Riset MIT: Mengejutkan! Jutaan Sinapsis Senyap Ditemukan pada Otak Orang Dewasa

ADVERTISEMENT

Riset MIT: Mengejutkan! Jutaan Sinapsis Senyap Ditemukan pada Otak Orang Dewasa

Fahri Zulfikar - detikEdu
Jumat, 09 Des 2022 16:30 WIB
Computer screens in laboratory. Brain scans and coronavirus research
Foto: Getty Images/janiecbros/ilustrasi penelitian otak
Jakarta -

Ilmuwan saraf Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat (AS), telah menemukan bahwa otak orang dewasa ternyata mengandung jutaan "silent synapses". Apa pengaruhnya terhadap kehidupan manusia?

Ilmuwan menjelaskan bahwa "silent synapses" atau sinapsis senyap adalah koneksi yang belum matang antara neuron yang tetap tidak aktif sampai mereka 'direkrut' untuk membantu membentuk ingatan baru, dikutip dari laman resmi MIT, Jumat (9/12/2022).

Sampai saat ini, diyakini bahwa sinapsis senyap ini hanya ada selama perkembangan awal, ketika sinapsis tersebut membantu otak mempelajari informasi baru yang dipaparkan pada awal kehidupan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koneksi yang belum matang ini menjelaskan bagaimana otak orang dewasa mampu membentuk ingatan baru dan menyerap informasi baru.

Membantu Orang Dewasa Membentuk Ingatan Baru

Para peneliti mengungkapkan bahwa keberadaan sinapsis senyap ini dapat membantu menjelaskan bagaimana otak orang dewasa dapat terus membentuk ingatan baru dan mempelajari hal-hal baru tanpa harus memodifikasi sinapsis konvensional yang ada. https://www.detik.com/tag/otak

ADVERTISEMENT

Secara teknis, sinapsis senyap ini mencari koneksi baru dan ketika informasi baru yang penting disajikan, koneksi antara neuron yang relevan diperkuat.

"Hal itulah yang memungkinkan otak menciptakan ingatan baru tanpa menimpa ingatan penting yang disimpan dalam sinapsis dewasa," kata Dimitra Vardalaki, seorang mahasiswa pascasarjana MIT dan penulis utama studi baru tersebut.

Penemuan yang Mengejutkan

Ketika para ilmuwan pertama kali menemukan sinapsis senyap beberapa dekade yang lalu, sinapsis senyap hanya terlihat terutama di otak tikus muda dan hewan muda lainnya.

Pada tikus, sinapsis ini diyakini menghilang sekitar usia 12 hari (setara dengan bulan pertama kehidupan manusia).

Selama perkembangan awal, sinapsis ini diyakini membantu otak memperoleh sejumlah besar informasi yang dibutuhkan bayi untuk belajar tentang lingkungannya dan cara berinteraksi dengannya.

Namun, beberapa ahli saraf kemudian mengusulkan bahwa sinapsis senyap ternyata dapat bertahan hingga dewasa dan membantu membentuk ingatan baru.

Dalam studi baru, tim MIT melakukan pencitraan dengan teknik eMAP (Epitope-preserving Magnified Analysis of the Proteome).

"Hal pertama yang kami lihat, yang sangat aneh dan tidak kami duga, adalah ada filopodia di mana-mana," kata Mark Harnett, seorang profesor otak dan anggota Institut Penelitian Otak McGovern MIT.

Setelah melakukan pengamatan ini, tim MIT mulai mencoba menemukan filopodia di bagian lain otak orang dewasa, dengan menggunakan teknik eMAP.

Hasilnya, mereka menemukan filopodia di korteks visual dan bagian otak lainnya, pada tingkat 10 kali lebih tinggi dari yang terlihat sebelumnya.

Studi untuk Fungsi Sinapsis Senyap

Temuan ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Abbott dan Fusi bahwa otak orang dewasa mencakup sinapsis yang sangat plastis yang dapat 'direkrut' untuk membentuk ingatan baru.

"Makalah ini, sejauh yang saya tahu, adalah bukti nyata pertama bahwa ini adalah cara kerja (sinapsis senyap) di otak mamalia," ucap Harnett.

Ia menjelaskan bahwa filopodia memungkinkan sistem memori menjadi fleksibel dan kuat. "Anda memerlukan fleksibilitas untuk memperoleh informasi baru, tetapi Anda juga memerlukan stabilitas untuk menyimpan informasi penting," imbuhnya.

Selanjutnya, para peneliti terus mencari bukti sinapsis senyap ini di jaringan otak manusia. Mereka berharap bisa mempelajari apakah jumlah atau fungsi sinapsis ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penuaan atau penyakit neurodegeneratif.

"Sangat mungkin bahwa dengan mengubah jumlah fleksibilitas yang dimiliki dalam sistem memori, akan menjadi lebih sulit untuk mengubah perilaku dan kebiasaan Anda atau memasukkan informasi baru," papar Harnett.

"Anda juga dapat membayangkan menemukan beberapa molekuler yang terlibat dalam filopodia dan mencoba memanipulasi beberapa hal tersebut untuk mencoba memulihkan memori fleksibel seiring bertambahnya usia," tutupnya.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads