8 Tokoh Bangsa yang Juga Seorang Guru, KH Hasyim Asy'ari-Tan Malaka

ADVERTISEMENT

8 Tokoh Bangsa yang Juga Seorang Guru, KH Hasyim Asy'ari-Tan Malaka

Fahri Zulfikar - detikEdu
Selasa, 25 Nov 2025 14:30 WIB
Pendiri NU KH Hasyim Asyari
Foto: Edi Wahyono/detikcom/Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari
Jakarta -

Hari Guru Nasional diperingati setiap tanggal 25 November. Selain guru-guru yang pernah mengajar detikers di sekolah, ada banyak tokoh bangsa yang dulunya merupakan seorang guru atau pengajar. Siapa saja tokoh-tokoh tersebut?

Dalam sejarah, para tokoh bangsa dan pahlawan tak hanya fokus untuk melawan penjajahan. Mereka yang punya visi memajukan sumber daya manusia turut mengajar sebagai guru untuk rakyat-rakyat pribumi, yang pada masa itu sulit mendapat akses pendidikan.

Mereka mengajarkan bahasa, ilmu-ilmu modern, hingga ilmu agama. Lantas, siapa saja tokoh-tokoh bangsa yang juga merupakan seorang guru? Berikut daftarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daftar 8 Tokoh Bangsa yang Juga Seorang Guru


1. Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh penting dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Namanya dikenal sebagai "Bapak Pendidikan Nasional" dengan semboyan "Tut Wuri Handayani".

Melansir laman Kemdikbud, Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga bangsawan Jawa. Ia mendapatkan kesempatan belajar di Europeesche Lagere School (ELS) hingga School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta. Namun di STOVIA, ia tidak menyelesaikan pendidikannya karena alasan kesehatan.

ADVERTISEMENT

Meski tidak lulus, tokoh dengan nama Soewardi ini mendapatkan wawasan luas tentang pendidikan dan kebudayaan lokal. Dengan bekal itu, Ki Hadjar memiliki dasar perjuangan yang kuat untuk kesetaraan dalam pendidikan. Sampai pada 1922, ia mendirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Taman Siswa).

Lembaga tersebut ditujukan untuk rakyat pribumi, yang saat itu tidak memiliki akses yang sama dengan kaum bangsawan atau Belanda. Di sanalah ia juga menjadi seorang guru atau pengajar.

Taman Siswa menekankan metode pendidikan bukan dengan 'perintah dan sanksi', melainkan berbasis pada semangat kebangsaan dan kebebasan berpendapat. Tujuannya untuk membentuk generasi yang cinta tanah air dan siap memperjuangkan kemerdekaan.

2. RA Kartini

RA Kartini merupakan tokoh yang dikenal menyuarakan pendidikan bagi perempuan. Ia dikenal memprakarsai perkumpulan dan memajukan pendidikan perempuan.

Kala itu, Kartini merasa banyak diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu dimana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Saat bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School), ia kemudian belajar bahasa Belanda. Di sinilah sejarah perjuangan Kartini bermula. Selama tinggal di rumah, Kartini belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda.

Tak lama setelah pemikirannya menguat, Kartini memulai sebuah sekolah kecil yang mengajarkan baca-tulis, kerajinan tangan, dan memasak.

3. KH Hasyim Asy'ari

KH Hasyim Asyari dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Keilmuannya di bidang agama tak hanya didalami di Indonesia, tetapi juga Mekkah dan Madinah.

Sebelum mendirikan NU dan membangun Pesantren Tebuireng pada 1899, KH Hasyim Asyari bahkan sempat mengajar di Masjidil Haram.

Perjuangannya tidak terbatas di dunia pendidikan. Ia pernah mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang terkenal memperkuat semangat para santri untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan dari para penjajah.

4. KH Ahmad Dahlan

Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai seorang yang gigih dalam belajar dan mengajar. Mengutip laman Muhammadiyah, Ahmad Dahlan pernah berguru kepada 15 orang ulama, antara lain ayahnya Kyai Abu Bakar, pamannya Kyai Muhammad Soleh, Kyai Faqih Gresik, Kyai Muchin, Kyai Abdul Hamid, Kyai Raden Dachlan, Kyai Machfud, hingga Kyai Soleh Darat.

Ia sempat belajar hingga ke Tanah Suci. Setelahnya, Ahmad Dahlan aktif mengajar sebagai guru agama Islam di Kweekschool (Sekolah Guru) milik Belanda di Jetis dan OSVIA (sekolah among praja) di Magelang.

Selain itu, ia juga aktif menjadi anggota dan pengajar di Syarikat Islam dan Budi Utomo. Tak lama kemudian, KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolahnya sendiri dengan memadukan konsep Barat dan Islam di teras rumahnya.

Mulanya, hanya ada 8 orang murid yang bersedia bergabung, karena adanya tentangan dari masyarakat. Saat mengajar, KH Ahmad Dahlan menyiapkan peralatannya sendiri, mulai papan tulis, meja kursi, hingga kapur.

Secara perlahan, murid-muridnya mulai bertambah banyak, hingga mencapai 20 orang pada enam bulan berikutnya. Akhirnya, tempat belajar itu menjadi cikal bakal sekolah formal Muhammadiyah yang pertama kali didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1911, demikian menurut situs Universitas Muhammadiyah Semarang.

5. Jenderal Sudirman

Mengutip laman Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Jenderal Sudirman ternyata sempat mengajar sebagai guru sebelum terjun ke dunia militer. Ia tercatat hanya lulus dari sekolah MULO (setingkat SMP) dan tidak memiliki ijazah guru.

Namun, pada masa itu, tercetus gagasan bahwa guru biasa boleh mengajar asal mau menyempurnakan pengetahuannya dalam bidang keguruan. Sudirman kemudian memberanikan diri menempuh les privat dari guru-gurunya sewaktu di MULO Wiworotomo.

Sampai akhirnya, ia dapat menguasai teori-teori serta praktik-praktik untuk menjadi seorang guru dalam waktu singkat. Sampai pada 1936, Sudirman kembali ke Cilacap untuk mengajar di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah.

Ia kemudian mengabdikan dirinya menjadi guru HIS Muhammadiyah, Cilacap dan pemandu di organisasi Pramuka Hizbul Wathan tersebut, demikian menurut laman resmi Kab. Banyumas.

Sebagai guru, Sudirman mengajarkan murid-muridnya pelajaran moral dengan menggunakan contoh dari kehidupan para rasul dan kisah wayang tradisional. Meski bergaji kecil, Sudirman tetap mengajar dengan giat dan dalam beberapa tahun Sudirman diangkat menjadi kepala sekolah meskipun tidak memiliki ijazah guru.

6. Soekarno

Soekarno merupakan lulusan dari Technische Hoogeschool (TH) Bandung atau yang sekarang disebut Institut Teknologi Bandung (ITB). Jurusannya kala itu ialah teknik jalan dan pengairan (kini teknik sipil) atau weg en waterbouwkunde.

Pada suatu waktu, sahabatnya, Douwes Dekker memberikan sebuah tawaran pekerjaan bagi Soekarno. Pekerjaan itu ialah menjadi guru di Ksatrian Institut, sekolah yang baru didirikannya di Niewstraat (sekarang Jalan Ksatrian) Kota Bandung.

Di Ksatrian Institut, Soekarno diberi tugas mengajar dua mata pelajaran, Ilmu Pasti dan Ilmu Sejarah, demikian dikutip dari arsip detikcom.

7. HOS Tjokroaminoto

Hadji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto dikenal sebagai Guru Bangsa. Ia merupakan guru dari tokoh-tokoh seperti Soekarno, Alimin, Musso, Semaoen, hingga Kartosuwiryo.

Tjokroaminoto merupakan lulusan Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. Usai lulus, ia bekerja di kesatuan pegawai administratif di Ngawi.

Gagasannya dikenal dengan prinsip bahwa untuk memerdekakan bangsa, harus membuat bangsa menjadi terdidik terlebih dahulu. Ia menjadi guru ideologis bagi Soekarno dkk saat rumahnya menjadi indekos atau tempat tinggal, yang sekaligus menjadi pusat kegiatan intelektual bagi muridnya.

8. Tan Malaka

Tan Malaka dikenal sebagai Bapak Republik. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Guru Pribumi satu-satunya di Sumatra, yaitu Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers di Bukittinggi dan lulus pada 1913, demikian dikutip dari arsip detikcom.

Setelahnya, Tan Malaka melanjutkan pendidikan ke Belanda di Rijkskweekschool di Haarlem. Di sana, ia mendapatkan pandangan lebih luas mengenai dunia luar.

Sepulang dari Belanda, ia sempat menjadi pengajar anak-anak kuli perkebunan tembakau di perkebunan di Deli, Sumatera Timur. Di samping mengajar, Tan Malaka aktif sebagai jurnalis dan menulis beberapa karya untuk pers mengenai ketimpangan yang terjadi antara pemilik dan pekerja.




(faz/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads