Sosok Nitya Ade, Doktor Termuda IPB yang Terbitkan Berderet Jurnal Internasional

ADVERTISEMENT

Sosok Nitya Ade, Doktor Termuda IPB yang Terbitkan Berderet Jurnal Internasional

Nikita Rosa Damayanti - detikEdu
Minggu, 07 Agu 2022 12:00 WIB
Nitya Ade Santi mengukir sejarah Fakultas Kehutanan IPB dengan menjadi doktor termuda di usia 25 tahun
Nitya Ade Santi, doktor termuda IPB usia 25 tahun. Foto: Doc. Nitya Ade Santi
Jakarta -

Nama Nitya Ade Santi menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Pasalnya, perempuan berusia 25 tahun itu baru saja menyelesaikan studi doktornya di Institut Pertanian Bogor (IPB). Menjadikan Nitya peraih gelar doktorat termuda di IPB.

Di Ruang Sidang Sylva Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB, Nitya berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul, "Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Keparahan Kebakaran dan Regenerasi Vegetasi menggunakan Analisis Multi Waktu Langsung". Ia menemukan sebuah metode andal untuk mendeteksi kerusakan dan pertumbuhan vegetasi akibat kebakaran.

Senang dan haru meliputi Nitya selepas keluar dari ruang sidang. Perjuangannya selama ini berbuah hasil. Nitya diketahui sudah berjibaku di dunia pendidikan sejak usia dini. Ia sampai mengikuti akselerasi atau percepatan di bangku sekolah dan memulai pendidikan sarjana di usia 16 tahun. Bagaimana kisah Nitya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profil Pendidikan Nitya Ade Santi

Dalam wawancara eksklusif dengan detikEdu pada Senin (25/7), Nitya bercerita ia menyelesaikan jenjang SMP lebih cepat dari rekan-rekannya. Semasa SMP, dia mengikuti kelas akselerasi atau percepatan sehingga bisa menyelesaikan pendidikan hanya dalam waktu 2 tahun.

"Aku dulu SMPnya (SMPN 1 Sragen) akselerasi jadi cuman 2 tahun. Terus SMAnya (SMAN 2 Sragen) biasa, reguler Terus masuk S1 umur 16 tahun," papar Nitya.

ADVERTISEMENT

Selepas menggaet gelar sarjana, Nitya kembali melanjutkan pendidikan tingginya. Nitya mendapat kesempatan kedua untuk mengikuti kelas percepatan atau jalur fast track perguruan tinggi. Dengan jalur ini, Nitya bisa menyelesaikan studi S2 dan S3 hanya dalam waktu 4 tahun.

"S2 itu 2 tahun tapi di overlap sama S3. Jadi waktu aku tesis itu sambil kuliah S3. Ada program Kemdikbudristekdikti yang ngasih beasiswa. Ada skema Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang akan memberikan skema pembiayaan S2 dan S3 itu dalam 4 tahun. Jadi mau gak mau, S2-S3 harus diselesaikan dalam waktu 4 tahun," jelasnya.

Nitya diketahui mengambil jurusan S1 Manajemen Hutan di IPB. Kemudian melanjutkan S2 di dua tempat yakni jurusan Ilmu Pengelolaan Hutan IPB dan Tropical International Forestry University of Gottingen, Jerman. Barulah ia kembali ke IPB untuk menyelesaikan program fasttracknya pada jurusan S3 Ilmu Pengelolaan Hutan IPB.

Sabet Beasiswa

Awalnya, Nitya tidak berniat melanjutkan studi S2. Biaya yang besar menjadi tantangan bagi Nitya.

"Gak ada niat sebenarnya. Soalnya kan biayanya besar. Pengennya lulus S1 terus kerja. Karena ada beasiswa (Kemdikbud) jadi saya ambil kesempatan (menempuh S2 & S3) itu," pungkasnya.

Mujur, Nitya kembali mendapat kesempatan jalur percepatan lagi. Ia mendapat beasiswa dari Kemdikbud yang memudahkannya untuk berkuliah jenjang S2 dan S3 dalam waktu 4 tahun saja. Bahkan mendapat pendanaan hibah penelitian sampai 60 juta rupiah.

"Ada program Kemdikbudristekdikti yang ngasih beasiswa. Ada skema Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang akan memberikan skema pembiayaan S2 dan S3 itu dalam 4 tahun. Jadi mau gak mau, S2-S3 harus diselesaikan dalam waktu 4 tahun. Overlapnya pada saat penyelesaian tesis dan juga kuliah S3 yang bersamaan," papar perempuan asal Sragen itu.

Perempuan yang berhasil menerbitkan 8 jurnal internasional itu menjadikan beasiswa yang ia dapat sebagai cambukan semangat. Nitya merasa bersalah apabila tidak serius dalam melanjutkan pendidikannya. Sebab uang yang ia dapat adalah hasil jerih payah rakyat.

"Saya merasa yang nyekolahin saya S2-S3 itu pemerintah. Istilahnya yang nyekolahin saya itu rakyat. Kalau saya ga serius atau main-main, saya kan dosa. Saya bisa makan, bisa sekolah, bisa penelitian itu dari duit rakyat, seumpama saya gak serius kan udah dosa. Saya merasa punya tanggung jawab moril terhadap hal tersebut (beasiswa), jadi gak boleh yang namanya menyerah atau putus asa. Jadi semua harus selesai," ujarnya.

Tips untuk Mahasiswa

Berbaik hati, Nitya membagikan tips bagi mahasiswa yang ingin meraih gelar doktor.

1. Jangan Takut Mencoba

Nitya menyarankan agar tidak takut mencoba. Ia menyampaikan banyak kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, baik dari negara maupun swasta.

2. Banyak Belajar

Tidak hanya dari buku, belajar bisa dari mana saja. Nitya menyarankan untuk belajar dari buku, youtube, jurnal, teman, dosen dan lain sebagainya.

"Bikin target contohnya dalam 1 hari harus baca berapa jurnal," saran Nitya.

3. Mencintai Apa yang Dikerjakan

Hal ini, kata Nitya, karena lelah yang dirasakan saat mengerjakan sesuatu yang dicintai akan terasa berbeda.

4. Disiplin

Terpenting, Nitya mewajibkan setiap orang untuk disiplin dengan diri sendiri. Ia bertutur, tugas akhir merupakan tanggung jawab diri sendiri dan harus diselesaikan hingga tuntas.

"Tugas akhir yang bagus adalah yang selesai," tutup peneliti di bidang kehutanan FORCI itu.




(nah/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads