Hari Disabilitas Internasional (HDI) 3 Desember 2025 masih menunjukkan banyak masalah dalam pemberdayaan disabilitas. Terutama dalam akses untuk memperkuat perekonomian para disabilitas.
Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah disahkan sejak 2016 lalu. 9 Tahun berselang, turunan UU Penyandang Disabilitas terkait penguatan perekonomian penyandang disabilitas belum terwujud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harapan ini disampaikan disabilitas tunarungu yang juga eks Staf Khusus Presiden RI, Angkie Yudistia. Menurut Angkie, Peraturan Pemerintah (PP) mengenai insentif dan konsesi yang ditujukan untuk memperkuat perekonomian penyandang disabilitas merupakan hal krusial.
Baginya, PP tersebut merupakan instrumen kunci yang memiliki peran besar dalam membuka akses yang lebih adil bagi penyandang disabilitas. Insentif dan konsesi tidak hanya memberikan kemudahan bagi individu penyandang disabilitas, tetapi juga mendorong sektor publik dan swasta untuk mengembangkan ekosistem inklusi secara berkelanjutan.
"Jadi fokus saya adalah memastikan bahwa amanat UU No 8 Tahun 2016 tidak hanya berhenti sebagai komitmen di atas kertas. Kehadiran PP insentif dan konsesi adalah langkah strategis agar penyandang disabilitas dapat terlibat penuh dalam kegiatan ekonomi dan mendapatkan peluang setara," kata Angkie dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Angkie memaparkan mengapa percepatan regulasi PP ini penting. Pertama, PP ini sebagai cara meningkatkan akses ekonomi penyandang disabilitas.
"Terutama melalui kebijakan yang memfasilitasi peluang kerja dan usaha," tuturnya.
Kedua, PP ini bisa mengurangi ketimpangan kesempatan yang selama ini muncul akibat hambatan struktural dan minimnya kebijakan afirmatif.
"Perlu juga untuk memastikan keberpihakan negara hadir secara operasional, bukan hanya normatif, melalui dukungan regulatif yang konkret dan terukur," tegasnya.
Ia pun menyoroti terkait ekosistem inklusif lintas sektor, yang memungkinkan penyandang disabilitas berperan sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi nasional.
"HDI (Hari Disabilitas Internasional) 2025 ini merupakan pengingat bahwa inklusi adalah perjalanan panjang. Regulasi yang kuat akan memastikan penyandang disabilitas memiliki posisi setara untuk hidup, bekerja, dan berkarya," jelasnya.
Angkie menegaskan bahwa peringatan HDI 2025 bukan hanya ajang seremonial, melainkan momentum evaluasi dan penguatan komitmen agar Indonesia dapat menjadi negara yang benar-benar menghormati, melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas.
Dalam arsip Antara, Angkie pernah memaparkan UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah punya 9 aturan turunan yakni:
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas
- PP Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
- PP Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
- PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
- PP Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas.
- PP Nomor 60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas bidang Ketenagakerjaan.
- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
- Perpres Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas.
- Ratifikasi Perjanjian Internasional yang diatur dalam Perpres Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan Traktat Marrakesh untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi bagi Penyandang Disabilitas Netra, Gangguan Penglihatan, atau Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak
(nwk/nwk)











































