Tekad Bulat untuk Kuliah di Yogyakarta dan Prihatin Karena Keadaan Ekonomi
Selepas lulus dari SMKN 1 Polewali, Azwan bertekad untuk kuliah di Yogyakarta. Ia memilih Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sebagai kampus tujuannya karena terinspirasi dari gurunya saat sekolah SMP di Malaysia dulu.
Ia mencoba mendaftar lewat jalur rapor (SNMPTN) tapi belum berhasil. Akhirnya ia mencoba peruntungan mendaftar lewat jalur prestasi dengan berbekal sejumlah sertifikat kejuaraan yang ia kumpulkan selama di SMK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, hasil berkata lain. Azwan juga belum berhasil lolos masuk kampus yang dulu bernama IKIP Yogyakarta itu. Ia akhirnya berjuang di jalur ujian mandiri. Sore itu hujan turun, Azwan memacu kendaraan menuju bank untuk membayar biaya ujian mandiri sebesar 200 ribu.
Ia kemudian terbang ke Yogyakarta menggunakan uang hasil jualan online ketika ia SMK. Tidak ada sanak saudara di sana. Setelah mengikuti ujian di Yogyakarta, akhirnya ia dinyatakan lolos di jurusan Administrasi Publik UNY, namun dengan uang kuliah tunggal (UKT) yang terbilang tinggi untuk ukurannya.
Azwan sengaja tidak mendaftar lewat jalur SBMPTN, sebab ia tak punya biaya untuk mengambil les persiapan seperti yang dilakukan teman-temannya. Itulah yang menjadikannya memilih jalur mandiri.
Saat itu kondisi ekonomi keluarganya tidak memungkinkan Azwan untuk melanjutkan pendidikan. Terlebih, jika merantau ke Jawa ia harus sewa kos untuk tempat tinggalnya. Belum lagi biaya kuliah yang harus ia bayar setiap semesternya cukup tinggi.
"Akhirnya mamakku bilang, 'Gimana ini, apakah mau tetep kuliah? Soalnya keluarga udah nggak punya duit.' Gitulah ceritanya. Akhirnya saya bilang, 'Saya akan tetap kuliah insya Allah saya akan dapat beasiswa.' Saya bilang gitu padahal saya belum tahu beasiswa apa yang mau saya dapat. Asal ngomong aja waktu itu," ucap remaja 21 tahun ini.
Sempat tiga kali gagal mendapatkan beasiswa Bidikmisi dan tidak lolos juga dalam seleksi beasiswa PPA (Pendamping Prestasi Akademik), akhirnya Azwan mendapatkan Beasiswa Unggulan dari Kemendikbudristek tepat di semester 3.
Anak eks PMI itu kini telah tumbuh dengan segudang prestasi dan setumpuk empati untuk anak-anak yang senasib dengannya. Beberapa prestasi yang ia raih di antaranya mendapatkan penghargaan baik tingkat nasional maupun internasional untuk karya ilmiah dan mengikuti Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) sebagai ajang bergengsi di perguruan tinggi.
![]() |
Ia juga mendapatkan sejumlah juara dalam kompetisi karya tulis ilmiah dan esai tingkat nasional. Selain itu, Azwan juga kerap diundang sebagai pembicara seminar dan workshop kepenulisan dan keorganisasian, menjadi moderator di sejumlah acara, serta menjadi pengurus inti di UKM Penelitian UNY.
Ia mendirikan komunitas Permata Ibu Pertiwi (PIP) tepat di usianya yang ke-18. Komunitas ini merupakan wadah bagi anak-anak PMI di Malaysia untuk mewujudkan impiannya. Kini, PIP sudah berusia 3 tahun dan menjadi tempat bernaung lebih dari 100 anak-anak PMI.
Bersama dengan Yayasan Pendidikan Sabah Bridge, Azwan juga kerap membantu menjemput anak-anak PMI di perbatasan Nunukan, Kalimantan Utara, membantu mencarikan sekolah, dan mendampingi adik-adiknya yang membutuhkan bantuan informasi.
(kri/lus)