Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira Adhinegara beri pandangan terkait sebesar 44% alokasi Rancangan Anggaran Belanja Negara (RAPBN) bidang pendidikan ditujukan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bagaimana tanggapannya?
Diketahui dana penyelenggaraan MBG berasal dari efisiensi anggaran kementerian atau lembaga. Namun dengan alokasi ini, Bhima menyatakan porsi yang diambil MBG cukup besar dari sekedar efisiensi anggaran.
"MBG mengambil porsi yang cukup besar dari pos belanja lain bukan sekedar dari efisiensi anggaran," kata Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) itu kepada detikEdu, Sabtu (16/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara keseluruhan biaya MBG di RAPBN pendidikan adalah sebesar Rp 335 triliun, jumlah ini ikut disoroti Bhima. Menurutnya jumlah ini bahkan lebih besar dari alokasi anggaran kesehatan.
"Bahkan MBG jauh di atas anggaran kesehatan yang dialokasikan Rp 244 triliun. Begitu juga di pos pendidikan porsinya besar," sambungnya.
Imbas MBG 'Makan' Hampir Separuh RAPBN Pendidikan
Dengan 'memakan' hampir separuh RAPBN Pendidikan, lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu meyakini pasti akan ada imbasnya. Ia menyoroti kurangnya anggaran untuk peningkatan kesejahteraan guru dan peningkatan kualitas pendidikan.
"Imbasnya demi MBG, anggaran untuk peningkatan kesejahteraan guru, peningkatan kualitas pendidikan jadi di nomor duakan," katanya.
Lebih jauh, hal ini dapat mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan. MBG seharusnya sebagai pelengkap bukan pengganti dalam proses perbaikan SDM.
"Ini mengancam kualitas SDM ke depan, padahal MBG harusnya komplementer bukan substitusi perbaikan SDM," tegas alumni LPDP itu.
Anggaran MBG Besar Rawan Jadi Ladang Korupsi
Hingga saat ini, Bhima menyebut dampak MBG ke bidang ekonomi masyarakat di daerah masih kecil. Namun, berbagai penyimpangan hingga kasus keracunan menjadi tantangan besar yang harus diperhatikan pemerintah.
Bhima menyoroti penambahan anggaran MBG harus diimbangi dengan perbaikan tata kelolanya. Jika tidak, MBG sangat potensial untuk menjadi ladang korupsi.
"Kalau tata kelola tidak diperbaiki dulu tapi anggaran ditambah besar, maka ke depan MBG bisa jadi ladang korupsi," ujarnya.
Terkait tata kelola yang baik, Bhima menyarankan tiga saran, yaitu:
1. Pengawasan Berlapis
Perlu ada pengawasan berlapis dalam menggunakan pengadaan barang dan jasa. Pengadaan ini harus transparan, sehingga bisa mencegah terjadinya mark up atau penggelembungan harga total porsi MBG per penerima manfaat.
2. Portal Pelaporan
Masyarakat perlu disediakan portal pelaporan yang aktif, khususnya platform whistleblowing system. Portal pelaporan ini akan berguna untuk mengadukan temuan kasus korupsi dan keracunan.
3. Tidak Ada Parpol!
Tata kelola terakhir yang disarankan Bhima adalah tidak adanya keterlibatan partai politik (parpol). Terutama untuk perusahaan yang mengelola program MBG.
"Perusahaan yang terafiliasi dengan partai politik tidak boleh ikut-ikutan MBG," pungkasnya.
Sebagai informasi, rincian RAPBN Pendidikan 2026 disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Ia menyatakan total anggaran untuk pendidikan mencapai Rp 757,8 triliun.
Jumlah ini tersebar, untuk sekolah dan kampus anggaran mencapai Rp 150,1 triliun. Kemudian untuk siswa dan mahasiswa Rp 401,5 triliun dan untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan senilai Rp 178,7 triliun.
Sisanya, anggaran pendidikan dialokasikan untuk program MBG sebesar Rp 335 triliun mendapatkan porsi sekitar 44%. Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Prabowo menargetkan program ini akan menyasar 82,9 juta siswa, ibu hamil, dan balita. Ia berharap agar layanan gizi dapat dibangun di pelosok negeri.
(det/det)