Sahruni Indramara menjadi wisudawan termuda periode 18 Universitas Brawijaya (UB). Namun, tak hanya itu saja yang menarik. Cerita di balik tugas akhir Sahruni juga menarik untuk diketahui.
Perempuan yang menyelesaikan studi pada usia 20 tahun ini meneliti ekstrak cabai hijau dalam tugas akhirnya. Guna menyelesaikannya, saat weekend Sabtu dan Minggu pun dia tetap berangkat untuk riset.
"Bahkan hari Sabtu dan Minggu tetap berangkat untuk penelitian, kadang hingga jam delapan malam", ungkap Sahruni, dikutip dari rilis berita laman UB, Rabu (2/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sahruni lulus sebagai sarjana bioteknologi dalam waktu yang lebih cepat. Mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Bioteknologi UB angkatan 2019 itu menuntaskan studi dalam waktu 3 tahun 6 bulan.
Tertarik Teknologi Edible Coating
Sahruni yang meriset ekstrak cabai hijau ini tertarik dengan teknologi edible coating sejak menjadi peserta Program Permata Pangan pada 2021 lalu. Program ini berada dalam mata kuliah fisiologi dan teknologi pascapanen.
"Tema edible coating ini pernah disinggung dalam mata kuliah dan peluangnya sangat besar. Termasuk sebagai teknologi baru dalam proses pengawetan buah, sayur, atau produk hewani di Indonesia," kata dia.
Pada Maret 2022, dia memperoleh peluang untuk bergabung dalam proyek penelitian dosen yang juga membahas mengenai edible coating dengan penambahan antimikroba.
"Nah, zat antimikroba ini bisa didapat dari ekstrak tanaman, salah satunya adalah rawit hijau", jelasnya.
Tiga Bulan untuk Tugas Akhir
Gadis kelahiran Maluku Tengah ini menghabiskan waktu selama tiga bulan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Dia mengaku, terkadang riset hingga jam delapan malam.
Sahruni membagi proses pembuatan edible coating ke dalam tiga tahap, yaitu pembuatan ekstrak cabai, pembuatan larutan edible coating, dan aplikasinya pada produk pertanian.
Sahruni menggunakan stroberi dan pisang sebagai bahan uji coba dan menggunakan metode teknik celup.
"Buah ini kemudian dianalisis fisiknya selama 10 hari, di suhu ruang dan lemari pendingin," sebutnya.
Menurutnya, pelapis tersebut terdiri atas tiga bagian, yakni matriks yang terdiri atas gelatin dan kitosan dari ekstrak kulit udang, plasticizer dari gliserol, dan agen tambahan. Dia menggunakan agen tambahan dari ekstrak cabai sebagai agen antimikroba, sehingga masa penyimpanannya bisa lebih panjang dari yang awalnya 4 hari jadi 8 hari.
"Larutan ini dapat diaplikasikan pada produk nonbuah, seperti sayur atau produk hewani," ungkapnya.
Sahruni menjelaskan, pemakaian ekstrak cabai rawit hijau memiliki kunci keunikan tersendiri. Melalui pengujian yang dilakukannya, ada gelembung udara yang dihasilkan dari penambahan cabai.
"Ini dapat meningkatkan masa simpan buah ketika diberi lapisan larutan ini," ujarnya.
Sahruni mengaku dia tertarik dengan seluk beluk dunia molekuler dan penelitiannya sampai sekarang.
Hal-hal Menarik Selama Kuliah
Selain sibuk kuliah, Sahruni mempunyai usaha buket bunga yang masih aktif memproduksi dan dikembangkan. Dia juga aktif dalam organisasi KM Plat R Malang, yakni komunitas mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari eks Karesidenan Banyumas.
Menurut Sahruni, hal paling menarik selama kuliah adalah bertemu dengan orang-orang baru.
"Saya suka bertemu dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda, dari gaya, sikap, cara bicara dan lainnya. Selain itu, saya juga menyukai tantangan. Ketika ada peluang, kenapa tidak diambil?" terangnya.
Meski menjadi lulusan termuda, Sahruni mengaku tidak pernah terlintas dalam benaknya mengenai hal ini. Dia lulus dengan IPK 3,65.
"Tidak pernah terlintas dalam benak saya bisa menyelesaikan studi di usia 20 tahun dan dalam waktu 3 tahun 6 bulan. Bukan perjalanan yang singkat, namun memberikan pengalaman baru setiap harinya," ungkap gadis yang bercita-cita membuka usaha ini.
(nah/twu)