Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Megawati Soekarnoputri meresmikan Rumah Kaca Anggrek Soedjana Kassan Kebun Raya Bogor, Rabu (17/5/2023) kemarin.
Megawati menuturkan, ia terinspirasi membuat Yayasan Kebun Raya Indonesia dari momen-momen sejak kecil di Kebun Raya Bogor.
"Selain di in situ, habitat asli, tentu juga harus ada eks situ. Tapi mengapa saya membuat (Yayasan) Kebun Raya Indonesia? Nostalgila sedikit. Saya kan anak presiden. Jadi suka tidur di Istana Bogor," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersepeda di Kebun Raya Bogor
"Jadi sama kakak saya, itu kalau sudah selesai sarapan dan lain sebagainya, liburan kan. Saya pakai sepeda, keliling ini di Kebun Raya ini. Atau kalau tidak ada, truk sampah, bukan truk besar," imbuh Megawati.
Terkadang setelah naik sepeda, kata Megawati, ia dan kakaknya menaruh sepeda dan lanjut naik truk sampah untuk keliling Kebun Raya Bogor.
"Saya taro sepeda saya di situ sama kakak saya. Lalu ikut naik truk sampah kecil, sampahnya sudah dibuang. Nanti (juga) mancing di Kali Ciliwung, cari udang di sungai. Jadi itu nostalgila saya," katanya.
"Karena itu makanya saya bikin Yayasan Kebun Raya Indonesia. Karena waktu wapres saya lihat, lihat PNS kok kayak gini, terutama untuk Kebun Raya. Kalau tidak ada rasa sayang, rasa empati, jangan kerja di kebun raya-kebun raya. Jangan hanya rutinitas. Itu kejadian di kebun raya yang saya lihat, saya turun bawa gunting, saya gunting sendiri tempat kaktus itu," sambungnya.
Bunga Anggrek untuk Korea Utara
Megawati menuturkan, ayahnya, presiden pertama RI Soekarno pernah memberikan anggrek dendrobium untuk Korea Utara.
Berdasarkan catatan Rumah Kaca Anggrek, Presiden Republik Rakyat Demokratik Korea Kim Il Sung dan Kim Jong Il pernah mengunjungi rumah kaca Kebun Raya Bogor ini pada 13 April 1965.
Presiden Soekarno saat itu memberikan anggrek yang saat itu sedang dikembangkan di rumah kaca. Anggrek yang dinilai paling indah itu lalu dinamai Kimilsungia.
Kimilsungia tersebut kemudian menjadi salah satu bunga representasi di Korea Utara, di samping bunga nasional Magnolia sieboldii.
"Ternyata bunga Indonesia itu dijadikan bunga bangsa mereka, karena tidak punya yang seperti itu. Seneng bahwa orang asing menghargai itu. Dengan rekayasa teknologi mereka, bunga itu berbunga tidak musiman," kata Megawati.
"(Untuk itu) BRIDA (Badan Riset Inovasi Daerah) jangan tidur lho ya, saya gebrak, gebrak. Satu tahun digebrak, kalau enggak jalan, boleh nggak saya pensiun aja. Orang pinter-pinter itu kalau enggak digebrak, tidur aja. Baru kalau ada seminar(bangun), simposium," katanya.
Megawati menuturkan, riset ke depannya diharapkan bersatu dalam tingkat kementerian sehingga fokus riset dan manajemen anggarannya jelas.
"'Saya mau bikin bebek jadi hitam', misalnya. Oke, berapa lama? Pertama, tahapnya opo? Keduanya apa? Nek akhire opo? Sehingga tidak riset, riset, minta anggaran, terus 'belum siap'," katanya.
Dalam hal keanekaragam hayati, harapannya, baik bunga asli Indonesia maupun hewan dapat dilestarikan, dijaga, dan diriset untuk manfaat bangsa dan negara. Megawati mengatakan, BRIDA berperan mencari potensi yang kemudian diolah di BRIN.
"Sampai semut-semut, mau lumut-lumut juga, kalau itu asli Indonesia, paten(kan). Kita nggak tahu, itu lumut bisa apa, (tahu-tahu) orang asing yang ambil," katanya.
"Di Yogyakarta, ada orang Prancis bisa, izin dari mana, mengelola bambu. Punya jenis-jenis bambu banyak, lalu dijual ke luar. Saya tanya, udah dipatenkan belum itu? Belum. Dengan kultur jaringan, dia bisa jual ke Afrika. Saya sampai mikir, bambu kita itu kebayang nggak kalau udah ada di Afrika dan sebagainya," sambung Megawati.
Ia menuturkan, semangat warga pun perlu dirangkul untuk melindungi alam dan potensinya.
"Kalpataru diberikan enggak (semata-mata karena) saya sudah ngasih, begitu. Tapi kan tidak dipergunakan semangat mereka melindungi alam itu. Makanya mereka harus diberi, kalau ada yang merawat air (misalnya), semuanya harus diberi akses untuk terus mengatakan kepada banyak orang," pungkasnya,
(twu/nwk)