Gap year atau jeda studi satu tahun atau lebih kerap diambil seseorang untuk mempersiapkan diri lebih baik. Hal itu juga dialami, Dhiva Angger Sakhena.
Dhiva panggilan akrabnya memiliki jalan yang lebih panjang untuk menempuh studi di bangku perkuliahan. Pada tahun pertama seleksi masuk perguruan tinggi, ia belum berhasil hingga akhirnya memilih gap year selama satu tahun.
Kegagalan itu nyatanya tidak menyurutkan semangat Dhiva untuk belajar. Ia tidak memilih untuk berlarut dalam kesedihan dan patah semangat, melainkan memilih untuk mengabdi pada masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, di waktu itu Dhiva mempersiapkan diri sambil mengajar bahasa Inggris bagi anak-anak desanya di wilayah Sukarejo, Tugu, Trenggalek, Jawa Timur. Setahun kemudian, Dhiva kembali mencoba mendaftar universitas melalui jalur SBMPTN.
Mimpi yang dibangun dengan persiapan matang akhirnya terwujud usai ia diterima sebagai mahasiswa di program studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Yogyakarta (FISIP UNY). Masa-masa persiapan selama satu tahun membangun percaya diri untuk melalui setiap rintangan yang ada.
"Saya percaya diri saya lebih kompeten daripada rintangan yang saya hadapi," ungkap Dhiva dikutip dari laman resmi UNY, Rabu (29/10/2025).
Jadi Finalis Debat Dunia 2022
Kegagalan yang membuatnya gap year tak membayangi dan mengalami kegiatan akademik Dhiva di kampus. Ia terkenal menjadi sosok yang aktif di organisasi dan kompetisi debat bahasa Inggris.
Tak hanya di dalam kampus melalui organisasi English Debating Society UNY, Dhiva juga aktif berkegiatan di luar kampus melalui komunitas debat Yogyakarta.
Kecintaannya terhadap debat membuatnya mendalami bidang tersebut. Dari berbagai latihan debat di kampus, ia sempat membuktikan kemampuannya di panggung debat dunia.
Presiden English Debating Society UNY itu sempat menjadi delegasi World Universities Debating Championship 2022. Meski belum meraih juara, keikutsertaannya menjadi bukti kompetensi yang dimiliki Dhiva.
Belajar Menjadi Sebuah Kebutuhan
Jika ditanya apa kunci keberhasilan Dhiva, ia menjawabnya dengan satu hal yakni belajar. Baginya, belajar bukanlah kewajiban melainkan kebutuhan.
"Kalau sudah suka belajar, kegiatan simple pun bisa jadi aktivitas informatif dan analitis," katanya.
Dhiva percaya bahwa ilmu bisa datang dari mana saja, termasuk hal-hal sederhana seperti membaca informasi di media sosial. Meski sempat mengalami masa sulit lantaran minimnya dukungan di awal perjalanan akademiknya, ia tidak menyerah.
Dengan terus memotivasi diri, ia yakin dukungan terbaik adalah dengan mempercayai dirinya sendiri. Berangkat dari situ, datanglah dukungan teman-teman dan bimbingan dari dosen UNY yang membuatnya kuat serta berhasil.
"Lingkungan kampus yang suportif memberikan ruang besar bagi mahasiswa untuk berkembang melalui pelatihan, kompetisi, dan kolaborasi," akunya.
Jadi Wisudawan Terbaik UNY
Kini, Dhiva menyelesaikan studinya di UNY dengan sangat membanggakan. Dalam wisuda periode Oktober 2025 di Auditorium UNY, ia dinobatkan sebagai wisudawan terbaik UNY.
Gelar itu didapatnya usai menjadi lulusan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi jenjang sarjana, yakni 3,97. Sebuah buah manis dari dedikasi, disiplin, dan semangat pantang menyerah yang ia pegang teguh sejak awal.
Pascawisuda, Dhiva berniat ingin melanjutkan studi. Namun sebelumnya, ia memilih untuk bekerja terlebih dahulu.
Melalui kisahnya ini, Dhiva berpesan agar mahasiswa tak takut mengambil kesempatan yang datang. Jangan ragu untuk melakukan berbagai hal yang diinginkan selama itu kegiatan positif.
"Jangan batasi diri, berdedikasilah, agar hasilnya tak pernah membuat kita menyesal," tandas Dhiva.
(det/faz)








































.webp)













 
             
             
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 