Baru-baru ini, ramai mengenai pencabutan penerima Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) secara mendadak oleh Pemprov DKI Jakarta. PJ Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menilai pencabutan KJMU itu karena menyesuaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Kalau memang mereka sesuai dengan persyaratan dan memenuhi syarat, itu kan ada mekanisme timbal balik, bisa dicek kembali ke dinas sosial lantas di sana ada musyawarah kelurahan," jelas Heru Budi dalam detikNews dikutip Rabu (13/3/2024).
"Yang penting pemda DKI memberikan bantuan ini ke tepat sasaran. Sehingga data dasarnya ada di DTKS," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak bisa hanya mengandalkan DTKS. Pasalnya, DTKS memiliki periode verifikasi dan validasi data yang bisa menyebabkan perubahan status penerima manfaat.
"Ketika mahasiswa tersebut keluar dari DTKS, tak bisa langsung disalahkan. Karena kondisi ekonomi keluarganya bisa saja masih dalam kategori tidak mampu," jelas Ledia dalam laman DPR.
DTKS Tak Selalu Mencerminkan Kondisi Ekonomi Sebenarnya
Ledia menilai jika perubahan status dalam DTKS tidak selalu mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya dari keluarga mahasiswa. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya Pemprov DKI Jakarta untuk merumuskan standard operational procedure (SOP) yang jelas terkait pemberian KJMU.
"Seharusnya ada nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang jelas mengenai batas waktu pemberian beasiswa ini. Mahasiswa berhak tahu dan tidak boleh dihentikan pemberiannya secara tiba-tiba tanpa penjelasan yang memadai," tegasnya.
Ledia mendorong Pemprov DKI Jakarta segera mengambil langkah konkret dalam memperbaiki mekanisme pemberian beasiswa KJMU. Untuk menyikapi persoalan ini, Ledia menyarankan untuk segera memperbaiki SOP terkait program KJMU.
"Kalau memang perjanjiannya adalah per tahun akan diperbaharui, dan jika mahasiswa tersebut tidak masuk DTKS maka bisa saja tidak mendapatkan beasiswa. Namun, harus ada penjelasan dan perjanjian yang jelas sejak awal," ujarnya.
Dengan adanya perbaikan SOP, ia berharap mahasiswa dapat memiliki kepastian hukum dan persiapan yang lebih baik dalam melanjutkan pendidikan.
(nir/nah)