LPEM FEB UI Sorot Fenomena Setengah Nganggur pada Banyak Anak Muda, Seperti Apa?

ADVERTISEMENT

LPEM FEB UI Sorot Fenomena Setengah Nganggur pada Banyak Anak Muda, Seperti Apa?

Novia Aisyah - detikEdu
Sabtu, 08 Nov 2025 18:00 WIB
Kelakuan Kocak Netizen Saat Pesan Makanan Via Ojol Ini Bikin Ngakak
Ojek online termasuk underemployment. Foto: Ilustrasi iStock/visual
Jakarta -

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyorot fenomena underemployment atau belum bekerja secara penuh, yang menimpa banyak anak muda di Indonesia. Fenomena ini juga bisa disebut sebagai setengah penganggur.

LPEM FEB UI menggarisbawahi para anak muda banyak yang bekerja dalam jam pendek, upah tak seberapa, dan pekerjaannya jauh dari kemampuan yang dimiliki. Hal ini bukan karena para anak muda itu ingin, tetapi karena tidak ada pilihan lain.

Dalam laporan Labor Market Brief Volume 6, Nomor 10, Oktober 2025 itu, disorot paradoks pasar kerja di Indonesia, yaitu di tengah penurunan angka pengangguran terbuka sejak masa pandemi, kualitas pekerjaan yang tersedia belum sepenuhnya membaik. Situasi ini lebih banyak ditemukan di sektor informal dan pedesaan, juga lebih tinggi ditemukan di kelompok muda dan berpendidikan rendah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi banyak pembuat kebijakan, ini terlihat seperti sinyal bahwa pemulihan ekonomi mulai menemukan jalannya. Namun, apakah benar kita sedang menuju pasar kerja yang sehat?" ungkap peneliti, Muhammad Hanri, PhD dan Nia Kurnia Sholihah, ME dalam laporannya, dikutip Sabtu (8/11/2025).

Seperti Apa Underemployment atau Setengah Penganggur?

Gambaran underemployment adalah sudah bekerja, tetapi hanya memperoleh kesempatan bekerja beberapa jam dalam seminggu. Contoh lainnya adalah pekerja yang memiliki gelar dan keahlian tertentu, tetapi terpaksa bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tidak ada kepastian.

ADVERTISEMENT

"Mereka tidak masuk kategori penganggur, karena secara teknis memiliki pekerjaan. Di sisi lain, mereka belum sepenuhnya terserap oleh pasar kerja," kata peneliti, dalam laporan tersebut.

Indikator Setengah Nganggur

BPS mengukur setengah penganggur dalam dua indikator, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan masih ingin menambah jam kerja. Kedua, mereka yang bekerja paruh waktu bukan karena pilihan, tetapi karena tidak ada pilihan lain.

"Kenapa ini penting? Karena underemployment menunjukkan kualitas pekerjaan yang tersedia. Ini bukan sekadar soal terserap atau tidak, melainkan apakah pekerjaan yang ada mampu memberi penghasilan layak, jam kerja yang stabil, dan peluang untuk berkembang," jelas peneliti.

"Dalam banyak kasus, underemployment berhubungan erat dengan pekerjaan informal, pendapatan rendah, dan ketidakpastian ekonomi," lanjut mereka.

Underemployment Tak Sama dengan Gig Economy

Fenomena underemployment terkadang dikaitkan dengan gig economy. Untuk gig economy kerap dinilai lebih fleksibel, tak terikat jam kantor, dan bisa memilih pekerjaan sesuai minat.

Meski begitu, bentuk kerja tidak penuh waktu di Indonesia khususnya, tidak sepenuhnya mencerminkan kebebasan seperti gig economy. Kondisi gig economy, dalam laporan LPEM FEB UI, tidak mewakili mayoritas pekerja tidak penuh waktu di Indonesia.

"Banyak dari mereka yang masuk kategori underemployed justru berada dalam situasi sebaliknya. Mereka bekerja lebih sedikit dari jam kerja normal bukan karena ingin, tetapi karena tidak ada pilihan lain," kata para peneliti.

"Jam kerja pendek muncul bukan dari preferensi, melainkan dari terbatasnya permintaan, minimnya peluang, atau kondisi ekonomi yang belum pulih. Mereka tetap ingin bekerja lebih lama dan mendapatkan penghasilan lebih tinggi, tetapi pasar tidak memberi ruang," lanjut mereka.

Angka Setengah Penganggur di Indonesia

Seperti ini statistik setengah penganggur di Indonesia berdasarkan data BPS:

Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki:

  • 2022: 6,58%
  • 2023: 6,94%
  • 2024: 8,28%

Perempuan:

  • 2022: 5,91%
  • 2023: 6,27%
  • 2024: 7,57%

Berdasarkan Lokasi

Perkotaan:

  • 2022: 4,75%
  • 2023: 5,32%
  • 2024: 6,09%

Pedesaan:

  • 2022: 8,25%
  • 2023: 8,44%
  • 2024: 10,6%

Berdasarkan Usia

Jumlah pekerja tidak penuh waktu pada 2022 merujuk data BPS, berdasarkan usia didominasi kelompok usia 15-19 dengan persentase 16,53%. Kemudian usia 20-24 sebesar 13,58%.

Mereka yang lulus SD juga mendominasi kalangan pekerja tidak penuh waktu sebanyak 8,67% berdasarkan data yang sama. Jumlahnya menurun drastis di tingkat diploma 4,01% dan universitas 5,03%.

Saran LPEM FEB UI

Perluas model pelatihan berbasis demand yang menargetkan sektor dengan pertumbuhan cepat seperti logistik, jasa digital, agribisnis modern, dan energi terbarukan. Pemerintah tidak perlu memulai dari nol, tetapi dapat memetakan potensi lokal dan mengaitkannya dengan insentif pelatihan kerja yang langsung menyambungkan pencari kerja dengan dunia usaha.

Mendorong percepatan legalisasi dan fasilitasi pelaku usaha mikro dan kecil supaya mudah masuk ke ekosistem formal.

Memperkuat sistem data ketenagakerjaan agar intervensi kebijakan tidak bersifat seragam dan nasional saja. Saat pemerintah daerah punya akses data akurat tentang sektor dominan, profil pekerja, dan permintaan kerja lokal, maka program pelatihan dan insentif tenaga kerja dapat diarahkan dengan lebih tajam dan efisien.




(nah/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads