Detikers pemburu beasiswa tentu tidak asing dengan beasiswa Paragon. Beasiswa pendidikan ini menyediakan bantuan dana kuliah, tugas akhir, peningkatan skill, hingga kesempatan berkarier di Paragon Technology and Innovation.
Apakah detikers tahu, ada seorang perempuan di balik munculnya beasiswa ini?
Ialah Nurhayati Subakat, perempuan pendiri perusahaan yang melahirkan brand perusahaan pemilik brand Wardah, MakeOver, Emina, hingga Kahf tersebut. Perempuan kelahiran 27 Juli 1950 ini menuturkan, pandangannya terhadap pendidikan dan pentingnya beasiswa terbentuk dari ajaran kedua orang tuanya sejak kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayahnya, Abdul Muin Saidi, adalah seorang guru dan pedagang. Sebelum berpulang, kata Nurhayati, ayah dan ibunya mengajarkan pentingnya pendidikan dan berderma lewat berbagai contoh tindakan pada anak-anaknya.
Salah satunya, tutur Nurhayati, yakni merevitalisasi sekolah TK hingga SMA di Padang Panjang, Sumatra Barat yang sempat rusak di zaman Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Sang ayah juga kerap mengajak ia dan saudara-saudaranya setiap Ramadhan untuk memotong kain gulungan hingga seukuran baju. Kain-kain tersebut, kata Nurhayati, lalu dibagikan ke orang sekitar sebagai bahan baju lebaran.
Meraih Pendidikan
Ia mengingat, sang ayah berharap ia dan adik-adiknya bisa tumbuh jadi orang berpendidikan tinggi, seperti Doktor Zakiyah Darajat yang ia kagumi. Sebagai informasi, Zakiyah merupakan Guru Besar Psikologi di Institut Agama Islam Negeri (kini UIN Jakarta) lulusan Mesir semasa hidupnya.
"Setiap hari kami beradik-kakak mendengarnya. Kami bersaudara itu 8 orang, 6 orang perempuan. Walau perempuan, mungkin ia ingin kami demikian (meraih pendidikan)," tutur anak keempat di keluarganya ini dalam webinar Fellowship Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan, Selasa (19/10/2021).
Dalam meraih pendidikan, Nurhayati menyadari pola asuh sang nenek dan pengalaman di sekolah dan pesantren mendukungnya terbiasa belajar mandiri, disiplin, dan serius belajar. Ia menuturkan, masa kecilnya cukup banyak dihabiskan bersama sang nenek karena sang ibu kerap sakit setelah melahirkan adiknya, dan kedua orang tuanya sempat mengungsi ke Padang karena PRRI.
Ia bercerita, kendati suhu pagi di Padangpanjang sangat dingin, Nurhayati kecil tidak sempat terpikir minta bolos sekolah pada neneknya. Saat lulus Pesantren Diniyyah Putri pun, ia tekun belajar mandiri dan les bersama teman-teman satu pesantren untuk ikut penyetaraan dan bisa lanjut SMA. Tidak heran, ia kerap menjadi juara umum sejak SD hingga tamat di SMAN 1 Padang.
Sementara itu, menjadi yatim di usia 16 tahun, Nurhayati bersyukur sang ibu yang bekerja keras dalam berdagang sanggup menyekolahkan ia dan saudaranya hingga kuliah. Kelak, ia lulus S1 Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), seperti saudara-saudaranya yang lulus dari ITB dan Universitas Padjajaran (Unpad).
Prof. Reini Wirahadikusumah, Rektor ITB menuturkan, Nurhayati merupakan alumnus Farmasi ITB angkatan 1971 yang lulus dengan predikat terbaik. Prinsip lima karakter generasi muda untuk membangun bangsa yang dianut Nurhayati, bagi Prof. Reini relevan dengan dengan pembangunan karakter dalam pendidikan mahasiswa di ITB.
"Dalam hidup beliau, terdapat lima karakter utama yang sangat relevan untuk generasi muda dalam membangun bangsa yaitu ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati (humility),
Ketangguhan (grit) dan Inovasi," kata Reini, seperti dikutip dari Hidup Bermakna dengan 5 Karakter: Sebuah Biografi Ringkas Dr. (HC) Dra. Nurhayati Subakat, Apt oleh Yudhistira ANM Massardi.
Klik selanjutnya: Beasiswa Paragon...
Beasiswa Paragon
Pencapaian Nurhayati sebagai 25 pebisnis perempuan paling berpengaruh versi Forbes Asia 2018, di antara prestasi lain, salah satunya berangkat dari perusahaan rintisan pertamanya. PT Pusaka Tradisi Ibu (PTI) itu, tuturnya, sudah memikirkan pemberian beasiswa pendidikan sejak pertama berdiri sebagai home industry dengan dua karyawan berlatar asisten rumah tangga pada 1985.
Menurutnya, saat itu, sebuah pemberian beasiswa pendidikan hingga lulus perguruan tinggi dapat membantu seorang anak muda dapat menjadi penerus tulang punggung keluarga. Ia mengingat, beasiswa pendidikan pertama ia berikan pada seorang mahasiswa kedokteran.
"(Kelak) tiba-tiba saya dapat surat dari seorang dokter yang mengatakan, 'Saya dokter yang dibiayai (dahulu), dan sekarang sudah tugas.' Rasanya saya sangat-sangat bahagia mendengarnya, berarti kita mengangkat satu keluarga. Itu pentingnya pendidikan," kata Nurhayati.
Ia menambahkan, pendidikan dan beasiswanya penting untuk memajukan berbagai sektor di sebuah negara. Contoh, pertanian akan maju karena pendidikan warga negaranya yang maju di bidang pendidikan.
Wanita pertama penerima gelar doktor kehormatan dari ITB ini menuturkan, pendidikan memang tidak harus berarti menempuh pendidikan formal di perguruan tinggi. Kursus, belajar pada profesional lain setelah lulus SMP, hingga belajar dari platform YouTube, tuturnya, juga bisa menjadi bentuk pendidikan.
Di sisi lain, Nurhayati mengatakan, beasiswa laiknya jalan tol bagi orang-orang yang sejatinya punya kemauan belajar, baik secara mandiri maupun dengan orang lain.
"Jadi saya cuma melihat, ternyata di negara maju itu pendidikannya lebih baik, dan hasilnya juga lebih bagus. PR kita bersama bagaimana supaya rakyat Indonesia ini bisa menikmati pendidikan dengan jalan tol yang lebih baik," tuturnya.
Saat ini, beasiswa Paragon terdiri dari Beasiswa Prestasi, Beasiswa Pemberdayaan, dan Beasiswa Tugas Akhir, di antara program CSR Paragon Technology and Innovation untuk pendidikan, pemberdayaan perempuan, lingkungan, dan kesehatan.
Nah, itu dia secuplik cerita tentang sosok di balik beasiswa Paragon. Beasiswa Paragon yang mana yang kamu incar, detikers?