Sedot Banyak Anggaran Pendidikan, Program MBG Sudah Tepat Sasaran? Ini Kata Pakar

ADVERTISEMENT

Sedot Banyak Anggaran Pendidikan, Program MBG Sudah Tepat Sasaran? Ini Kata Pakar

Fahri Zulfikar - detikEdu
Selasa, 19 Agu 2025 18:00 WIB
Beberapa surat cinta yang dikirimkan siswa kepada relawan MBG Malinau.
Foto: Istimewa/Respons siswa untuk relawan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang resmi diluncurkan pada Senin (4/8/2025) di Malinau, Kalimantan Utara.
Jakarta -

Pemerintah telah menganggarkan Rp 757,8 triliun untuk pendidikan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 44 persennya dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bagaimana dengan alokasi untuk guru dan sekolah?

Dalam Rancangan Anggaran Belanja dan Pengeluaran (RAPBN) 2026, MBG memakan Rp 335 triliun. Untuk sekolah-kampus mencapai Rp 150,1 triliun, sedangkan alokasi untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan hanya Rp 178,7 triliun.

Fokus anggaran pendidikan yang banyak disedot MBG pun menuai polemik. Salah satunya dikomentari oleh Pakar Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr R Agus Sartono, MBA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengkritisi, sejak awal program makan bergizi seharusnya dilakukan lewat mekanisme pembukaan lapangan kerja. Secara bergiliran, dengan dibukanya lapangan kerja, keluarga memiliki penghasilan yang bisa memberi makan yang bergizi kepada anak.

"Sejak awal menurut hemat saya memberi makan bergizi bisa dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja," katanya kepada detikEdu, saat dihubungi Selasa (19/8/2025).

ADVERTISEMENT

"Jadi MBG bisa secara tidak langsung dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja. Jika ortu dapat bekerja dan ada penghasilan maka pasti akan bisa memberikan makan bergizi," imbuhnya.

Prof Agus menjelaskan, negara maju bisa memberi makan gratis dengan mekanisme kantin sekolah. Namun di Indonesia, jika diterapkan dengan cara yang sama perlu puluhan ribu kantin yang harus dibangun.

Makan Bergizi Lebih Baik Jika Tepat Sasaran

Saat ini, pemerintah menargetkan MBG untuk 82,9 juta siswa. Total ada sekitar 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM tersebut, MBG akan jauh lebih baik jika tepat sasaran ke anak-anak dari keluarga tergolong miskin. Caranya, disatukan dengan program PKH (Program Keluarga Harapan) dari Kementerian Sosial dan KIP (Kartu Indonesia Pintar) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Kementerian Agama (Kemenag).

"Bukankah Kemdikbud (atau Kemendiktisaintek), Kemenag, Kemensos dan Kemen PMK sudah punya data tunggal terkait dengan keluarga miskin yang anak-anaknya di usia sekolah?" ujarnya.

"Jadi yang diintervensi adalah keluarga yang memang memerlukan. Itupun intervensinya melalui bantuan tunai lewat KIP atau PKH," lanjut Prof Agus.

Presiden Sangat Terbuka Terhadap Kritik?

Prof Agus menekankan, program MBG harus berani dievaluasi. Terutama perlu adanya intervensi pendanaan karena kemampuan setiap daerah terbatas.

Pemerintah juga dinilai, tidak perlu antikritik. Hal ini terutama berkaitan dengan maraknya makanan tak bergizi yang beredar di media sosial.

Menurut Prof Agus, anak-anak sekolah yang menyebarkan temuan kasus tidak perlu dipanggil oleh pihak sekolah. Pemerintah perlu menyadari bahwa masyarakat menggunakan media sosial hari ini, salah satunya sebagai 'media pengawas' atas kinerja pemerintah.

"Sekarang ini sering kita melihat di medsos terjadi makanan yang justru kurang bergizi. Kasihan juga anak-anak yang memberikan feedback lalu dipanggil," ungkapnya.

"Kalau memang ada kekurangan dan ingin program MBG diteruskan ya harus terbuka terhadap kritik. Bukankah Bapak Presiden sangat terbuka terhadap kritik? Jangan malah siswa dipanggil," tambah Prof Agus.

Berbagai kasus, ditemukan di sekolah-sekolah terkait dugaan keracunan makanan dari MBG dan adanya blatung. Baru-baru ini, siswa di SMK Negeri Tambakboyo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, menjelaskan adanya belatung di menu MBG lalu disebarkan di media sosial.

Sebelumnya, berbagai kasus keracunan menu MBG juga terjadi di sejumlah wilayah, mulai dari Sragen, Sleman, Cianjur, hingga di NTT.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads