Kota Bandung adalah Rumah Inggit Garnasih. Bahkan namanya juga diabadikan menjadi nama jalan sebagai bentuk penghormatan.
Foto Edu
Foto: Menengok Rumah Bersejarah Inggit Garnasih

Sejak November 1997 nama jalan Ciateul itu diubah menjadi Jalan Inggit Garnasih. Namanya diabadikan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada seorang perempuan yang gigih ikut merintis kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Inggit Garnasih menghabiskan masa tuanya hingga wafat pada tahun 1984 atau usia 95 tahun di rumah ini.
Kediaman Inggit Garnasih secara administratif masuk ke Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung. Rumah bersejarah ini terletak kurang lebih tiga kilometer dari Mesjid Agung Bandung dan Pendopo Kabupaten, atau kurang lebih setengah kilometer sebelah utara dari Monumen Bandung Lautan Api (Lapangan Tegallega) atau Museum Negeri Sri Baduga Provinsi Jawa Barat.
Yups, Inggit Garnasih adalah wanita yang pernah disunting sang Proklamator RI, Soekarno. Rumahnya pun pernah menjadi tempat kos dan rumah tinggal Soekarno kala memperjuangkan kemerdekaan RI. Rumah ini sempat ditinggali Soekarno dan Inggit Garnasih selama 8 tahun sebelum akhirnya Soekarno dibuang ke Ende dan diasingkan ke Bengkulu.
Demi penyelamatan aset sejarah dan dengan kebesaran hati dan jiwa keluarga besar Inggit Garnasih, 'Rumah Bersejarah Inggit Garnasih' diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pemeliharaan dan pemanfaatan sepenuhnya dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Provinsi Jawa Barat.
Bahkan, rumah tersebut direncanakan akan dikembangkan dalam bingkai Pusat Studi Peranan Kaum Ibu dalam Perjuangan Bangsa, yang didalamnya terdapat museum peranan Inggit Garnasih dan perpustakaan. Seperti ini kondisinya sekarang. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkembangkan rasa patriotisme dan nasionalisme pada generasi muda bangsa Indonesia.
Di rumah inilah tokoh besar bangsa Indonesia, Soekarno ditempa hingga menjadi tokoh yang disegani baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Rumah Inggit Garnasih merupakan bangunan cagar budaya, heritage bagi bangsa Indonesia, sesuai Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, harus dilindungi dan dilestarikan karena memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi bangsa dan negara Indonesia.
Dirumah yang kini sudah menjadi Museum dan peninggalan cagar budaya Indonesia juga ada foto Soekarno dan Inggit Garnasih saat menjadi suami istri.
Tempat ini juga yang pernah menjadi dapurnya perjuangan sebagai tempat berkumpulnya para pelopor kemerdekaan seperti Suyudi, Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, HOS Tjokroaminoto, Kyai Haji Mas Mansur, Sartono, Hatta, Moh. Yamin, Ali Sastro, Asmara Hadi, Ibu Trimurti, Otto Iskandardinata, Dr. Soetomo, M.H. Thamrin, Abdoel Muis, Sosro Kartono (kakak dari Ibu Kartini), dan lainnya saling adu intelektual untuk menciptakan satu rasa dalam membangun bangsa, mewujudkan cita-cita kemerdekaan bagi negara Indonesia.
Bahkan ketika Soekarno dimasukkan kedalam penjara Banceuy dan Sukamiskin, di rumah itu Inggit Garnasih berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan Soekarno di penjara dengan cara menjahit baju, menjual kutang, bedak, rokok, dan menjadi agen sabun dan cangkul walaupun kecil-kecilan.
Inggit Garnasih lahir di tatar Sunda Bumi Parahyangan tepatnya di Desa Kamasan, Banjaran, Kabupaten Bandung, 17 Februari 1888 dari pasangan Bapak Ardipan dan Ibu Amsi. Nama itu diberikan dengan penuh makna dan harapan, kelak menjadi anak yang tegar, segar, menghidupkan dan penuh kasih sayang.
Harapan itu menjadi kenyataan, menginjak dewasa Garnasih menjadi seorang remaja putri yang cantik dan menarik, sehingga kemanapun ia pergi selalu menjadi perhatian masyarakat sekitar terutama para pemuda. Diantara mereka sering melontarkan kata-kata 'mendapat senyuman dari Garnasih sama dengan mendapat uang seringgit' (pada saat itu satu ringgit sama dengan 2,5 gulden Belanda dan nilainya masih sangat tinggi) yang akhirnya julukan inilah yang kelak merangkai namanya menjadi Inggit Garnasih.
Dengan adanya museum ini, diharapkan berfungsi menjadi pemahaman, pengembangan dan pemanfaatan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pariwisata demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional.
Tanggal 24 Maret 1923, Inggit dan Soekarno menikah.
Dalam surat nikah dicantumkan usia Soekarno yang baru 22 tahun itu menjadi 24 tahun, sedangkan usia Inggit diturunkan satu tahun menjadi 35 tahun. Dari sinilah cinta bersemi dan di rumah inilah Soekarno dan Inggit tinggal dan menetap.