Kehidupan adalah rahasia Ilahi yang hanya bisa dihadapi manusia. Begitu pula yang dirasakan oleh mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM) 2023/2024 ini.
Ia adalah Yubita Hida Aprilia. Pada 15 September 2017 lalu, Yubita menjalani operasi amputasi kaki sebelah kanan di RS Ortopedi, Solo Jawa Tengah.
Tindakan ini merupakan pilihan terakhirnya agar bisa terus berjuang melawan penyakit tumor tulang. Tumor di tubuh Yubita terdeteksi menyebar dari telapak kaki hingga betis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak saat itu, hidupnya tak sama lagi, terlebih dengan kejadian selanjutnya yang datang silih berganti. Begini kisahnya, dikutip detikedu dari laman resmi UGM, Rabu (2/8/2023).
Ayah Meninggal, Anak Gap Year
Yubita mengalami tumor tulang menjelang kelulusan dari SD Negeri 2 Termas hingga memutuskan operasi di kelas VIII.
Pasca operasi, siswa SMP Negeri 1 Karangrayung itu harus beraktivitas dengan kruk (penyangga kaki). Kondisi ini membuatnya terpaksa membatasi banyak kegiatan di sekolah. Bahkan ketika menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Karangrayung, Yubita harus melepaskan impiannya karena keadaan.
Semula, diketahui Yubita ingin menjadi dokter. Namun, dengan banyaknya praktek lapangan yang mengharuskan keleluasaan gerak, ia mengurungkan niat tersebut.
Ujian kehidupan kembali datang kepada Yubita ketika lulus dari SMA. Ayah tercinta, Tarli, meninggal dunia karena sakit paru-paru. Ujian ini mengharuskannya mengambil langkah jeda pendidikan (gap year) untuk melanjutkan mimpinya.
"Ayah meninggal hampir bersamaan saat kelulusan SMA. Makanya saat lulus dari SMA Negeri 1 Karangrayung sempat gap year," aku Yubita saat ditemui tim UGM di kediamannya di Desa Termas, Kecamatan Karangrayung, Grobogan Purwodadi, Jawa Tengah.
Hari-harinya semakin berat, terutama saat melihat ibunya harus menanggung hidup keluarga. Juwariyah, sang ibu, bekerja sebagai buruh paruh waktu di pemotongan ayam Pasar Godong Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah.
Menjadi anak tengah, Yubita memiliki seorang kakak, Yuli Nur Hidayah yang sudah berkeluarga. Namun, kondisi perekonomian membuatnya belum bisa banyak membantu.
Sementara adiknya, Setyo Budi Utomo, masih duduk di kelas 3 SD Negeri Termas. Karena keadaan itu, Yubita tak tega menyampaikan keinginannya pada ibu untuk mengikuti bimbingan belajar. Terlebih, lokasinya juga jauh dari rumah.
Meski tak mudah, seiring berjalannya waktu, Yubita mulai berdamai dengan situasi pascaoperasi. Ia mulai menyiapkan berbagai strategi untuk mengejar ketertinggalannya.
Kiat Yubita untuk Kuliah di UGM
Karena tak bisa mengikuti bimbel, Yubita selalu konsisten dengan pola belajar andalannya sendiri. Ia rutin belajar setiap hari dari jam 3 dini hari hingga subuh.
Dengan keinginannya berjuang, Yubita mencoba menyampaikan niat untuk dibelikan buku latihan soal. Sedangkan pengajaran dilakukan secara otodidak melalui YouTube.
"Beraninya paling bilang minta dibelikan buku-buku latihan soal dan paket try out. Kalau ada kesulitan-kesulitan sesekali buka YouTube," ungkapnya.
Di balik kesulitan yang dihadapi, Yubita bersyukur karena tetap mendapatkan perlakuan baik dari keluarga dan teman-temannya. Bahkan saat SMA ia juga dibantu jemputan dari teman yang juga masih saudaranya.
Jadi Maba S1 Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UGM
Kini, berbagai kesulitan yang dilaluinya berbuah manis. Yubita berhasil diterima menjadi mahasiswa baru (maba) UGM di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya. Ia berhasil menembus jalur SNBT dengan skema pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) 0 alias gratis.
Dara kelahiran Grobogan 23 April 2004 itu kini tengah menjalani Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) di kampus UGM. Ia mengaku sangat senang bisa kuliah di UGM, perguruan tinggi yang ia impikan semenjak duduk di bangku SMP Negeri 1 Karangrayung.
Ketika ditanya mengapa Sastra, alasan utamanya adalah prodi ini menurutnya bisa mendukung fisik dan keadaannya saat ini. Di samping itu, ia juga pengagum sastrawan Pramoedya Ananta Toer, Kahlil Gibran, dan Rendra.
"Kenapa Sastra, ya berharap saja kuliah lapangannya tidak terlalu banyak," kata Yubita.
Keberhasilan ini juga tentu membawa kebahagiaan bagi Juwariyah, ibu Yubita. Ia mengaku senang karena yang diinginkan sang anak terkabul. Namun, ada rasa sedih karena suaminya tidak melihat kebahagiaan Yubita ketika masuk kuliah di UGM.
"Nggihbersyukur saja, sedihnya bapaknya tidak bisa nyawang Yubita kuliah menjadi mahasiswa baru UGM," ungkapnya berkaca-kaca.
Nah itulah kisah Yubita yang berdamai dengan keadaan dan berjuang untuk kuliah di UGM. Semoga kisah ini menginspirasimu ya detikers!
(twu/twu)