Lulusan perguruan tinggi ramai-ramai bekerja sebagai pengemudi ojek online (ojol) setelah lulus. Apa penyebabnya?
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof Dr Imamudin Yuliadi, SE, MSi, memberikan pendapatnya mengenai fenomena ini. Menurut Imamudin, maraknya lulusan pendidikan tinggi yang bekerja sebagai pengemudi ojol tidak bisa langsung dimaknai sebagai kegagalan pendidikan tinggi.
Ia menilai, sebagian besar lulusan masih bercita-cita bekerja sesuai bidang keilmuannya, tetapi proses menuju pekerjaan ideal kerap membutuhkan waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjadi driver ojek online lebih sebagai aktivitas antara atau batu loncatan. Mereka melakukannya sambil menunggu pekerjaan yang sesuai bidangnya," jelasnya dalam laman UMY dikutip Minggu (23/11/2025).
Penyebab Banyak Orang Bekerja sebagai Pengemudi Ojol
Tak hanya lulusan perguruan tinggi, banyak orang memilih bekerja sebagai pengemudi ojol karena sifatnya yang sangat inklusif. Seseorang bisa langsung bekerja hanya dengan kendaraan pribadi, tanpa modal besar atau pengalaman khusus.
"Mengapa pilihannya ojek online? Karena itu yang paling mudah dan paling murah. Bisa langsung menghasilkan pendapatan sembari menunggu pekerjaan formal," terangnya.
Menurut Imamudin, fenomena ini menjadi semacam katup pengaman untuk situasi ketenagakerjaan nasional yang masih menghadapi angka pengangguran tinggi. Bahkan, pekerjaan ini juga digeluti mereka yang terkena PHK akibat kontraksi ekonomi di beberapa sektor.
Terkait anggapan jika lulusan pendidikan tinggi menjadi ojol mencerminkan kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja, Imamudin memberikan perspektif seimbang. Menurutnya, ekonomi Indonesia masih memiliki ruang pertumbuhan yang besar, didukung percepatan penyerapan anggaran daerah serta program-program ekonomi lokal seperti Multiplier Based Growth (MBG).
"Ada sektor yang terkontraksi, tapi banyak juga sektor yang berkembang. Ekonomi kita masih bisa tumbuh lebih tinggi," ujarnya.
Pengingat untuk Perguruan Tinggi
Meski demikian, Imamudin berpendapat jika fenomena sarjana menjadi ojol tetap harus menjadi peringatan bagi perguruan tinggi. Menurutnya, kampus perlu memperkuat link and match mengingat dinamika industri yang berubah cepat. Mahasiswa juga harus diberi pengalaman nyata agar memahami peta dunia kerja sejak dini.
"Model magang yang sekarang diprogramkan pemerintah itu positif. Mahasiswa harus dikenalkan pada dunia nyata sehingga tahu peta kerja yang sesungguhnya saat lulus," jelasnya.
Untuk menghadapi persoalan ketenagakerjaan ini, Imamudin menekankan pentingnya tiga hal yaitu:
- Pembangunan iklim investasi yang kondusif.
- Perbaikan tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien.
- Penguatan UMKM dan koperasi.
Ia yakin generasi muda memiliki peluang besar untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi daerah.
"Setiap daerah punya karakter dan potensi ekonomi. Generasi muda bisa memanfaatkannya untuk menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan," ucapnya.
(nir/nah)











































