Senyum bangga tergambar jelas di wajah Dekan STEI ITB, Dr. Tutun Juhana, S.T., M.T. Tangan kanannya menjabat erat William Damario Lukito sambil tangan yang lain memegang pundak anak didiknya tersebut.
Bagaimana tidak membanggakan, dalam wisuda ketiga ITB Juli lalu William mendapat tiga predikat cemerlang sekaligus. Dia dinobatkan sebagai lulusan S2 STEI ITB termuda, tercepat, dan terbaik dengan IPK sempurna 4,00.
Tak tanggung-tanggung, IPK impian itu diperolehnya dari konsistensi mempelajari jurusan yang dinilai tersulit, yaitu Teknik Telekomunikasi. William mengungkap kepada detikEdu (28/7/2022), bahwa anggapan tersulit ini memang bergulir di lingkungan mahasiswa Teknik Elektro ITB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, ada banyak mata kuliah yang dianggap 'menjegal', alias sulit untuk dilalui sampai lulus. Sehingga, jurusan ini cenderung sepi peminat.
Tentunya melalui berbagai mata kuliah berkesan menakutkan di jurusan tersulit bukan hal yang mudah dan sepele. Bagaimana resep dapur William melewatinya hingga memperoleh tiga predikat membanggakan?
Rahasia William Jadi Lulusan S2 ITB Termuda, Tercepat, IPK 4,0
Saat lulus S2 dari Teknik Telekomunikasi ITB ini, usia William baru saja 22 tahun. Pria kelahiran 21 Mei 2000 itu menempuh jalur fast track Program Penyatuan Sarjana Magister ITB.
Pada tahun keempat, mahasiswa S1 yang ikut jalur fast track dapat mengambil tambahan 6-12 SKS mata kuliah tingkat S2 yang akan diakui pada saat melanjutkan ke program magister. Syarat menjadi mahasiswa program fast-track adalah memiliki IP S1 di atas 3,00 dan lulus mata kuliah program S2 pada masa studi S1 dengan IP 3,50.
Kunci untuk dapat unggul di bidang yang digeluti, menurut William ada tiga hal:
1. Senang dengan sesuatu yang dipelajari
"Pertama kita harus senang terhadap apa yang kita pelajari. KIta (juga) harus tahu motivasinya belajar suatu hal," kata dia. Saat sudah mengetahui motivasi untuk mempelajari sesuatu dan matang dengan hal tersebut, menurutnya seseorang akan termotivasi dengan sendirinya.
2. Menyerap materi di kelas setidaknya di atas 50%
Selama perkuliahan dalam kelas, William mengaku betul-betul memperhatikan materi yang diberikan dosen. Selain itu dia juga mencatat hal-hal yang sekiranya akan kurang dipahami.
William menegaskan mantap, "Jika memang tidak paham tentang materinya, metode saya adalah mendengarkan di kelas setidaknya lebih dari 50 persen materi harus masuk otak saya."
3. Mempelajari kembali materi yang tidak dipahami saat sudah tiba di rumah/kos
William bercerita bahwa selama ini dia belajar saat pulang kuliah. Dia akan makan, beristirahat, bersih-bersih, kemudian baru menggali kembali materi yang belum dimengertinya. Biasanya hal ini dia lakukan sampai jam 11-12 malam.
"Ketika pulang, saya tinggal me-refer hal-hal yang saya belum mengerti tadi. Metode seperti itu saya rasa sangat membantu ketika nanti dihadapkan dengan kuis, UTS, UAS. Kita tidak perlu melakukan metode sistem kebut semalam," paparnya.
4. Mempunyai teman diskusi
"Kunci saya waktu S1 itu teman belajar," pungkasnya. Bagi William, teman belajar akan membantu memberikan ide dan bisa memunculkan ide lain.
(nah/pal)