Satelit nano pertama buatan Indonesia berhasil diluncurkan pada Jumat (6/1) dari International Space Station (ISS). Satelit bernama Surya Satelit 1 atau SS-1 merupakan karya anak bangsa dari Surya University.
Satelit nano ini berukuran 10x10x11,35 cm dengan berat 1-1,3 kg. Nantinya, SS-1 akan berfungsi sebagai APRS (Automatic Package Radio System) untuk kebutuhan Radio Amatir dari Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) dan juga dapat difungsikan untuk komunikasi dan deteksi kebencanaan.
Dirancang sejak Maret 2016, tim perancang SS-1 mengembangkan satelit nano ini sejak di bangku kuliah. Kemudian pada Februari 2018, tim SS-1 mengikuti sayembara program KiboCube yang diinisiasi oleh United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayembara yang terbuka untuk tim satelit di seluruh dunia itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa. Nasib baik untuk tim SS-1, pada Agustus 2018 tim asal Indonesia itu dinyatakan sebagai pemenang dan mendapatkan hadiah berupa peluncuran satelit nano dari ISS secara gratis.
Adapun tim beranggota tujuh orang ini terdiri dari Hery Steven Mindarno, Setra Yoman Prahyang, M Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma.
Selain tim dari Surya University, satelit ini juga bentuk kolaborasi dari PT Pasifik Satelit Nusantara, Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), PT Pudak Scientific, dan Badan Riset dan Inovasi Naisonal (BRIN). Peluncuran dan pelepasan SS-1 ke orbit juga tak lepas dari peran UNOOSA dan JAXA.
Project Leader, Setra Yoman Prahyang mengatakan untuk saat ini, tim akan memantau SS-1.
"Kita tetap akan melanjutkan operasinya karena dia sudah mengorbit. Kita pasti perlu memantau 'oh is it working', 'apakah ada flow dari desain kita, dari manufaktur,' dan lain-lain," ungkapnya dalam Pelepasan Surya Satelit-1 dari International Space Station yang disiarkan langsung via Youtube BRIN Jumat (6/1/2023).
Selama memantau, tim juga ingin menambah nilai tambah atau value added dari satelit nano tersebut.
"Value added sama RND tersebut bisa mengembangkan untuk misi-misi berikutnya. Nah itu jujur sesuatu yang masih kami cari," jelasnya.
"Tapi we are extremely eager untuk the furue chance of future satellite program," pungkas Satra.
(nir/nwk)