Fosil Badak Ditemukan di Kutub Utara, Kok Bisa?

ADVERTISEMENT

Fosil Badak Ditemukan di Kutub Utara, Kok Bisa?

Siti Nur Salsabilah Silambona - detikEdu
Rabu, 05 Nov 2025 12:30 WIB
Ilustrasi perkiraan wujud badak purba yang hidup di Kutub Utara pada 23 juta tahun yang lalu.
Ilustrasi perkiraan wujud badak purba yang hidup di Kutub Utara pada 23 juta tahun yang lalu. Foto: Julius Csotonyi
Jakarta -

Fosil badak dari sekitar 23 juta tahun lalu ditemukan peneliti di Kutub Utara. Penemuan ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana hewan khas Asia dan Afrika tersebut bisa hidup di lingkungan dingin ekstrem?

Siapa sangka, jutaan tahun lalu, Kutub Utara bukanlah hamparan es, melainkan hutan hijau yang dipenuhi pepohonan sebagai habitat hewan liar. Di tengah bentang alam yang kini membeku itu, para ilmuwan menemukan sesuatu yang menakjubkan berupa fosil seekor badak purba yang pernah hidup di wilayah Arktik Kanada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari Canadian Museum of Nature (CMN), temuan luar biasa ini dilaporkan dalam makalah yang telah terbit di jurnal Nature Ecology and Evolution dengan judul Mid-Cenozoic rhinocerotid dispersal via the North Atlantic, 28 Oktober 2025.

Fosil tersebut ditemukan di Pulau Devon, Nunavut, di dalam lapisan sedimen danau purba di kawah Haughton. Lokasi penemuan ini menjadikannya salah satu situs fosil paling terpencil di dunia.

ADVERTISEMENT

Fosil Badak Kutub yang Hampir Utuh

Tak tanggung-tanggung, sekitar 75% kerangka hewan itu masih utuh, termasuk bagian tengkorak, rahang, dan gigi. Hal tersebut diungkapkan oleh ahli paleobiologi Marisa Gilbert.

Gilbert berpartisipasi dalam sejumlah perjalanan penelitian ke Kawah Haughton pada akhir tahun 2000-an, yang dipimpin oleh Dr. Natalia Rybcynski, rekan peneliti CMN dan rekan penulis lainnya dalam penelitian ini. Ekspedisi-ekspedisi ini menghasilkan penemuan spesies baru lainnya, yaitu anjing laut transisi, Puijila darwini.

Hewan Purba Penghuni Kutub Utara

Para ilmuwan menamakan badak Arktik tersebut dengan nama ilmiah Epiaceratherium itjilik. "Itjilik" memiliki arti "dingin" atau "beku" dalam bahasa Inuktitut, bahasa masyarakat asli Inuit di wilayah Arktik.

Nama itu dipilih melalui konsultasi langsung dengan pemuka adat setempat. Langkah ini merupakan bentuk penghormatan terhadap budaya lokal dan tempat penemuan fosilnya di High Arctic.

Penelitian fosil badak ini juga melibatkan Jarloo Kiguktak, pemuka adat Inuit. Mantan Wali Kota Grise Fiord, komunitas Inuit paling utara di Kanada ini, juga sebelumnya dilibatkan pada sejumlah ekspedisi palentologi di High Arctic.

"Penemuan ini menjadi bukti bahwa kehidupan purba di Arktik jauh lebih beragam daripada yang kita kira," ujar Dr. Natalia Rybczynski, ahli paleontologi dari Canadian Museum of Nature yang memimpin penelitian tersebut.

Berbeda dengan badak modern yang besar dan bertanduk, Epiaceratherium itjilik justru tidak memiliki tanduk. Ukurannya juga lebih kecil. Ia hidup sekitar 23 juta tahun lalu, pada masa Miosen awal, saat Arktik memiliki iklim yang jauh lebih hangat dan lembap.

Bukti Migrasi Antarbenua

Hasil penelitian menunjukkan Epiaceratherium itjilik memiliki kemiripan evolusi dengan spesies badak purba di Eropa. Dapat disimpulkan, jutaan tahun lalu, mamalia besar seperti badak kemungkinan bermigrasi dari Eropa ke Amerika Utara melalui jembatan darat Atlantik Utara. Jalur ini yang menghubungkan kedua benua sebelum kemudian terpisah oleh lautan.

Selama ini, ilmuwan mengira jalur darat itu hanya aktif hingga 56 juta tahun lalu. Namun temuan fosil ini membuktikan bahwa koneksi tersebut mungkin masih ada hingga periode Miosen (23 juta-5,3 juta tahun lalu), jauh lebih muda dari perkiraan sebelumnya. Dengan kata lain, Arktik berperan penting sebagai "gerbang migrasi" bagi banyak spesies purba.

Penemuan ini juga memperluas pemahaman tentang bagaimana iklim dan posisi benua mempengaruhi penyebaran hewan di masa lalu. Tim peneliti menyatakan bahwa temuan seperti ini membantu penyusunan kembali peta kehidupan purba di bumi.

Hidup Saat Arktik Masih Hijau

Sulit dibayangkan, saat wilayah yang familiar sebagai hamparan es saat ini justru dahulu merupakan hutan iklim sedang (temperate forest). Kawasan di sekitar kawah Haughton menjadi bukti bahwa tempat tersebut pernah melewati masa ketika pepohonan hijau tumbuh subur.

Artinya, badak purba tersebut hidup di lingkungan yang jauh berbeda dengan keadaan Arktik saat ini. Pada masa itu, suhu wilayah tersebut masih hangat, dengan tanah yang ditumbuhi oleh vegetasi sehingga memiliki sumber makanan yang melimpah.

Seiring berjalannya waktu, perubahan iklim global mengubah daerah hangat tersebut menjadi lapisan es beku seperti sekarang.

Jejak Masa Lalu untuk Masa Depan

Penemuan ini menjadi salah satu pencapaian paleontologi terbesar tahun ini. Tidak hanya memperkaya daftar spesies purba dunia, fosil badak Kutub Utara ini juga mengubah cara kita memandang Arktik bukan sekadar tempat ekstrem, melainkan penyimpan kisah kehidupan yang luar biasa.

"Setiap fosil memberi kita cerita tentang masa lalu, dan membantu kita memahami masa depan," kata Dr. Rybczynski.

Siapa tahu, di bawah lapisan es yang lain, masih ada kisah purba lain yang menunggu untuk ditemukan.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads