Noer Risky Ramadhani tiba di Jakarta pukul 05.30 WIB dari Thailand pada Sabtu (26/7/2025). Perempuan asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah ini mewakili 259 rekan-rekannya sesama penerima beasiswa pascasarjana dan pertukaran Erasmus+ tahun akademik 2025 untuk membuka kegiatan pra-keberangkatan ke luar negeri.
Kiky, begitu ia disapa, adalah salah satu dari 73 awardee beasiswa pascasarjana Erasmus Mundus Joint Master's (EMJM). Lolos seleksi program Master in Research and Innovation in Higher Education (MARIHE) Erasmus Mundus, ia akan menjalani studi dan mobilisasi di Austria, Finlandia, Jerman, Hungaria, Portugal, China, dan India.
Beasiswa Erasmus Mundus Joint Master adalah program magister (S2) terintegrasi yang digelar konsorsium institusi pendidikan tinggi dari berbagai negara di Eropa dan luar Eropa. Konsorsium adalah kelompok yang terdiri dari setidaknya 3 institusi pendidikan di 3 negara Eropa yang diseleksi oleh Komisi Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, penerima beasiswa EMJM dapat belajar minimal di 2 universitas di 2 negara selama studinya. Masa studi EMJM berlangsung 1-2 tahun, sesuai dengan kredit perkuliahan yang ditempuh.
Diterima Konsorsium MARIHE, Kiky akan menempuh studi S2 di University for Continuing Education Krems, Austria; Tampere University, Finlandia; The OsnabrΓΌck University of Applied Sciences (UASO), Jerman; EΓΆtvΓΆs LorΓ‘nd University, Budapest, Hungaria; University of Aveiro, Portugal; Beijing Normal University, India; dan Thapar Institute of Engineering and Technology (deemed to be University), India.
Bagaimana perjalanan Kiky meraih pendidikan di Eropa dengan beasiswa? Simak ceritanya di bawah ini.
Kuliah sambil Mengajar
Kiky semula menempuh perkuliahan di Program Studi Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sejak 2014.
Semasa kuliah, ia aktif di klub Saturday English Gathering, mengajar bahasa Inggris untuk mahasiswa Prodi Geografi dan Bahasa Inggris, hingga menerjemahkan dokumen resmi di Helpdesk Teknologi Informasi UMS.
Di tengah studi, ia meraih kesempatan sebagai mahasiswa pertukaran sekaligus pengajar magang bahasa Inggris di Khon Kaen University, Thailand pada 2017.
Sekembalinya dari Thailand, ia membimbing persiapan TOEFL bagi mahasiswa Prodi Ilmu Ekonomi di STIE Swasta Mandiri Surakarta pada 2018.
Pada tahun yang sama, ia juga lolos program pertukaran pelajar ke University of Glasgow, Skotlandia dan menjadi asisten pengajar internasional di Walailak University, Thailand.
Di sela-sela waktu berkutat dengan pengajaran bahasa Inggris, ia juga menjadi volunteer pada Asian Games dan Asian Para Games 2018.
Kiky juga aktif mencari peluang menajamkan kemampuan bahasa Inggris dan pengajarannya. Pada 2019, ia lolos sebagai peserta Empowering Southeast Asian Educators Workshop dari Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) di Malaysia.
Berbekal pengalaman dan kemampuannya, ia memperoleh beasiswa untuk lanjut studi di Khon Kaen University selama 2019-2021. Rampung studi, ia menyandang gelar Master of Education (MEd), Curriculum and Instruction.
Perjalanan ini mengantarkannya pada profesi dosen bahasa Inggris di Thailand, tepatnya di School of Liberal Arts, Mae Fah Luang University sejak 2022.
Persiapan Beasiswa Erasmus+
Kendati sudah menempuh pendidikan jenjang magister, harapan kuliah di Eropa dengan beasiswa tersimpan di kepalanya. Terlebih, Kiky sempat masuk reserve list atau daftar cadangan Erasmus+ pada 2019.
Beasiswa Erasmus+ sendiri memungkinkan calon mahasiswa kembali menempuh program Master (S2) kendati sudah mengantongi gelar Master. Catatannya, pendaftar bukan penerima beasiswa sejenis sebelumnya dan program Master yang dilamar lewat Erasmus+ dapat memperluas cakupan ilmu yang diperoleh.
Latihan IELTS jadi salah satu fokus Kiky pada percobaan kedua. Ia juga berupaya mengatur waktu untuk berlatih dan menyiapkan dana tes. Baginya, cukup menantang untuk persiapan IELTS lagi selang tes pertama ia jalani 6 tahun lalu.
Ia juga fokus pada perbaikan motivational letter dan esai agar memperbesar peluang lolos kuliah dengan beasiswa.
"Ada beberapa teman-teman saya juga yang mengecek esai saya, mengecek motivation letter saya, sehingga saya tahu, oh ternyata dulu kurangnya banyak sekali, sangat general. Sekarang lebih spesifik dan detail tentang program yang saya daftar," tuturnya di sela kegiatan pra-keberangkatan di Catur Dharma Hall, Menara Astra, Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (26/7/2025).
Pada tulisannya, Kiky menuangkan concern terkait pendidikan tinggi di Thailand dan Indonesia serta rencana inovasi atau riset untuk meresponsnya. Ia juga mengangkat isu ketidaksetaraan beban dan keterbatasan staf kampus di Thailand.
"MARIHE ini ada bagian institutional research, dia ada juga manajemen, ada leadership. Jadi untuk tesisnya nanti kita bisa milih mau jalur apa, ada learning and teaching, ada leadership and management. Jadi di tiap negara itu mereka punya spesialisasinya sendiri. Kalau saya, pilihnya learning and teaching," ucapnya.
"Program ini seperti gabungan beberapa prodi, jadi menurut saya akan bermanfaat untuk dipelajari lebih lanjut," imbuhnya.
Kiky menuturkan, ia berencana kembali ke UMS untuk mengabdi. Kampusnya berencana membuka peluang karier dosen usai ia memperoleh gelar PhD. Sementara waktu, ia juga ingin terjun ke PBB.
"PhD, lalu jadi dosen di Indonesia. Bagian ini cukup menantang," tuturnya.
(twu/nwk)