Ada situs megalitik baru ditemukan di Indonesia. Situs megalitik ini ditemukan dengan teknologi LiDAR (Light Detection and Ranging).
Penelitian arkeologi ini mengungkapkan Situs Megalitikum Gunung Tangkil yang terletak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penemuan ini merupakan hasil kerja sama tim arkeologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Museum Prabu Siliwangi serta peneliti lokal, yang meneliti Gunung Tangkil untuk mengungkap jejak situs megalitik.
Dilansir dari Museum Prabu Siliwangi, penelitian ini bermula ketika peneliti Zubair Mas'ud menemukan fragmen patung batu di lereng terpencil Gunung Tangkil, Jawa Barat, yang masih ditutupi hutan lebat, sebuah area yang jarang dijelajahi dan diyakini menyimpan jejak peradaban kuno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penelitian ini, analisis awal menunjukkan bahwa komposisi batu artefak tersebut mirip dengan benda-benda megalitik yang tersimpan di Museum Prabu Siliwangi. Temuan ini mengindikasikan bahwa fragmen tersebut kemungkinan berasal dari tradisi budaya yang sama serta dapat membantu para arkeolog menelusuri asal-usul dan fungsi situs megalitik di Gunung Tangkil.
Menurut pendiri Museum Prabu Siliwangi, Prof Dr KH M Fajar Laksana, yang memaparkan temuan ini dalam seminar arkeologi pada Juli 2025 lalu, kesamaan komposisi dan karakteristik batu menunjukkan kemungkinan fragmen tersebut berasal dari tradisi budaya yang sama.
"Komposisi dan karakteristik batuannya mengarah pada kesamaan asal-usul. Ini temuan yang sangat potensial," ujar Fajar dalam seminar arkeologi.
Meski Gunung Tangkil belum ditetapkan sebagai situs budaya resmi, menurut Museum Prabu Siliwangi, berbagai penemuan di sekitarnya, termasuk sebuah menhir di Desa Tugu dan fragmen batu serupa di Gunung Karang, memperkuat dugaan bahwa wilayah ini dulunya merupakan bagian dari jaringan megalitik yang lebih luas di Jawa Barat.
Teknologi LiDAR Membuktikan Situs Megalitik
Pada 16-20 September 2025 lalu, BRIN menerapkan teknologi LiDAR (Light Detection and Ranging) di beberapa bagian Gunung Tangkil, menandai survei paling canggih yang pernah dilakukan di lokasi ini. Metode berbasis laser ini mampu menembus kanopi hutan lebat, sehingga mengungkap susunan batu dan anomali permukaan yang sebelumnya tersembunyi.
Teknologi LiDAR adalah teknologi deteksi berbasis laser yang dipasang pada pesawat tanpa awak atau drone. Cara kerjanya, laser dipancarkan ke area yang ingin dipetakan, lalu pantulan sinar tersebut diukur untuk membuat gambaran permukaan, termasuk area yang tertutup hutan lebat.
BRIN memanfaatkan teknologi LiDAR untuk menembus vegetasi dan memetakan kontur permukaan tanah. Cara ini memungkinkan tim peneliti mengidentifikasi struktur batu dan formasi yang sebelumnya tidak terlihat oleh mata manusia.
Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, M Irfan Machmud, menjelaskan bahwa tim menemukan susunan bebatuan di area dataran tinggi yang diduga berkaitan dengan tradisi megalitikum
"Dari analisa kita menemukan anomali yang menunjukkan beberapa struktur, juga jejak yang diduga jalan kuno. Ada undakan teras, calon arca, sampai bekas jalan batu," ujar Irfan di Kota Sukabumi, Minggu (30/11/2025), dikutip dari detikJabar.
Data LiDAR menunjukkan adanya empat klaster teras utama di Gunung Tangkil:
- Teras pertama: terdapat fragmen batu, menhir, kemungkinan patung, dan sisa jalur batu.
- Teras kedua: susunan batu yang teratur menyerupai pola permainan tradisional dakon.
- Teras ketiga: batu-batu yang ditumpuk, kemungkinan fitur ritual, dan batu penanda vertikal.
- Teras keempat: formasi batu memanjang serta batu tegak tambahan.
Penemuan Keramik Ungkap Jejak Perdagangan
Selain susunan batu, survei lapangan BRIN sebelumnya menemukan ratusan fragmen keramik yang berasal dari abad ke-10 hingga abad ke-20.
Para ahli keramik dalam tim mencatat bahwa temuan ini menunjukkan adanya interaksi selama berabad-abad antara kepulauan Indonesia dan pedagang maritim China. Temuan ini mengindikasikan bahwa wilayah sekitar Gunung Tangkil mungkin pernah terhubung dengan jalur perdagangan regional, sehingga menambah makna situs ini selain sebagai tempat ritual atau upacara.
"Temuan keramik ini menjadi bukti adanya interaksi ekonomi yang luas. Temuan ini tidak hanya penting bagi arkeologi, tetapi juga memahami sejarah perdagangan di kawasan regional," ujar salah satu peneliti.
Tantangan Penelitian Arkeologi Gunung Tangkil
Meskipun temuan di Gunung Tangkil menarik, penelitian lebih lanjut menghadapi sejumlah kendala lingkungan dan regulasi. Gunung Tangkil berada di dalam kawasan cagar alam Sukawayana, sehingga penggalian arkeologi dibatasi dan semua aktivitas yang berpotensi merusak vegetasi harus dihindari. Setiap pembukaan lahan harus memperhatikan ketentuan lingkungan yang ketat.
"Tantangannya, kita belum bisa melakukan ekskavasi penuh karena areanya hutan lindung. Motong lahan saja tidak boleh. Jadi harus diskusi dulu dengan pihak kehutanan," jelas Irfan, dikutip dari detikJabar.
Dorong Gunung Tangkil sebagai Cagar Budaya
Menurut Irfan, posisi Gunung Tangkil yang tak jauh dari kawasan Geopark Ciletuh memperkuat hubungan antara lanskap alam dan budaya masa lalu. BRIN merekomendasikan agar situs ini ditetapkan sebagai cagar budaya dengan akses terbatas, menyesuaikan status kawasan konservasinya.
Gunung Tangkil kemungkinan memiliki keterkaitan dengan pusat-pusat megalitik lain di Jawa Barat. Hubungan ini menjadikan Gunung Tangkil sebagai salah satu kunci penting dalam memahami jaringan budaya prasejarah di wilayah tersebut, demikian dikutip dari Arkeonews.
Gunung Tangkil juga memiliki makna penting bagi masyarakat lokal, yang masih secara rutin melaksanakan ritual leluhur di beberapa titik di kawasan ini.
Para peneliti menekankan bahwa keberlanjutan tradisi hidup tersebut bukan hanya menunjukkan hubungan spiritual dan budaya masyarakat, tetapi juga memperkuat argumen untuk memberikan pengakuan resmi dan perlindungan hukum terhadap Gunung Tangkil sebagai cagar budaya.
Berdasarkan bukti yang semakin banyak dan kuat, para peneliti BRIN bersama tokoh budaya secara resmi mendorong pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk menetapkan Gunung Tangkil sebagai situs warisan budaya.
Fajar menjelaskan bahwa upaya ini awalnya merupakan verifikasi rutin museum, tetapi kini telah menunjukkan indikasi kuat adanya situs arkeologi besar dengan nilai sejarah dan budaya yang tinggi.
"Kepada pemerintah, kita mengusulkan Gunung Tangkil jadi situs cagar budaya," kata Fajar.
BRIN tengah mempersiapkan fase penelitian berikutnya pada awal September, yang akan melibatkan pemetaan menggunakan drone dan pemindaian LiDAR yang lebih luas untuk memperjelas interpretasi struktur serta mengidentifikasinya.
Jika diverifikasi dan mendapatkan perlindungan resmi, Gunung Tangkil berpotensi menjadi salah satu kawasan megalitik terbaru yang paling penting di Indonesia.
Situs ini tidak hanya menyimpan struktur batu yang kompleks, tetapi juga dapat memberikan wawasan berharga tentang teknik rekayasa kuno, jaringan perdagangan regional, serta praktik budaya masyarakat prasejarah yang tersembunyi selama berabad-abad.











































