Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengkritik pembelajaran yang berorientasi pada nilai. Menurutnya, pembelajaran ini dapat melahirkan praktik percontekan.
"Akhirnya orientasi pembelajaran itu skor ada yang buatcontekan sekecil-kecilnya. Ini yang ahli," ujarnya dalam Seminar Nasional dan Sosialisasi ProgramDeeplearning yang disiarkan melalui Youtube tvmU Channel pada Senin (17/2/025).
Tindakan percontekan ini, menurutnya, bisa lahir dari pembelajaran berorientasi pencapaian. Pendekatan ini membuat pelajar didorong untuk lulus belajar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhirnya belajar itu isinya mengerjakan soal-soal. Bahkan dipastikan soal-soal itu yang keluar dalam ujian," jelasnya.
Pelajar jadi terdorong untuk mencari bocoran soal. Apabila sudah menghafal bocoran namun soal yang keluar di ujian berbeda, bukan tidak mungkin para pelajar akan mengeluh kepada pengajarnya.
"Mencari bocoran soal kemudian soalnya yang keluar itu beda. Apa yang terjadi? Pertama mungkin dosennya duu yang dimarah-marahi kok keluar yang lain. Atau kalau dosennya baik hati dibocorkan dulu," tuturnya.
"Akhirnya orientasi pembelajaran itu skor," imbuhnya.
Ia menegaskan jika ilmu harus tertanam pada diri setiap pelajar. Artinya, ilmu tidak hanya tertulis tetapi juga masuk di dalam hati.
"Ilmu itu harus tertanam kokoh dalam hati, tidak hanya yang tertulis tapi di dalam hati," ujarnya.
Kritisi Pembelajaran yang Kurang Mendalam
Selain pengajaran berorientasi nilai, Abdul Mu'ti juga mengekritik pembelajaran yang kurang mendalam. Sebagai contoh, ia menjeleaskan pelajaran matematika yang membuat pelajar hanya menghafal rumus.
Seorang siswa bisa menghafal rumus segitiga, tetapi ketika diberikan soal tidak bisa menjawab.
"Bahkan ketika kemudian diberi contoh bangunan-bangunan yang berbentuk segitiga itu tambah nggak ngerti lagi," imbuhnya.
Menurutnya, menghafal rumus tidak sama dengan memahami logika matematika.
"Dihafal rumus matematikanya bukan logika," ujarnya.
(nir/nwk)