Dua dosen muda Universitas Indonesia (UI) masuk daftar 27 peneliti Indonesia yang berhasil lulus dari program pengembangan kepemimpinan ilmuwan kelas dunia Science Leadership Collaborative (SLC).
Keduanya yaitu dosen Fakultas Teknik (FT) UI Dr Dipl-Ing Nuraziz Handika, ST, MT, MSc dan dosen Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI Krisna Puji Rahmayanti, SIA, MPA, PhD.
Penelitian Rumah Sederhana Tahan Gempa
Dr Aziz lulus setelah merampungkan proyek How to Preserve Human's Life and to Assure Safety & Performance of Earthquake-Resistant Building in A Ring of Fire Country (Indonesia)?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Krisna menyelesaikan penelitian Increasing Community Resilience Collaboratively in Pacitan Regency.
Azis menuturkan, penelitian standar bangunan sederhana tahan gempanya terinspirasi dari survei lapangan pascagempa Lombok 2018, Palu 2018, dan Cianjur 2022 bersama tim laboratorium Struktur dan Material Departemen Teknik Sipil FTUI.
Hasil survei kerusakan pada bangunan sederhana 1-2 lantai atau kategori nirrekayasa (non-engineered ) menunjukkan bahwa kerusakan bangunan dapat dihindari jika mengikuti standar pembuatan rumah sederhana dari Kementerian PUPR maupun panduan dari mantan dosen Teknik Sipil FTUI (Alm.) Teddy Boen.
"Secara teknis, dokumen ada. Hanya saja, mungkin sebagian besar dari kita tidak menjumpainya. Di DKI Jakarta, disyaratkan untuk membuat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), juga terdapat arahan untuk membuat bangunan sederhana tersebut," kata Aziz dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (6/4/2023).
"Sementara itu, untuk bangunan 8 lantai ke atas, kita sudah menyadari adanya standar khusus untuk bangunan tahan gempa," sambungnya.
Harapannya, penelitiannya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat saat membangun rumah.
Ia menekankan, pembangun baik kontraktor, tukang, dan pemilik rumah wajib menyadari kondisi bangunan yang baik. Jika mengacu ada standar hasil penelitian, maka diharapkan korban jiwa akibat gempa dapat berkurang.
Selain itu, kolaborasi dengan bidang lain, baik itu komunikasi, psikologi, dan sebagainya juga diperlukan untuk mempermudah sampainya pesan kepada masyarakat.
Penelitian Gotong Royong Bangun Ulang Pascagempa
Sementara itu, Krisna meneliti partisipasi publik dalam rekonstruksi rumah pascabencana di studi Increasing Community Resilience Collaboratively in Pacitan Regency. Ide ini sudah disampaikan ke sejumlah stakeholder seperti perwakilan komunitas dan lembaga pemerintah di Kabupaten Pacitan.
"Saya berharap ada kelanjutan dari program ini dan lebih banyak peneliti muda Indonesia ikut terlibat sehingga memperluas wawasan dan kolaborasi dengan peneliti dari multidisiplin ilmu. Pengalaman selama kegiatan ini menjadi bekal untuk menjadi periset yang tidak hanya ada di menara gading, tetapi juga bisa menghasilkan riset yang berdampak," kata Krisna.
Krisna menuturkan, kolaborasi dalam kegiatan ini terlihat dari interaksi antarpeneliti dengan para coach dan mentor dari berbagai negara. Ia sendiri menyusun penelitian bersama Prof Deden Rukmana, diaspora Indonesia dan Chair of the Department of Community and Regional Planning at Alabama A&M University.
Pembekalan Ilmuwan Tingkat Internasional
SLC dirancang The Conversation Indonesia bersama para ahli kepemimpinan asal Amerika, Eropa, dan Asia. Harapannya, peneliti muda Indonesia dari kampus, lembaga riset, organisasi nirlaba, maupun startup lintas disiplin dapat menjadi pemimpin sains di masa depan.
Aziz dan Krisna menjalani pelatihan self leading, leading the system, hingga innovation sprint. Hambatan diri dan potensi peserta digali sebelum diminta mengangkat masalah penelitian dan mencari solusi lewat ide dan inovasi.
Keduanya lalu menjalani program intensif 9 bulan, di antaranya mentoring, 1-on-1 coaching, peer learning, dan pembelajaran melalui learning machine system untuk menggali potensi dan kapasitas sebagai pemimpin sains.
Guru Besar UI Prof Jatna Supriatna dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia 2008-2018 Prof Sangkot Marzuki sebagai panelis turut mengapresiasi prestasi Aziz dan Krisna.
Prof Jatna berharap, kedua peneliti lulusan pionir SLC ini kelak mampu jadi peneliti yang matang di samping jago berkolaborasi.
(twu/nwy)