Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memprediksi suhu global akan terus meningkat karena fenomena cuaca El Nino yang dapat menyebabkan kekeringan parah di Indonesia. Ini penjelasannya.
Diketahui melalui laman Science Alert, El Nino merupakan pola iklim alami yang acap kali dikaitkan dengan peningkatan panas di seluruh dunia, kekeringan bahkan hujan lebat. Fenomena ini terakhir kali terjadi pada tahun 2018-2019.
Peningkatan Suhu Panas Global Imbas El Nino
Organisasi Meteorologi Dunia PBB (World Meteorological Organization/WMO), memperkirakan kemungkinan 60 persen El Nino akan berkembang pada akhir Juli 2023 dan 80 persen kemungkinan akan terjadi pada akhir September 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Divisi Layanan Prediksi Iklim Regional WMO Wilfran Moufouma Okia mengatakan bahwa fenomena El Nino dapat mengubah pola cuaca dan iklim di seluruh dunia.
Diketahui, sejak tahun 2020, dunia tengah dilanda La Nina (fenomena pendinginan, kebalikan El Nino) yang berakhir pada awal tahun 2023 dan beralih ke kondisi netral saat ini. Kendati demikian, PBB mencatat delapan tahun terakhir dunia berada dalam suhu terhangat meskipun dalam setengah periode tersebut terjadi La Nina.
Kepala WMO Petteri Taalas mengungkapkan bahwa La Nina bertindak sebagai rem sementara pada kenaikan suhu global. Kendati demikian, dunia tetap harus bersiap untuk menghadapi perkembangan El Nino.
"(El Nino) kemungkinan besar akan menyebabkan lonjakan baru dalam pemanasan global dan meningkatkan kemungkinan memecahkan rekor suhu" tambah Taalas.
El Nino terakhir yang terjadi pada tahun 2018 sampai 2019 dianggap sangat lemah, tetapi fenomena yang terjadi antara tahun 2014 dan 2016 dianggap sangat kuat dan memiliki konsekuensi yang mengerikan.
WMO bahkan menunjukkan bahwa 2016 adalah tahun terhangat sebagai akibat dari fenomena El Nino yang bertemu dengan pemanasan akibat gas rumah kaca yang disebabkan manusia. Efek dari El Nino biasanya akan muncul setahun setelah fenomena terjadi. Sehingga diprediksi dampak dari fenomena ini kemungkinan besar akan terlihat pada tahun 2024.
"Kami memperkirakan dalam dua tahun ke depan akan terjadi peningkatan suhu global yang serius," demikian ditambahkan Kepala Divisi Pelayanan Perkiraan Iklim Regional WMO Moufouma Okia.
Kemungkinan Kekeringan Parah Terjadi di Indonesia
Taalas mengungkapkan bahwa fenomena El Nino dapat memicu peristiwa cuaca dan iklim yang lebih ekstrem sehingga peringatan dini dibutuhkan untuk menjaga keselamatan orang-orang.
Pola iklim El Nino biasanya terjadi rata-rata setiap dua hingga tujuh tahun dengan durasi selama sembilan hingga 12 bulan. Hal ini biasanya terkait dengan pemanasan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik.
Fenomena El Nino, diperkirakan dapat menyebabkan kekeringan parah dapat terjadi di Indonesia, Australia dan sebagian Asia Selatan. Selain itu, peningkatan curah hujan diprediksi terjadi pada bagian selatan Amerika Selatan, bagian selatan Amerika Serikat, Afrika dan Asia Tengah.
Selama musim panas di belahan Bumi utara, El Nino juga dapat memicu badai di tengah dan timur Samudera Pasifik sekaligus menghambat formasi badai di Cekungan Atlantik seperti yang disebutkan oleh WMO.
Namun, Taalas juga menambahkan bahwa kedatangan El Nino diharapkan dapat memiliki beberapa efek positif yang mungkin membawa kelonggaran dan kekeringan di Afrika dan dampak terkait La Nina lainnya.
Prediksi BMKG soal El Nino di Indonesia
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa hingga akhir Februari 2023 kondisi ENSO berada pada fase La Nina lemah. Adapun La Nina diprediksi akan segera beralih ke fase netral pada periode Maret 2023 dan bertahan hingga semester pertama 2023.
Sedangkan, pada semester kedua 2023, terdapat peluang sebesar 50-60% bahwa kondisi netral akan beralih menuju Fase El Nino. Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada pada kondisi netral dan diprediksi akan bertahan hingga akhir tahun 2023
BMKG memprediksi musim kemarau tahun 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya. Adapun puncak musim kemarau 2023 diprediksikan terjadi di Agustus 2023.
"289 ZOM atau sejumlah 41% wilayah memasuki musim kemarau MAJU atau lebih awal dari normalnya. 200 ZOM atau 29% wilayah memasuki musim kemarau SAMA dengan normalnya. Dan, 95 ZOM atau 14% wilayah memasuki musim kemarau MUNDUR atau lebih lambat dari normalnya," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (6/3/2023) lalu dikutip dari situs BMKG.
Dwikorita lantas merinci daerah mana saja yang mengalami musim kemarau lebih awal pada April 2023 yakni:
- Bali
- NTB
- NTT
- Sebagian besar Jawa Timur.
Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei 2023 yaitu:
- Sebagian besar Jawa Tengah
- Yogyakarta
- Sebagian besar Jawa Barat
- Sebagian besar Banten
- Sebagian Pulau Sumatera bagian selatan
- Papua bagian selatan
Lalu wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada bulan Juni 2023 yakni:
- Jakarta
- Sebagian kecil Pulau Jawa
- Sebagian besar Sumatera Selatan
- Kepulauan Bangka Belitung
- Sebagian besar Riau
- Sebagian besar Sumatera Barat
- Sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan
- Sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara
(nwk/nwk)