Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) favorit di Jawa Tengah. Berbagai calon mahasiswa dari berbagai wilayah berlomba-lomba untuk bisa berkuliah di sana.
Apia Dewi Agustin (22 tahun) merupakan salah satu mahasiswi UGM yang merasa beruntung. Gadis yang lahir dan besar di pedesaan kaki Gunung Lawu, Magetan, Jawa Timur ini merupakan mahasiswi semester 8 prodi Akuntansi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Dewi tidak terlahir dari keluarga dengan ekonomi berlebih, ibunya adalah petani sayur di Gunung Lawu dan ayahnya sudah berpulang satu tahun lalu. Akan tetapi prestasi yang dimilikinya lah yang mengantarkannya kepada kesuksesan sebagai mahasiswi akhir UGM saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ibu pedagang toko kelontong sederhana di depan rumah. Rumahku di pedesaan. Rata-rata penghasilan mungkin sekarang sekitar Rp1 jutaan, efek pandemi juga sih. Ayahku meninggal di tahun 2021 kemarin. Tapi sakitnya sudah lama, semenjak aku masuk kuliah udah jatuh sakit," kata Dewi dilansir dari laman resmi UGM, Selasa (12/7/2022).
Kegemaran dengan Akuntansi sudah terlihat sejak SMP dan berlanjut saat SMA. Ia pun mengikuti berbagai lomba, pembinaan, dan semacamnya.
"Guru ekonomiku selama 3 tahun di SMA tuh sama. Sangat inspiratif dan favorit banget. Ngarahin aku untuk ikut lomba, OSN, ikut pembinaan dan sebagainya. Jadi banyak interaksi dan lebih intensif dibanding sama mapel lain selama SMA," tuturnya.
Tidak hanya itu, kata Dewi, saat menjelang lulus nilai ujian nasional untuk ekonomi termasuk tertinggi di kabupaten Magetan. Bahkan tercatat nilai tertinggi di almamater.
"Jadi secara nggak langsung tersugesti dan termotivasi juga ya. Kemudian, dari lingkungan keluarga sendiri. Kakakku juga lulusan akuntansi. Jadi sedikit banyak dapat amunisi," jelasnya.
Di awal perkuliahan Dewi mengaku sempat merasa tidak percaya diri. Namun dukungan dan motivasi berbagai pihak mampu membangkitkan semangatnya. Adapun strategi yang dilakukan untuk bisa mengikuti kuliah dengan baik adalah membiasakan diri membaca materi dan buku yang bahasanya berbahasa Inggris. Ia pun aktif di kelas karena rekan seangkatannya juga sangat aktif.
"Peningkatan diri tidak hanya tentang wawasan dan pengetahuan saja, tapi juga pola pikir, tingkah laku, kedisiplinan, dan pengalaman, " ujarnya.
Selam kuliah, Dewi juga tidak hanya fokus pada bidang akademik tetapi aktif di luar kelas dengan ikut organisasi intra dan ekstrakurikuler. Mengingat kondisi ekonomi keluarganya, ia juga merasa beruntung dengan program bidikmisi yang diterimanya mampu melancarkan kuliahnya hingga saat ini. Di awal kedua orang tuanya juga tidak mengizinkan untuk berkuliah. Bahkan ia juga tidak mendaftar melalui jalur beasiswa bidikmisi. Namun kerena masuk dalam UKT kelompok 2 membuatnya bisa ikut serta dalam beasiswa bidikmisi.
"Dulu dapat rekomendasi bidikmisi gitu dari Ditmawa (Direktorat Kemahasiswaan) di awal semester 1. Jadi nggak ngajuin sedari awal kuliah gitu. Mungkin karena dulu aku tergolong UKT 2 ya, jadi terekomendasi bidikmisi juga," ucap Dewi.
Saat ini Dewi yang merupakan anak petani sayur Gunung Lawu sudah menjajaki semester akhir perkuliahan dan menunggu ujian sidang skripsi. Penelitiannya tentang Sistem Informasi Akuntansi wakaf dikerjakan bersamaan dengan proyek dosen FEB yang dibiayai oleh LPDP. Ia akan segera menjadi sarjana UGM yang membanggakan dan mengharumkan nama kedua orang tuanya.
(lus/lus)