Senioritas merupakan sikap & perilaku sewenang-wenang dari mahasiswa yang lebih tua di kampus kepada mahasiswa baru (maba). Senioritas kerap mengarah kepada tindakan yang negatif sehingga menjadi momok bagi maba.
Senioritas di kampus bisa dijumpai sejak awal-awal mahasiswa baru melakukan orientasi pengenalan kampus atau yang kini disebut PKKMB. Meski tak semua ada, namun senioritas antar mahasiswa lama dan baru masih bisa ditemukan.
Tradisi buruk ini diketahui telah ada sejak era ospek zaman kolonial. Kala itu, STOVIA yang merupakan sekolah kedokteran, sudah menyelenggarakan ospek sejak tahun 1898 hingga 1927, sebagaimana dikutip dari aman resmi Kemdikbud RI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, kegiatan ospek menjadi ajang perpeloncoan senior kepada juniornya. Metode perpeloncoan ini diceritakan oleh Jacob Samallo dalam memoar "Kenangan dari Kehidupan Siswa STOVIA 25 Tahun Lalu" pada buku "Perkembangan Pendidikan Kedokteran di Weltevreden 1851-1926" yang mengisahkan bahwa para murid baru harus memanggil seniornya dengan sebutan "Tuan".
Parahnya lagi, junior pada saat itu sudah disuruh untuk mengelap sepatu, mengatur dipan, mengisi lampu dan terkadang menjadi kurir dari para senior.
Beberapa rekan senior juga meminta para junior untuk membayarkan makanan yang sudah mereka pesan. Pada zaman itu, para siswa baru STOVIA diperlakukan seperti militer.
Ospek Dihilangkan
Seiring waktu, budaya kolonial itu akhirnya ditiadakan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat aturan pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa ospek ditiadakan dan diganti dengan pengenalan lingkungan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.18 Tahun 2016 menyebutkan bahwa orientasi studi dan pengenalan kampus sudah tidak digunakan lagi melainkan sekarang diganti dengan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru atau PKKMB.
PKKMB memiliki tujuan untuk memperkenalkan dan mempersiapkan mahasiswa baru dalam proses transisi menjadi mahasiswa yang dewasa dan mandiri.
Selain itu, juga bertujuan mempercepat proses adaptasi mahasiswa dengan lingkungan yang baru dan memberikan bekal untuk keberhasilannya menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Relasi Senior-Junior yang Positif
Menurut dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Muhammad Danu Winata, S.Sos, M.A., M.Si (Han), ada beberapa catatan relasi maba dan senior di kampus yang perlu dikoreksi dan diperbaiki.
Pertama, ada tradisi kultus senior di mana ada senior yang ingin dikultuskan atau dihormati secara lebih oleh juniornya. Kedua, otoriterisme atau merasa memiliki power di kampus sehingga cenderung memerintah atau menyuruh.
Ketiga, kata-kata atau ungkapan senior yang kerap menggunakan diksi untuk menunjukkan senioritasnya.
"Memang tidak semua senior otoriter, ingin didewakan dan mempelonco juniornya. Namun, di kampus masih ada yang begitu. Pun doktrinasi kontraproduktif yang mengarah ke hal-hal negatif. Itu semua harusnya ditinggalkan," ucap Danu dikutip dari laman resmi Unesa.
Oleh karena itu, Danu yang juga sebagai pembina organisasi mahasiswa itu memberikan beberapa kiat membangun relasi positif dan produktif antara maba dan seniornya di kampus.
1. Respect atau Saling Menghormati
Danu menjelaskan bahwa junior dan senior adalah setara dalam hal sebagai pembelajar di kampus. Jadi, tidak ada relasi kuasa yang ada di antara keduanya.
Praktik gaya militer sangat tidak patut digunakan karena lingkungan akademik berfokus kepada nalar berpikir dan wawasan pengetahuan.
"Yang ditunjukkan dalam relasi ialah respect satu sama lain," kata Danu.
2. Egaliter atau Setara
Prinsip ini harus ditanam dan dipahami baik-baik, sebab status mahasiswa sama saja, baik itu yang maba atau yang lama. Keduanya sama-sama tak lebih dari seorang mahasiswa yang haus untuk belajar.
3. Saling Melengkapi
Jika dipahami dengan baik, maba dan senior seharusnya bisa saling melengkapi atau berkolaborasi. Dengan pengalaman yang dimiliki, mahasiswa lama bisa memberi arahan dan saling bertukar informasi dengan maba.
"Sudah tidak ada lagi istilah senior lebih paham atau paling benar di semua hal, karena ilmu pengetahuan atau skill mudah didapatkan. Sudah banyak bukti, mahasiswa antar angkatan seling kolaborasi menghasilkan karya dan inovasi yang lolos pendanaan pusat (kementerian)," terangnya.
4. Teman Sharing
Dalam pertemanan di kampus, setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga bisa saling membantu dan berbagi satu sama lain.
Seperti tentang bagaimana agar dapat proyek pendanaan kampus dan pusat, cara menang kompetisi atau lomba tingkat regional-internasional dan sebagainya untuk kesuksesan masing-masing.
5. Diskursus
Karena kampus adalah lingkungan akademis maka maba dan senior harus terbiasa dalam obrolan yang mengarah ke diskusi.
Sebaiknya forum-forum diskusi ini tidak berisi doktrin-doktrin, tetapi lebih ke diskursus yang menumbuhkan ide dan gagasan kreatif antar-mahasiswa; lama maupun baru.
"Selain itu, juga perlu mengedepankan hal-hal yang sifatnya dialogis dan transfer knowledge," tutur dosen Ilmu Komunikasi Unesa tersebut.
(faz/pal)