Sebuah gerakan global yang berkomitmen terhadap hak asasi manusia (HAM), Amnesty International menyorot banyaknya nyawa yang melayang dalam serangkaian unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025. Menurut data yang dilaporkan Amnesty International, ada delapan kematian setelah adanya tindak kekerasan dalam unjuk rasa.
Direktur Riset Regional Amnesty International, Montse Ferrer, mengatakan kondisi banyaknya kematian akibat kekerasan menjadi hal yang mengkhawatirkan. Ia menekankan, tidak ada seorang pun yang harus meninggalkan saat menjalankan hak kebebasan dalam berekspresi.
"Meningkatnya jumlah kematian akibat tindakan keras terhadap protes di Jakarta dan wilayah lain di Indonesia sungguh mengkhawatirkan. Tidak seorang pun seharusnya meninggal saat menjalankan hak mereka atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai," ucapnya, seperti dilansir dari laman Amnesty International, Selasa (2/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ferrer menilai, penggunaan kekerasan seharusnya tidak dilakukan oleh aparat. Termasuk penggunaan gas air mata yang tidak tepat dan berlebihan untuk membubarkan demonstrasi.
Ia juga menyayangkan perintah Kapolri yang menginstruksikan petugas boleh menggunakan peluru karet terhadap rakyat yang sedang menggunakan haknya dalam bernegara.
"Sangat disayangkan Kapolri menginstruksikan petugas kepolisian untuk menggunakan peluru karet terhadap pengunjuk rasa yang telah memasuki kompleks Markas Besar Brigade Mobil Polda Metro Jaya," ungkapnya.
Aparat Seharusnya Menginvestigasi Kematian Rakyat
Ferrer berpendapat, hal yang seharusnya dilakukan yakni memastikan investigasi yang independen atas tewasnya rakyat akibat kekerasan. Termasuk pengemudi ojek online berusia 21 tahun yang dilindas oleh aparat dengan mobil kendaraan taktis Brimob.
"Pihak berwenang harus memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kematian ini diidentifikasi dan dimintai pertanggungjawaban dalam pengadilan yang adil," katanya.
Direktur Amnesty International tersebut juga mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak boleh menggunakan kekerasan terhadap rakyat yang melakukan unjuk rasa. Sebaliknya, pemerintah seharusnya melindungi hak-hak masyarakatnya.
"Alih-alih melakukan tindakan keras yang brutal, pihak berwenang seharusnya menghormati, memfasilitasi, dan melindungi hak-hak masyarakat untuk berkumpul secara damai dan bebas berekspresi," tuturnya.
Pemerintah Bersikap Sangat Berlebihan
Sementara itu, pada Minggu (31/8/2025) Presiden Prabowo Subianto mengatakan dalam konferensi persnya, ada gejala tindakan yang mengarah ke makar. Pernyataan ini pun menuai sorotan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan aksi demonstrasi yang dilabeli tuduhan makar, merupakan respons berlebihan. Pernyataan presiden dinilai tidak sensitif terhadap aspirasi masyarakat.
"Melabeli aksi demonstrasi masyarakat dengan tuduhan makar maupun terorisme sangatlah berlebihan, apalagi jika terus menerus disampaikan dengan narasi 'campur tangan asing' dan 'adu domba' saat masyarakat sedang berdemonstrasi menyuarakan aspirasi terkait kebijakan pemerintah yang bermasalah," papar Hamid.
Hamid menegaskan, aksi demonstrasi damai bukanlah tindakan makar atau terorisme. Negara tidak boleh menggunakan cara-cara yang melanggar HAM.
"Penegak hukum mempunyai wewenang untuk menindak setiap tindak pidana yang terjadi di lapangan namun perlu kami ingatkan juga agar segala tindakan yang diambil harus sesuai dengan prinsip proporsionalitas, nesesitas dan legalitas yang berlandaskan nilai-nilai HAM," lanjutnya.
Hamid menyayangkan adanya instruksi Presiden RI kepada Kapolri dan Panglima TNI mengenai langkah "tembak di tempat" kepada pengunjuk rasa yang dicap sebagai "anarkis".
Menurutnya, presiden seharusnya merespons tuntutan dari berbagai kelompok rakyat dengan perubahan kebijakan yang menyeluruh.
"Misalnya, membenahi kebijakan makan bergizi gratis, Danantara, Proyek Strategis Nasional hingga kebijakan tunjangan anggota parlemen yang dinilai tidak adil bagi rakyat," ujar Hamid.
"Negara juga seharusnya melakukan evaluasi serius atas pengamanan aksi demonstrasi sekaligus mengusut dan mengadili semua aparat keamanan yang bertanggung jawab atas penggunaan kekuatan berlebihan. Dari mulai pemukulan, penangkapan sewenang-wenang, sampai dan penggunaan kendaraan yang melindas Affan Kurniawan sampai tewas," pungkasnya.
(faz/nwk)