Benarkah Stres Bisa Buat Kepala Botak? Ini Kata Psikiater IPB University

ADVERTISEMENT

Benarkah Stres Bisa Buat Kepala Botak? Ini Kata Psikiater IPB University

Devita Savitri - detikEdu
Kamis, 21 Agu 2025 18:30 WIB
ilustrasi pria botak
Ilustrasi. Dosen IPB ungkap stres bisa picu kebotakan, begini katanya. Foto: Getty Images/iStockphoto/smartstock
Jakarta -

Psikiater sekaligus dosen Fakultas Kedokteran IPB University, Riati Sri Hartini membenarkan bila stres merupakan salah satu pemicu kebotakan pada manusia. Hal ini bisa terjadi bila stres terjadi secara berkepanjangan.

Fenomena stres berkepanjangan yang menyebabkan kebotakan ini dikenal dengan istilah alopecia areata. Alopecia areata merupakan penyakit autoimun yang terjadi ketika hormon stres, seperti kortisol mengganggu sistem kekebalan tubuh.

Peningkatan kortisol yang signifikan mampu membuat sistem kekebalan tubuh menyerang folikel rambut. Akibatnya pertumbuhan protein di folikel rambut bisa terhambat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Peningkatan kortisol akan mengurangi protein di folikel rambut dan memperpanjang fase istirahatnya. Pertumbuhannya akan terganggu dan siklus rambut tidak normal," tutur Riati dikutip dari laman IPB University, Kamis (21/8/2025).

ADVERTISEMENT

Tidak Semua Orang Mengalaminya

Meskipun ada kemungkinan stres bisa memicu kebotakan, Riati menyebut tidak semua orang mengalaminya. Ada faktor lain yang menyebabkan fenomena alopecia areata bisa terjadi.

"Faktor risiko tidak hanya stres saja. Jika faktor lain tidak ada, kerontokan belum tentu terjadi," jelasnya.

Fenomena alopecia areata bisa berdampak pada kesehatan mental penderitanya. Lantaran berdampak pada penampilan, banyak penderita penyakit autoimun ini mengalami penurunan rasa percaya diri, berimbas ke kecemasan, hingga menyebabkan depresi.

Riati menyebut alopecia areata bisa ditangani secara medis maupun psikologi. Secara medis, detikers dapat mengunjungi dokter kulit dan akan diberikan penangan obat kortikosteroid.

"Dalam bentuk suntikan, oles, atau oral, obat perangsang pertumbuhan rambut, imunomodulator, maupun JAK inhibitor untuk menyeimbangkan protein," urai Riati.

Sedangkan dalam sisi psikologis, penyakit ini bisa ditangani dengan pengelolaan stres melalui berbagai kegiatan. Contohnya penerapan gaya hidup sehat, relaksasi, yoga, dan meditasi.

Stres bukan hanya menyebabkan alopecia areata, tetapi ada perilaku psikologis lainnya, seperti perilaku mencabuti rambut sendiri atau trichotillomania. Ketika dua fenomena ini terjadi, Riati menyarankan untuk segera konsultasi dengan profesional.

"Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga fisik. Jika mengalami stres berat atau gejala kebotakan yang tidak biasa, segera cari bantuan profesional dan konsultasikan ke dokter," tandasnya.




(det/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads