Peneliti mengonfirmasi penemuan neonatal atau bayi baru lahir hiu paus di alam liar dengan ukuran 135-145 sentimeter. Penemuan ini terjadi Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan jadi yang pertama kalinya di Indonesia.
Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Mochamad Iqbal Herwata Putra menjelaskan penemuan ini jadi sinyal baik bila Teluk Saleh jadi lokasi pengasuhan anakan hiu paus di dunia. Terlebih, mengingat saat ini belum ada satu pun lokasi melahirkan atau pupping ground hiu paus yang terkonfirmasi secara ilmiah di dunia.
"Secara ilmiah, ini adalah sinyal yang kuat dan mengindikasikan bahwa Teluk Saleh kemungkinan besar memiliki fungsi ekologi sebagai area melahirkan dan pengasuhan anak hiu paus," katanya dikutip dari rilis yang diterima detikEdu, Selasa (16/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika nantinya terbukti sebagai lokasi melahirkan, maka Teluk Saleh akan menjadi lokasi pertama di dunia yang pernah teridentifikasi secara pasti," imbuhnya.
Catatan Bayi Hiu Paus Sangat Langka
Hiu paus (Rhincodon typus) merupakan ikan terbesar di dunia yang fase paling awal kehidupannya hampir sepenuhnya tidak pernah teramati. Karena itu, Lead Conservation Scientist di Elasmobranch Institute Indonesia Edy Setyawan menyebut catatan bayi hiu paus sangat langka di seluruh dunia.
Lebi dari satu abad penelitian, catatan kemunculan bayi hiu paus berukuran di bawah 1,5 meter secara global baru tercatat sebanyak 33 kali. Sebagian besar di antaranya merupakan hasil observasi singkat, tanpa dokumentasi visual yang memadai, dan tidak terjadi secara berulang di satu lokasi.
"Catatan bayi hiu paus sangat langka di seluruh dunia, dan setiap pengamatan baru memperkuat basis data global," ujar Edy.
Teluk Saleh memang menjadi salah satu lokasi di mana hiu paus kerap muncul. Pada Agustus hingga September 2024, nelayan lokal melaporkan melihat sedikitnya lima kali kemunculan hiu paus kecil berukuran 1,2-1,5 meter di sekitar bagan.
Salah satu bayi hiu paus bahkan sempat terjaring tanpa sengaja dan kemudian dilepaskan kembali ke laut. Ketika terjaring, bayi hiu paus sempat ditempatkan ke dalam boks styrofoam berisi air laut.
Proses ini memungkinkan nelayan melakukan estimasi ukuran tubuh secara presisi menggunakan analisis visual berbasis objek pembanding. Dengan dimensi boks 120 x 42 x 32 sentimeter kubik, panjang total hiu paus itu diperkirakan sekitar 135-145 sentimeter.
Berdasarkan kurva pertumbuhan dari studi sebelumnya yang mendokumentasikan pertumbuhan neonatal hiu paus, hewan tersebut bisa tumbuh dari 60 cm menjadi 140 cm dalam waktu 120 hari. Karena itu, ukuran bayi hiu paus yang ditemukan di Teluk Saleh kemungkinan berusia sekitar empat bulan.
Ukuran ini mengindikasikan bayi hiu paus tersebut masih barada pada fase hidupan yang sangat dini. Hal ini sangat jarang berhasil teramati di alam bebas. Edy menilai penemuan ini menandai kemajuan yang sangat signifikan dalam riset hiu paus global.
"Temuan ini memberikan wawasan krusial tentang di mana dan bagaimana hiu paus memulai kehidupannya," sambung Edy.
Butuh Bukti Tambahan
Meski ditemukan di Teluk Saleh, para peneliti menegaskan lokasi ini masih meyandang status sebagai strong potential pupping ground. Artinya, lokasi itu belum dapat disebut sebagai lokasi kelahiran yang terkonfirmasi sepenuhnya.
Saat ini, peneliti masih membutuhkan beberapa bukti tambahan untuk memastikannya. Bukti yang dimaksud termasuk keberadaan induk betina hingga konfirmasi biologis lainnya.
"Mulai dari memastikan kemunculan bayi secara reguler dalam jangka panjang, bukti keberadaan induk betina yang sedang hamil atau menjelang melahirkan, bukti bahwa bayi benar-benar bertahan di dalam teluk, serta konfirmasi biologis bahwa bayi hiu paus tersebut benar-benar lahir di perairan Teluk Saleh, bukan bermigrasi dari laut dalam," beber Iqbal.
Teluk Saleh tengah dibentuk menjadi sebuah kawasan konservasi perairan (Marine Protected Area/MPA) berbasis hiu paus pertama di Indonesia. Inisiasi ini diciptakan oleh Konservasi Indonesia bersama para mitra dan otoritas pemerintah.
Penemuan bayi hiu paus ini akan meningkatkan status kawasan penting Teluk Saleh. Lokasi ini berpotensi menjadi dasar ilmiah yang lebih kuat untuk perlindungan resmi.
"Perairan Teluk Saleh ini relatif tenang dan terlindung dari gelombang besar laut lepas, sekaligus memiliki produktivitas plankton yang tinggi. Suplai nutrien dari mangrove, padang lamun, dan terumbu karang, ditambah keberadaan bagan yang secara konsisten menarik ikan kecil dan udang rebon, menjadikan Teluk Saleh sebagai 'meja makan' alami yang stabil bagi bayi hiu paus yang sedang berada pada fase pertumbuhan kritis," jelas Iqbal.
Di balik potensi ilmiah yang luar biasa, bayi hiu paus di Teluk Saleh menghadapi berbagai risiko nyata. Risiko yang dimaksud termasuk terjerat jaring nelayan, penurunan kualitas air akibat aktivitas pesisir, hingga meningkatnya lalu lintas kapal.
Melihat keadaan ini, Konservasi Indonesia berencana melakukan pemantauan lanjutan untuk mengonfirmasi bayi dan anakan hiu paus. Mereka juga akan memperluas sistem pelaporan berbasis masyarakat, serta memajukan rencana pembentukan MPA berbasis hiu paus.
Baca juga: Hiu Vs Lumba-lumba, Menang Siapa? |
Pertama Kali Ditemukan Nelayan Lokal
Penulis utama studi tersebut, Ismail Syakurachman, menegaskan peran nelayan lokal tak bisa terpisahkan dari penemuan bayi hiu paus. Ia menjelaskan, mereka adalah sosok pertama yang menemukan hewan tersebut.
Laporan dari nelayan akan memungkinkan para peneliti merespons dengan cepat kemunculan neonatal hiu paus yang sangat langka ini. Tanpa keterlibatan nelayan, tahap paling awal kehidupan hiu paus ini mungkin akan tetap tersembunyi dari sains.
"Nelayan adalah mata para peneliti di laut. Mereka menangkap momen yang hampir mustahil terdeteksi oleh survei ilmiah konvensional. Tanpa keterlibatan mereka, tahap paling awal kehidupan hiu paus kemungkinan besar akan tetap tersembunyi dari sains," tandas Ismail.
Studi ini telah terbit pada jurnal Diversity pada 5 Desember 2025 dengan judul "First Evidence of Neonatal Whale Sharks (Rhincodon typus) in Saleh Bay, West Nusa Tenggara, Indonesia".
(det/twu)











































