Pengamat pendidikan Totok Amin Soefijanto beri pandangan terkait anggaran pendidikan di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Menurutnya kini pendidikan sudah masuk era spekulatif, apa itu?
Era spekulatif kata Totok terlihat dari kebijakan pemerintah yang bertumpu pada kecukupan gizi untuk mengatasi masalah pendidikan. "Disebut spekulatif karena pemerintah bertumpu pada kecukupan gizi untuk mengatasi masalah pendidikan," ujarnya kepada detikEdu dalam keterangan tertulis Sabtu (16/8/2025).
Menurutnya, Indonesia belum pernah mengalami intervensi nutrisi seperti yang ada di era Presiden Prabowo Subianto. Di negara lain, program seperti makan bergizi gratis (MBG) hanya menyasar ibu hamil sampai anak usia balita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"MBG (di Indonesia) uniknya menyasar anak sekolah yang sudah di atas balita," jabar Doktor bidang Pendidikan lulusan Boston University, Amerika Serikat itu.
Totok harap keberhasilan MBG yang diklaim Presiden Prabowo benar adanya, signifikan, dan berkelanjutan. Bukan hanya sebuah "novelty" atau kebaruan dengan hasil positif di awal saja.
"Kebijakan pendidikan yang baru biasanya menunjukkan "novelty" dengan hasil yang positif, tetapi harus dilihat apakah efek positif itu terus berlanjut peningkatannya," ucap Rektor Rektor Institut Media Digital Emtek (IMDE) itu.
Peningkatan Kualitas Pendidikan Harus Diutamakan
Lebih lanjut, Totok juga memberikan pendapat terkait anggaran program MBG yang lebih besar dibanding anggaran untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Perbedaan keduanya bahkan hampir setengah, di mana MBG sebesar Rp 335 triliun dan anggaran untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan sekitar Rp 178,7 triliun.
Ia menyatakan anggaran pemerintah pada dasarnya tidak harus zero sum game.
"Kalau ada yang besar, nanti ada yang dikurangi. Juga kalau MBG turun, maka nanti tunjangan guru naik. Bukan begitu," tuturnya.
Dari anggaran yang ada ini, ia mengingatkan agar pemerintah terus emperhatikan peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan ini tidak hanya ditentukan oleh MBG dan kesejahteraan guru.
"Tunjangan dan honor akan tetap ada, terlepas ada atau tidaknya MBG. Kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kecukupan gizi (MBG) dan kesejahteraan guru (tunjangan), tetapi juga kompetensi guru, pelatihan guru yang berkelanjutan, kurikulum, dan sarana prasarana," tandas Totok.
Sebagai informasi, rincian RAPBN Pendidikan 2026 disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Ia menyatakan total anggaran untuk pendidikan mencapai Rp 757,8 triliun.
Jumlah ini tersebar, untuk sekolah dan kampus anggaran mencapai Rp 150,1 triliun. Kemudian untuk siswa dan mahasiswa Rp 401,5 triliun dan untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan senilai Rp 178,7 triliun.
Sisanya, anggaran pendidikan dialokasikan untuk program MBG sebesar Rp 335 triliun mendapatkan porsi sekitar 44%.
(det/pal)