Gunung Semeru di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur kembali mengalami erupsi pada Senin pagi (24/11/2025). Letusan tersebut menghembuskan asap putih hingga setinggi 500 hingga 1.000 meter.
Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru Mukdas Sofian menyebut, asap di kawah utama berwarna putih dengan intensitas sedang. Adapun cuaca di sekitar gunung ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) saat kejadian berawan dan mendung.
"Gunung Semeru juga mengalami satu kali gempa hembusan dengan amplitudo 8 mm, dan lama gempa 52 detik, kemudian tiga kali gempa tektonik jauh dengan amplitudo 3-30 mm, S-P 39 detik dan lama gempa 51-284 detik," tuturnya, dikutip dari Antara.
Musim Hujan Diduga Picu Erupsi
Ahli vulkanologi sekaligus dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Eng Ir Mirzam Abdurrachman, ST, MT membeberkan beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab Gunung Semeru erupsi. Menurut Mirzam, kehadiran air hujan dapat memicu letusan freatik.
Air hujan dapat meresap ke area yang sangat panas di puncak gunung. Kemudian air tersebut berubah menjadi uap.
"Air yang masuk itu akan terpanaskan, berubah menjadi uap, menambah tekanan, dan kemudian letusan terjadi," jelasnya, dikutip dari laman ITB, Senin (24/11/2025).
Mirzam menjelaskan hujan bisa membersihkan lapisan abu vulkanik di bagian puncak. Padahal lapisan tersebut berfungsi sebagai penutup tekanan dari bawah. Sehingga penahan tekanan menjadi lemah.
"Seperti botol minuman bersoda yang sudah diguncang-guncangkan kemudian tutupnya dibuka, maka akan menyembur keluar," ujarnya.
Bahaya Erupsi Selama Musim Hujan
Lebih lanjut Mirzam menjabarkan bahaya erupsi gunung selama musim hujan. Menurutnya, bahaya primer dan sekunder dapat terjadi jika ada lahar.
"Bahaya utama di musim hujan selain bahaya primer adalah bahaya sekunder atau ikutan seperti lahar," ujarnya.
Adapun aliran lahar yang berada di badan sungai menjadi paling berbahaya menurut Mirzam. Utamanya di bagian sungai yang berkelok.
"Pada bagian ini lahar yang kental tentu tidak bisa bermanuver saat menghadapi tikungan atau belokan dengan tiba-tiba," ujarnya.
Pada bagian kelokan, luapan besar berpotensi terjadi. Mirzam pun mencatat, Gunung Semeru pernah mengeluarkan awan panas guguran yang punya jarak luncur signifikan.
Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan jarak luncur terjauh mencapai 15,5 km ke arah tenggara. Artinya, wilayah dengan cakupan jarak tersebut harus dijadikan perhatian saat terjadi erupsi.
Terutama saat intensitas hujan meningkat, aliran lahar dapat menuju pemukiman di sekitar sana. Sementara abu vulkanik, biasanya bergerak sesuai arah angin.
Pemantauan Penting Dilakukan Saat Status Siaga
PVMBG menetapkan status siaga pada Semeru. Dengan begitu, Mirzam menyebut pemantauan melalui sumber resmi penting dilakukan.
"Intensitas gempa vulkanik yang semakin sering selain parameter lain seperti perubahan kandungan gas, kenaikan temperatur, dan deformasi," ungkapnya.
Masyarakat bisa meninjau langsung informasi terkini tentang status gunung dari pembaruan PVMBG atau aplikasi Magma Indonesia.
"Jika letusan semakin jarang dan letusan semakin kecil, maka pertanda gunung api ini berangsur membaik seperti halnya orang sakit batuk yang semakin jarang batuk dan melemah batuknya," ujarnya.
Mirzam mengimbau penduduk sekitar agar mengikuti instruksi petugas berwenang. Ia juga menyarankan untuk memakai masker basah supaya terhindar dari paparan abu.
"Mitigasi bagi penduduk sekitar sebaiknya mengikuti arahan PVMBG, yaitu mengungsi ke area aman di luar zona bahaya yang direkomendasikan," tegasnya.
Simak Video " Video: Gunung Semeru Kini dalam Fase Erupsi Berkelanjutan"
(cyu/nah)