Musim kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah tiba. Tiga pasangan capres-cawapres memiliki gaya masing-masing dalam melakukan kampanye mulai dari cara politis hingga menghibur.
Seperti yang dilakukan oleh pasangan nomor urut 1 (Anies-Cak Imin) yang pernah nonton bareng One Piece. Sementara pasangan nomor urut 2 (Prabowo-Gibran) ikonik dengan joget gemoy-nya dan pasangan nomor urut 3 (Ganjar-Mahfud) dengan salam hunger games-nya.
Atas fenomena bentuk kampanye tersebut, dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan menyampaikan pendapatnya terkait strategi yang dilakukan tiga pasangan calon presiden tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berpendapat cara-cara tersebut dilakukan untuk membentuk citra lewat konten media sosial. Ia pun menyebut ada beberapa pihak yang cenderung sinis terhadap gaya kampanye seperti itu karena terkesan miskin gagasan dan cenderung mereduksi nalar kritis.
Komentar masyarakat yang menyebut demikian menurut Radius sangat berdasar dan mempunyai argumennya masing-masing. Namun, Radius meluruskan bahwa tidak semua bentuk kampanye lewat budaya populer berkonteks dangkal.
"Tetapi hal tersebut bukan berarti menggeneralisir bahwa budaya populer (pop culture) yang terkait dengan politik itu selalu dangkal dan tidak punya makna," ujar Radius, dikutip dari laman UM Surabaya, Rabu (13/12/2023).
Konten Kampanye bagi Generasi Milenial-Z
Pemilihan cara kampanye tersebut memang didasari oleh calon pemilih yang didominasi oleh generasi milenial dan Z (gen Z). Menurut data Daftar Pemilih Tetap (DPT), jumlah pemilih generasi milenial mencapai 66.822.389 (33,60% dari total calon pemilih).
Sedangkan pemilih yang termasuk generasi Z sebanyak 46.800.161 (22,85% dari total calon pemilih). Dengan begitu, calon pemilih dari dua generasi tersebut berjumlah sekitar 56,45%.
Menurut Radius, topik yang erat dengan kondisi milenial dan gen Z saat ini antara lain soal kesehatan mental, keseimbangan ekologi dan pesan anti korupsi.
Selain memperhatikan isu yang hangat, cara kampanye yang menyasar gen Z pun haruslah kreatif. Radius menuturkan konten bisa dibungkus secara ringan, lucu, dan berkaitan dengan kehidupan gen Z.
"Dua generasi ini dikenal melek teknologi dan media sosial, terutama Gen Z yang tumbuh dengan akses internet dan teknologi digital sejak usia muda. Fakta itulah yang menyebabkan suara Gen Z dan milenial diperebutkan oleh capres cawapres di Pilpres 2024 ini," menurutnya.
Mengedepankan Substansi
Radius berpesan kepada para timses untuk mengemas cara kampanye yang mengedepankan substansi meski dibungkus dengan cara lucu dan ringan. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak terkesan hanya gimmick belaka.
"Tidak semua yang receh, lucu, dan menggembirakan itu tidak mempunyai pesan atau gagasan. Anak muda yang suka dengan tarian, nyanyian, dan hiburan popular lain sangat mungkin menyimpan pesan yang substantif dan kritis. Tarian ketika didesain untuk merespons isu aktual, pasti mempunyai pesan edukatif, termasuk nyanyian dan hal sejenis." tambahnya.
(cyu/nwy)