Inovatif! Guru Besar ITS Ciptakan Antiradar dari Arang Bambu & Pasir Besi Lumajang

ADVERTISEMENT

Inovatif! Guru Besar ITS Ciptakan Antiradar dari Arang Bambu & Pasir Besi Lumajang

Cicin Yulianti - detikEdu
Rabu, 03 Apr 2024 12:00 WIB
Prof Mashuri
Prof Mashuri. Foto: Dok ITS
Jakarta -

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Mashuri SSi MSi menciptakan inovasi bahan antiradar yang terbuat dari pasir besi Lumajang dan arang bambu.

Teknologi antiradar ini dibuat untuk menyokong teknologi pertahanan dan keamanan nasional. Mashuri sebelumnya mendapati informasi soal pesawat asing yang tidak terdeteksi oleh sistem radar.

Pesawat tersebut melintasi Laut Jawa pada 2010. Menurutnya, kejadian tersebut dapat menjadi ancaman yang serius bagi pertahanan bangsa Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena saat itu informasi teknologi antiradar masih terbatas, kami bertekad untuk menginisiasi dan ikut meneliti bahan penyerap gelombang radar," ujarnya, dikutip dari laman ITS, Rabu (3/4/2024).

Proses Pembuatan Teknologi Antiradar

Lebih lanjut Mashuri mengajak tim Laboratorium Material Maju ITS untuk mengembangkan teknologi antiradar ini. Ia dan tim memanfatkan bahan-bahan yang ada di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Contohnya karbon mereka manfaatkan sebagai bahan penyerap gelombang radar. Kemudian, ia menggunakan pasir besi Lumajang dan arang bambu sebagai bahan membuat teknologi antiradar.

"Secara fisik, permukaan dari antiradar ini dibentuk dengan banyak sudut lancip sehingga gelombang elektromagnetik tidak dapat terpantulkan kembali," kata Mashuri.

Mashuri memakai pasir besi dari letusan Gunung Semeru lalu disintesis untuk mengekstrak serbuk magnetik yang ada dalam pasir tersebut. Sementara itu, arang bambu dikarbonisasi untuk menghasilkan serbuk reduced Graphene Oxide (rGO).

Untuk menguji tingkat penyerapan gelombang radar, Mashuri menggunakan Vector Network Analyzer. Setelah diukur, dua material tersebut dapat menyerap gelombang radar hingga -20 desibel (dB).

Besar angka tersebut menunjukkan daya serap gelombang radar sudah mencapai 99 persen. Namun, angka tersebut akan berbeda jika komposisi paduan antiradar dengan cat saat penerapan pada alat pertahanan tidak seimbang.

"Apabila antiradar ini ingin digunakan pada kapal, tentu harus dipastikan bahwa antiradar yang digunakan memiliki sifat anti korosi," jelasnya.

Tingkat penyerapan pun bisa berbeda karena adanya faktor lingkungan. Hal tersebut bisa merubah konsistensi daya serap gelombang radar.

Mashuri berharap teknologi buatannya bisa dilirik pemerintah. Menurutnya lebih cepat pengaplikasian, maka akan lebih baik sistem pertahanan nasional.

"Harapannya, kita mampu menguasai dan memiliki pemahaman yang sama dengan negara lain serta tidak hanya bergantung dari pihak luar," pungkasnya.




(cyu/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads