Pakar UMKM dan Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Hempri Suyatna menyebut bahwa kebijakan soal larangan e-commerce sebagai marketplace di Indonesia termasuk baik.
Hempri mengatakan, kebijakan tersebut bermanfaat dalam melindungi produk-produk UMKM Indonesia dari banyaknya produk impor yang masuk.
"Artinya, jika produk impor tidak diatur atau dikelola dengan baik dikhawatirkan bisa membanjiri Indonesia. Pada akhirnya hal itu bisa menjadikan produk-produk lokal kita tergusur," katanya, dikutip dari laman UGM, Minggu (1/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui sebelumnya Kementerian Perdagangan mengeluarkan aturan resmi terkait larangan social e-commerce yakni TikTok Shop sebagai wadah berjualan di Indonesia. TikTok saat ini hanya diperbolehkan sebagai media untuk promosi atau beriklan saja.
Ketentuan itu tertuang dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang merupakan hasil revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Perlunya Perkuatan Program E-Commerce
Hempri menekankan, pemerintah perlu memperkuat program e-commerce marketplace selain mengeluarkan larangan social e-commerce sebagai marketplace. Menurut Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (Sodec) Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM ini, pemerintah pun perlu membina marketplace baik yang dikelola daerah maupun swasta.
"Pemerintah bisa membina marketplace tersebut dan meningkatkan standar kualitas UMKM agar layak tampil di marketplace," ucapnya.
Upaya tersebut, diharapkan Hempri dapat menjadi cara dalam memproteksi UMKM dari persaingan barang-barang impor yang ramai masuk Indonesia. Dengan begitu, kualitas UMKM akan memiliki daya saing yang tinggi dan pengelolaan marketplace bisa lebih baik lagi.
"Gerakan bela beli produk dalam negeri menjadi hal yang juga bisa dikembangkan," kata Hempri.
Dalam memperkuat program e-commerce, pemerintah juga perlu untuk menyusun regulasi khusus yang lebih detail tentang tata kelola berjualan di social e-commerce. Hal tersebut bisa dilakukan mulai dari perlindungan konsumen, perlindungan UMKM, dan lainnya.
"Salah satu yang dikhawatirkan dari social e-commerce itu kan rawan penipuan dan rawan peredaran barang-barang ilegal. Nah, hal ini yang harus diantisipasi dengan aturan-aturan yang lebih detail," pungkasnya.
(cyu/nwy)