Ketenaran Jadi Penyebab Kematian Dini pada Penyanyi? Begini Kata Studi

ADVERTISEMENT

Ketenaran Jadi Penyebab Kematian Dini pada Penyanyi? Begini Kata Studi

Siti Nur Salsabilah Silambona - detikEdu
Kamis, 04 Des 2025 09:30 WIB
Ketenaran Jadi Penyebab Kematian Dini pada Penyanyi? Begini Kata Studi
Foto: Rich Fury/Getty Images for iHeartMedia/AFP/Chester Bennington, vokalis Linkin Park yang meninggal dunia pada 2017
Jakarta -

Di balik gemerlap lampu sorot dan sorak sorai penggemar untuk para penyanyi di atas panggung, terungkap sisi gelap di baliknya. Sebuah studi mengungkapkan bagaimana ketenaran penyanyi ternyata berkaitan dengan usia yang lebih singkat.

Dalam studi yang terbit di Journal of Epidemiology & Community Health yang terbit 25 November 2025, peneliti menemukan bahwa penyanyi yang tenar banyak yang meninggal lebih awal dibanding penyanyi yang belum berstatus sebagai selebriti. Peneliti menyoroti bagaimana ketenaran setara dengan risiko kesehatan lainnya.

Rata-rata usia pada penyanyi terkenal hanya 75 tahun. Sementara penyanyi yang tidak terkenal bisa mencapai 79 tahun, demikian dilansir Medical Express.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faktor Ketenaran dan Tekanan Kesehatan

Untuk mengungkap keterkaitan ketenaran dan kematian lebih awal, peneliti secara retrospektif membandingkan risiko kematian pada 648 penyanyi. Dari jumlah tersebut, setengahnya telah mencapai status selebriti dan setengahnya tidak.

Data penyanyi terkenal diambil dari "2000 Artis Teratas Sepanjang Masa" di acclaimedmusic.net , sebuah basis data yang menggabungkan peringkat global berdasarkan daftar yang diterbitkan oleh kritikus musik, jurnalis, dan profesional industri, tetapi bukan jajak pendapat penonton atau data penjualan.

ADVERTISEMENT

Sebagian besar (83,5%) adalah laki-laki, dan rata-rata tahun kelahiran adalah 1949, tetapi rentangnya antara tahun 1910 hingga 1975. Lebih dari separuh (61%) penyanyi berasal dari Amerika Utara, sisanya dari Eropa/Inggris.

Sebagian besar penyanyi bergenre Rock (65%), diikuti oleh R&B (14%), Pop (9%), New Wave (6%), Rap (4%), dan Electronica (2%). Lebih dari separuh (59%) penyanyi tergabung dalam sebuah band; 29% adalah artis solo; dan 12% tampil solo dan dalam sebuah band.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyanyi terkenal terlalu sering mengalami berbagai masalah kesehatan hingga mungkinkan kematian yang terlalu cepat. Besaran resiko kematian mencapai 33%, ini meningkat setelah puncak ketenaran.

Selain itu, penyanyi terkenal juga sangat rentan terkena gejala tekanan psikososial, karena setiap tindakan mereka selalu terpantau oleh publik. Keintensifan kerja dan harus terus menerus terlihat menarik dan santun membawa satu titik tekanan.

"Secara keseluruhan, analisis menunjukkan bahwa peningkatan risiko (kematian dini) muncul khususnya setelah mencapai ketenaran, yang menyoroti ketenaran sebagai titik balik temporal yang potensial untuk risiko kesehatan, termasuk mortalitas. Di luar penjelasan pekerjaan, temuan kami menunjukkan bahwa ketenaran menambah kerentanan lebih lanjut dalam kelompok yang sudah berisiko," kata para peneliti.

Menurut peneliti, risiko tinggi yang dikaitkan dengan ketenaran sebanding dengan risiko kesehatan lain yang diketahui, seperti merokok sesekali, yang menimbulkan risiko kematian tinggi sebesar 34%.

Studi Bersifat Observasional

Meski begitu, peneliti mengatakan bahwa studi mereka bersifat observasional, sehingga tidak ada kesimpulan pasti yang dapat ditarik tentang sebab dan akibat. Para peneliti juga mengakui bahwa sampel studi mereka tidak bersifat global dan terbatas pada penyanyi, yang berarti observasi mereka mungkin tidak berlaku untuk wilayah lain di dunia atau bidang ketenaran lain, seperti akting atau olahraga.

Dalam hal ini, masih belum jelas apakah ketenaran itu sendiri, tuntutan industri musik, atau gaya hidup yang berkaitan dengan musisi, yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko kematian lebih awal para bintang.

Namun, penjelasan pada temuan ini bisa mengarah kepada adanya tekanan psikososial tertentu yang menyertai ketenaran, seperti pengawasan publik yang ketat, tekanan kinerja, dan hilangnya privasi.

"Stresor ini dapat memicu tekanan psikologis dan perilaku penanggulangan yang merugikan, menjadikan ketenaran sebagai beban kronis yang memperkuat risiko pekerjaan yang ada," terang mereka.

Penulis adalah peserta program MagangHub Kemnaker di detikcom.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads