Pendidikan merupakan salah satu penentu kualitas hidup manusia. Akses pendidikan sudah seharusnya terbuka bagi seluruh kalangan, pun kelompok penyandang disabilitas.
Namun, permasalahan tidak hanya berhenti ketika akses tersebut terbuka lebar. Menurut sebuah studi di Inggris, bentuk dukungan terhadap penyandang disabilitas justru cenderung membingungkan, ada beban administratif, dan kurangnya pelatihan bagi supervisor.
Alhasil, kondisi tersebut bisa menghambat pengalaman belajar mahasiswa PhD penyandang disabilitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi terhadap Mahasiswa Doktoral Penyandang Disabilitas
Studi yang dilakukan oleh Disabled Students UK, Pete Quinn Consulting, dan Oxford Interdisciplinary Bioscience Doctoral Training Partnership melakukan survei pada mahasiswa penyandang disabilitas pasca sarjana yang tengah menempuh pendidikan PhD.
Sebanyak 192 mahasiswa, yang menjadi responden survei sebagian besar mempelajari ilmu pengetahuan alam. Seperempat dari mereka melakukan studi di Universitas Oxford dan sisanya di 45 universitas lainnya.
Berdasarkan survei tersebut, hanya 33 persen mahasiswa yang telah merasa menerima dukungan yang mereka perlukan agar setara dengan mahasiswa lainnya.
Sementara mahasiswa yang tidak mendapat dukungan merasakan dampak negatif bagi kesehatan fisik dan mental mereka.
Dilansir dari laman Times Higher Education, hampir 9 dari 10 responden survei mengatakan gelar doktor mereka berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka, dan 7 dari 10 menyebutkan dampak buruk pada fisik mereka.
"Hal ini memprihatinkan mengingat tugas siswa penyandang disabilitas adalah memberikan semua penyesuaian yang wajar untuk menghilangkan kerugian besar yang mereka hadapi," tulis peneliti dalam laporan studi.
Individualisme Studi PhD Memunculkan Kesalahpahaman
Meskipun sebagian besar universitas telah mempunyai departemen dan staf yang khusus untuk menangani penyandang disabilitas, tetapi masih banyak mahasiswa yang tidak tahu bagaimana mengakses layanan tersebut.
Dari laporan studi diketahui hampir 43 persen mahasiswa PhD tidak tahu ke mana mereka harus pergi untuk mengakses dukungan tersebut.
Menurut Quinn, sifat individualisme dari studi PhD memungkinkan terjadi banyak kesalahpahaman di antara staf perguruan tinggi.
Peneliti menambahkan bahwa banyak mahasiswa yang menyuarakan rasa frustrasi mereka karena mendapat dukungan perkuliahan atau ujian yang tidak relevan dengan tingkat studi mereka.
"Sebuah sistem yang bekerja dengan baik di lingkungan pengajaran tidak akan bekerja dengan baik di lingkungan penelitian," tulis Pete Quinn.
Dalam lima tahun terakhir, jumlah mahasiswa PhD penyandang disabilitas meningkat hingga 50 persen.
Angka tersebut perlu mendapat perhatian besar karena status mahasiswa tersebut berada di antara mahasiswa dan anggota staf serta gabungan berbagai lembaga. Hal ini akan semakin menambah kebingungan mahasiswa.
Kurangnya Dukungan Tunjangan dan Supervisor
Keprihatinan lainnya muncul ketika banyak laporan mahasiswa yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima Tunjangan Siswa Penyandang Disabilitas (Disabled Students Allowance disebut DSA).
Padahal tunjangan senilai 26,291 poundsterling (sekitar Rp 505 juta) per tahun ini berguna untuk menutup biaya studi.
Mahasiswa sebetulnya bisa mengakses dukungan tersebut dengan mengajukan permohonan melalui penyandang dana. Namun, kurangnya pengetahuan kelembagaan berdampak pada beberapa mahasiswa.
Laporan tersebut menuliskan, "Karena setiap anggota staf bersikeras bahwa orang lainlah yang bertanggung jawab, atau mereka tidak tahu dukungan apa yang bisa diberikan."
Peserta survei mengidentifikasi departemen yang kekurangan dana sebagai faktor kunci mengapa dukungan tersebut terkadang kurang. Hal ini diketahui dengan adanya masalah penundaan, dokumen hilang atau kebutuhan dicatat secara tidak benar, dan staf yang tidak menanggapi email.
Meskipun banyak mahasiswa yang melaporkan pengalaman positif dengan supervisor mereka, tetapi sebanyak 38 persen merasa supervisor memiliki perlengkapan yang memadai namun kurang pelatihan.
Melalui laporan tersebut, sejumlah langkah dapat diambil oleh universitas dan badan pendanaan dengan adanya pertimbangan dalam pembuatan kebijakan mereka.
Langkah untuk memberikan dukungan yang lebih baik kepada mahasiswa PhD penyandang disabilitas, dapat dilakukan dengan mengurangi beban administratif atau klasifikasi yang lebih jelas badan mana yang bertanggung jawab atas dukungan apa.
Di sisi lain, perlu juga adanya peningkatan sumber daya untuk staf dan departemen akademik dalam upaya memperkuat hubungan pengawasan bagi mahasiswa doktoral penyandang disabilitas.
(faz/faz)