Begini Cerita Irmandy Jadi Dosen di NUS dan Punya Lab Riset Sendiri

ADVERTISEMENT

Begini Cerita Irmandy Jadi Dosen di NUS dan Punya Lab Riset Sendiri

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 22 Sep 2025 09:00 WIB
Irmandy Wicaksono
Foto: Dok. pribadi/Irmandy Wicaksono
Jakarta -

Dari jajaran pengajar di National University of Singapore (NUS), ada nama Irmandy Wicaksono. Talenta berprestasi asal Indonesia ini sebelumnya merih gelar PhD bidang Media Arts and Sciences di Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Irmandy yang merupakan Assistant Professor di NUS juga memiliki laboratorium risetnya sendiri di kampus ternama di Singapura itu.

"Jadi dulu itu saya karena ingin mengembangkan science dan teknologi dan pada saat saya PhD, saya benar-benar suka sama topik yang saya riset. Jadi saya pikir coba-coba aja gitu meneruskan ke akademia menjadi tenure track profesor," ungkap Irmandy ketika dihubungi detikEdu pada Sabtu (20/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana Bisa Memiliki Lab Sendiri?

Ia bercerita ingin bekerja di universitas yang memiliki banyak dukungan untuk riset dan teknologi. Irmandy juga mengatakan ingin bekerja di universitas internasional lantaran suka berkolaborasi dengan banyak orang di berbagai bidang dan negara.

Ia menyebut, sebelum pindah ke NUS sekitar 9 bulan yang lalu, dirinya mencoba melamar di kampus di Amerika Serikat atau Singapura. Pada akhirnya, Irmandy memilih Singapura karena bisa lebih berkolaborasi dengan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

ADVERTISEMENT

Terlebih, karena lingkungan di Singapura juga sangat global, ia masih dapat bekerja sama dengan kolega-kolega dari Eropa dan Amerika Serikat.

"Jadi in the end saya pilih Singapura dan dapatlah di NUS," ujarnya.

Irmandy menggarisbawahi, dengan mengambil tenure track, di NUS ia mengajar sekaligus menjalankan riset. Diketahui, profesor by tenure punya masa kerja lebih permanen di universitas.

"Biasanya kan setelah PhD, beberapa orang mengambil postdoc atau ada yang langsung jadi tenure track. Jadi pas apply di universitas ya tergantung departemen, tapi typically mereka kalau misalnya yang jalur tenure track itu nggak cuma teaching, tapi research juga," jelasnya.

Ia menambahkan, pihak kampus memfasilitasinya untuk mengembangkan laboratorium sendiri.

"Jadi universitasnya juga memberikan startup grant untuk new professor untuk membangun labnya sendiri. Jadi kan ada banyak jalur untuk menjadi profesor kan. Ada yang lewat teaching, fokusnya cuma mengajar. Ada yang fokusnya hanya riset. Dan ada yang tenure track, kombinasi dari dua-duanya," terang salah satu peraih Forbes 30 Under 30 pada 2022 itu.

Laboratorium Interdisiplin

Irmandy menyampaikan, di laboratoriumnya ini ada berbagai macam orang dengan latar belakang bidang yang berbeda-beda, atau interdisiplin. Karena belum lama didirikan, Irmandy saat ini fokus membangun laboratorium dan melakukan knowledge transfer kepada mahasiswa-mahasiswa pertamanya.

"Tapi ya rencananya karena di NUS juga ada beberapa koneksi dengan Indonesia, saya hopefully akan membantu koneksi-koneksi itu," ungkapnya.

Irmandy mengatakan, di divisinya terdapat program bachelor; master; dan PhD. Ada beberapa orang Indonesia yang mengambil program master di sana.

Irmandy menyebut konsep interdisciplinary research terbilang masih baru. Ia adalah salah satu profesor yang menjalankan konsep ini di NUS.

"Jadi semoga bakal lebih banyak orang-orang Indonesia yang join program inilah," harapnya.




(nah/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads