Dr Vivi Yulaswati MSc, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas menjelaskan polusi udara menjadi penyebab penyakit dan kematian dini terbesar di dunia. Hal itu disampaikannya berdasarkan data terbaru dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Tak hanya polusi udara, Vivi mengatakan saat ini manusia dan Bumi tengah menghadapi krisis bernama Triple Planetary Crisis. Apakah itu? Berikut penjelasan selengkapnya.
Triple Planetary Crisis
Triple Planetary Crisis atau Krisis tiga planet mengacu pada tiga masalah utama yang saling terkait dan saat ini dihadapi umat manusia yaitu perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ketiganya memiliki sebab dan akibat sendiri yang berdampak dengan masa depan Bumi dan manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan Iklim
Perubahan iklim menjadi masalah paling mendesak yang dihadapi umat manusia saat ini. Hal ini mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca jangka panjang yang sepenuhnya berkaitan dengan ekosistem kehidupan manusia.
Penyebab utama perubahan iklim sayangnya adalah aktivitas manusia. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia melepaskan emisi yang menyebabkan perubahan iklim seperti penggunaan energi industri, bangunan, pertanian, dan transportasi.
"Menurut data UNFCCC, hingga 2100 itu terestimasi 75% populasi di Bumi akan terdampak sampai kehilangan jiwa karena perubahan iklim," ungkap Vivi dalam acara Pengumuman dan Pemberian Anugerah UI GreenCityMetric 2023 di Balai Sidang UI Kampus Depok, Selasa (1/8/2023).
Polusi Udara
Penyebab kedua Triple Planetary Crisis adalah polusi udara yang disebut menjadi penyebab penyakit dan kematian dini terbesar di dunia. Dikutip dari laman UNFCCC, setidaknya 73 juta orang meninggal setiap tahunnya karena polusi.
Sedangkan 9 dari 10 orang di seluruh dunia menghirup udara yang mengandung tingkat polutan yang melebihi pedoman WHO. Penyebab dari polusi seperti lalu lintas, pabrik, kebakaran hutan, polusi udara rumah tangga.
Bahkan polusi udara rumah tangga dalam ruangan dari memasak dengan bahan bakar dan teknologi bisa menyebabkan sekitar 3,8 juta kematian di tahun 2016.
Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Faktor ini mengacu pada penurunan atau hilangnya keanekaragaman hayati yang meliputi hewan, tumbuhan dan ekosistem. Alasannya karena mereka sudah kehilangan habitat hingga terdampak perubahan iklim.
"Sekitar satu juta spesies tumbuhan dan hewan menghadapi kepunahan. Di beberapa wilayah bahkan bisa menimbulkan dampak yang merugikan bagi kehidupan kita," tambah Vivi.
Kebijakan Perkotaan
Karena hal itu, Vivi menjelaskan Kabupaten/Kota perlu menerapkan kebijakan yang lebih ramah lingkungan serta memperhatikan aspek keberlanjutan. Melalui UI GreenCityMetric 2023, Kabupaten/Kota mendapat penilaian yang komprehensif dengan berbagai aspek untuk menurunkan potensi Triple Planetary Crisis.
Selain itu, pemerintah melalui Bappenas juga tengah merangkai kebijakan dalam Rancangan RPJPN 2025-2045 yang memfokuskan kepada tiga bidang, yaitu:
- Penerapan Ekonomi Hijau
- Pembangunan yang rendah karbon untuk menurunkan intensitas emisi gas rumah kaca.
- Pembangunan perkotaan sebagai pusat ekonomi, inklusif, dan berkelanjutan. Serta mewujudkan kota hijau.
(faz/faz)