Guru besar yang juga mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Akhmaloka, PhD mengemukakan kondisi SDM di Indonesia dan mengapa banyak pengangguran. Bidang lulusan perguruan tinggi dan jumlah bidang lapangan pekerjaan tidak cocok.
Hal ini dipaparkan Profesor Akhmaloka dalam Webinar Kontribusi ITB untuk Bangsa "Tantangan dan Peluang untuk Menuju Indonesia Emas" pada Rabu (17/1/2024) lalu yang ditayangkan via YouTuber Forum Guru Besar ITB.
Webinar itu juga dimuat dalam makalah "Kontribusi ITB untuk Bangsa: Tema: Tantangan dan Peluang untuk Menuju Indonesia Emas (Masukan ITB untuk Calon Presiden 2024), Topik: Energi, Carbon Capture, Pendidikan Tinggi, AI dan ICT, Ketahanan Pangan"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhmaloka memaparkan data bahwa pada tahun 2023, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak 4.481 perguruan tinggi (PT) dengan status akreditasi perguruan tinggi:
- 3,39% peringkat A/unggul
- 34,24% peringkat B/baik sekali
- 61,83% peringkat C/baik.
Bila perguruan tinggi berikut akreditasinya itu dirinci sesuai dengan pulau di Indonesia, begini kondisinya:
- Jawa: 2.178 PT, 77 PT terakreditasi A atau Unggul
- Sumatera: 1.117 PT, 9 PT terakreditasi A atau Unggul
- Kalimantan 269 PT, 3 terakreditasi A atau Unggul
- Sulawesi 491 PT, 6 terakreditasi A atau Unggul
- Bali-Nusa Tenggara: 236 PT, 3 terakreditasi A atau Unggul
- Maluku-Papua: 190 PT, 0 terakreditasi A atau Unggul
Jumlah total program studi saat ini berjumlah 29.831 dari data Stasstik Pendidikan Tinggi 2021 dengan rincian:
- 22,73% prodi MIPA, Teknik
- 13,87% prodi Kesehatan
- 20,73% prodi Pendidikan
- 42,67% prodi Pertanian, Sosial, Humaniora, Agama, Seni, Ekonomi
"Namun hanya 22,73 persen merupakan bidang teknik/enginering dan MIPA. Saya tidak mengatakan bahwa ilmu sosial/humaniora itu tidak penting, tetapi kebutuhan tenaga kerja untuk sains engineering termasuk pertanian 70 persen, sedangkan humaniora 30 persen," papar Akhmaloka dari YouTube Forum Guru Besar ITB, ditulis detikEdu, Selasa (23/1/2024).
![]() |
Ketimpangan ini, menurut Akhmaloka, membuat banyaknya lulusan perguruan tinggi menganggur. Karena lowongan pekerjaan banyak membutuhkan lulusan teknik-MIPA, sedangkan prodi tersebut di perguruan tinggi masih kurang dari 30%.
"Jadi antara jumlah prodi korespon dengan jumlah mahasiswa dengan jumlah kebutuhan kerja, itu kebalik. Sehingga kita selalu mengatakan banyak sarjana nganggur, karena yang dibutuhkan engineering. Yang ada pendidikan, mungkin jumlah guru, bukan tidak penting guru, sangat-sangat penting, tapi kebutuhan dan yang lulusannya tidak pas," paparnya.
Kondisi Kualifikasi SDM & Ekonomi Indonesia
Mantan rektor ITB ini memaparkan dari 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia per 2020; 70,72% di antaranya penduduk usia produktif. Dengan kualifikasi pendidikan:
- 62% lulusan SMP atau tidak sekolah termasuk belum pernah lulus SD pun lebih rendah
- 25% lulusan SMA
- 13% lulusan Perguruan Tinggi, termasuk D1-D2-D3-D4 dan S1-S2-S3.
"S3 aja kurang dari 40 ribu orang dari 270 juta itu. Hanya 13 persen dari angkatan kerja Indonesia saat ini telah mengenyam pendidikan tinggi," imbuhnya.
Tiap tahunnya, lulusan SMA yang tidak meneruskan ke pendidikan tinggi dan mencari kerja ada sekitar 4 juta.
"Jadi bisa sampai 12 juta orang tiap tahun nyari kerja. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka saja 7,96 juta per Februari 2023," jelas dia.
Di sisi lain, imbuh dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia PDB 4-5%, per 2022 pertumbuhan 5,31% dan pernah turun minus 2% saat COVID 2020. Kondisi ekspor Indonesia per 2022 mencapai USD 291,94 miliar dan impor USD 237,45 miliar.
"Apakah cukup menjadikan Indonesia negara maju? Konon kalo cuma 5 persen akan masuk ke middle income trap, kalo pertumbuhan ekonominya 7 persen baru bisa lepas dari itu. Ekspor masih didominasi produk dengan nilai tambah rendah. Kebutuhan impor terutama untuk barang modal, alat kesehatan termasuk obat-obatan dan bahan pokok," paparnya.
Jalan Panjang Menuju Indonesia Emas 2045
![]() |
Melihat kondisi Indonesia saat ini, jalan panjang menuju Indonesia Emas, menurut Akhmaloka, masih jauh dari gapaian. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang direfleksikan oleh tingkat pendidikan usia produktif, sudah pasti menyulitkan Indonesia untuk melakukan lompatan. Hanya 13% dari angkatan kerja Indonesia saat ini telah mengenyam pendidikan tinggi.
Dalam hal ini, pendidikan adalah tulang punggung untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh guna mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun, pada kenyataannya, pendidikan yang menjadi tulang punggung untuk menghasilkan sumber daya manusia tangguh di Indonesia maju jauh dari cukup dari segi kualitas.
"Kondisi pendidikan tinggi Indonesia saat ini selain ditandai oleh sebaran perguruan tinggi yang jauh dari merata, juga terjadi disparitas kualitas perguruan tinggi. Perguruan tinggi banyak 3 ribu sampai 4 ribuan. Tapi persebarannya tidak merata. Di Jawa sendiri ada dua ribuan. Kualitasnya juga sangat tidak merata," tuturnya.
(nwk/erd)