Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani angkat bicara tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Ia menyoroti proporsi program Makan Bergizi Gratis (MB) yang hampir setengah dari anggaran pendidikan.
Lalu menyatakan pihaknya mengapresiasi kehadiran program MBG yang bertujuan untuk mengatasi masalah stunting dan gizi buruk di Indonesia. Program ini juga bisa mendukung siswa di Tanah Air bisa mendapatkan asupan nutrisi yang memadai.
Namun, dalam RAPBN bidang pendidikan 2026 proporsi MBG bisa dibilang 'memakan' hampir setengah dari total anggaran pendidikan, yakni sekitar 44,2%. Hal ini menurut Lalu akan menimbulkan pertanyaan baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proporsi yang hampir setengah dari total anggaran pendidikan untuk satu program saja tentu akan menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan dengan kebutuhan mendesak lainnya di sektor pendidikan," ucap Lalu kepada detikEdu dalam keterangan tertulis Sabtu (16/8/2025).
Untuk itu, Komisi X menekankan pentingnya keseimbangan dalam pengalokasian anggaran. Ia juga mendorong agar implementasi MBG dilakukan secara transparan.
"Kami menekankan pentingnya keseimbangan dalam pengalokasian anggaran. Komisi X mendorong pemerintah, agar MBG dilakukan secara transparan, efektif, dan terukur, sambil tetap menjaga kesimbangan prioritas pembangunan pendidikan secara menyeluruh," tegasnya.
Minta Program Inti Bidang Pendidikan Tetap terjamin
Lebih lanjut, Lalu mengingatkan agar pemerintah terus memastikan bila program-program inti bidang pendidikan tetap terjamin di tengah pengalokasian anggaran untuk MBG. Program inti yang dimaksud dalam hal ini, seperti peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru hingga digitalisasi pendidikan.
"Peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru, pemerataan akses pendidikan, penguatan sarana prasarana, serta digitalisasi pembelajaran, tidak boleh terabaikan," ungkap politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Permasalahan Guru Masih Jadi Tantangan
Terkait jumlah RAPBN pendidikan 2026 sebesar Rp 757,8 triliun, Lalu menyebut hal ini sudah memenuhi amanat UUD NRI Tahun 1945. Undang-Undang tersebut mewajibkan minimal 20% dari total RAPBN dialokasikan untuk pendidikan.
"Dengan proyeksi APBN 2026 sekitar Rp 3.800 triliun, maka besaran anggaran tersebut berada dalam kisaran 20%," jabarnya.
Dengan alokasi yang makin besar ini, menurutnya akan memberi ruang fiskal yang lebih luas untuk berbagai hal di bidang pendidikan. Termasuk dalam mengatasi isu kesejahteraan guru, yakni tunjangan profesi dan peningkatan kompetensi.
Walaupun begitu, ia menegaskan persoalan kesejahteraan guru di Indonesia tidak hanya menyangkut tentang besarannya anggaran. Tantangan terbesar yang dihadapi pendidikan Indonesia dalam hal guru adalah efektivitas implementasi anggaran ini.
"Namun, perlu disadari bahwa persoalan kesejahteraan guru di Indonesia tidak hanya menyangkut besaran anggaran saja, melainkan juga distribusi yang belum merata, masih adanya guru honorer dengan pendapatan minim, serta keterlambatan pencairan tunjangan di berbagai daerah," kata Lalu.
"Sehingga meskipun anggaran ini cukup secara nominal, tantangan terbesarnya tetap pada efektivitas implementasi agar benar-benar menjawab kebutuhan nyata guru di lapangan," sambungnya.
Berangkat dari hal itu, ia menegaskan pihaknya di Komisi X DPR RI akan memastikan transparansi perhitungan dan efektivitas pemanfaatannya. Sehingga, anggaran akan berdampak nyata pada peningkatan mutu pendidikan nasional.
"Komisi X DPR RI tetap akan memastikan transparansi perhitungan dan efektivitas pemanfaatannya agar tidak hanya terpenuhi secara angka, tetapi juga berdampak nyata pada peningkatan mutu pendidikan nasional," tandasnya.
(det/pal)