Kisah Eksperimen Gila 1925: 7 Mahasiswa Tak Tidur 60 Jam Demi Buktikan Teori Tidur

ADVERTISEMENT

Kisah Eksperimen Gila 1925: 7 Mahasiswa Tak Tidur 60 Jam Demi Buktikan Teori Tidur

Cicin Yulianti - detikEdu
Selasa, 04 Nov 2025 10:00 WIB
Young woman having sore and tired eyes when using a smartphone while lying in bed at night
Ilustrasi menahan tidur. Foto: Getty Images/iStockphoto/amenic181
Jakarta -

Seratus tahun lalu, tepatnya sekitar tahun 1925 terdapat sekelompok mahasiswa di Amerika Serikat rela tak tidur selama 60 jam atau dua setengah hari. Apa yang membuat mereka rela melakukan hal tersebut?

Ternyata, mereka berusaha menjawab satu pertanyaan penting: apakah tidur hanyalah pemborosan waktu? Eksperimen yang dipimpin oleh profesor psikologi Universitas George Washington (GWU), Frederick August Moss, itu menjadi salah satu penelitian paling awal yang menelusuri soal tidur.

Dari 7 hanya 2 Mahasiswa Kuat Lawan Kantuk

Mengutip Popular Science, pada akhir Agustus 1925, Moss mengajak tujuh mahasiswanya di Washington DC untuk melakukan eksperimen tersebut. Mahasiswa diajak bertahan tanpa tidur selama 60 jam penuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama eskperimen, Moss memantau tanda vital, refleks, serta kecerdasan mereka. Mahasiswa diberi tugas-tugas sederhana seperti memarkir mobil dan bernyanyi agar tetap terjaga.

Salah satu peserta yakni Louise Omwake, baru berusia 17 tahun dan dikenal sebagai atlet dan mahasiswa teladan. Ia kelak menjadi tokoh pendidikan nasional.

ADVERTISEMENT

Mahasiswa lainnya adalah Thelma Hunt, yang kelak menjadi psikolog ternama dan kepala Departemen Psikologi GWU. Dari tujuh mahasiswa, hanya mereka berdua berhasil menuntaskan eksperimen ekstrem itu tanpa pingsan atau gangguan serius.

Hasil Eksperimen: Terlalu Banyak Tidur Bisa Berbahaya

Hasil awal penelitian Moss menyimpulkan bahwa "terlalu banyak tidur bisa menumpulkan pikiran dan tubuh, layaknya mabuk."

Saat itu, Amerika Serikat memang tengah tumbuh pesat secara industri. Bahkan, tokoh seperti Thomas Edison bahkan pernah berkata dirinya beraktivitas 20 jam sehari dan tidur hanya empat jam.

Meski penelitian Moss membuktikan bahwa orang-orang saat itu meragukan kebutuhan tidur, Burke salah satu penulis Popular Science skeptis terhadap hal tersebut.

Kemudian ia mengamati berbagai laporan penelitian terkini dan hasilnya berbeda. Ia belum menemukan cara bagi manusia untuk mengurangi waktu tidurnya secara signifikan tanpa efek buruk terhadap kesehatan.

Dulu Dianggap Pemborosan, Kini Tidur Diperlukan

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, teori Moss terbantahkan. Para peneliti modern menemukan bahwa tidur bukan aktivitas pasif, melainkan proses biologis penting.

Saat tidur otak dapat memperbaiki jaringan, memperkuat memori, dan membuang racun berbahaya seperti beta-amyloid, protein yang terkait dengan Alzheimer. Kini, para ilmuwan sepakat bahwa tidur 7-9 jam per malam adalah waktu ideal bagi orang dewasa.

Tidur terlalu sedikit atau berlebihan justru bisa menimbulkan risiko penyakit jantung, obesitas, hingga depresi. Bahkan, pola tidur tidak teratur terbukti berdampak negatif bagi kesehatan mental dan metabolisme.

Meski begitu, warisan eksperimen Moss tetap menarik. Dari upaya melawan tidur pada tahun 1925, lahirlah kesadaran baru tentang pentingnya tidur bagi kehidupan manusia.

Tidur Jadi Investasi Kesehatan yang Penting

Salah satu peserta eksperimen, Thelma Hunt, akhirnya meraih gelar PhD dan MD, bahkan menggantikan Moss sebagai ketua Departemen Psikologi GWU selama 25 tahun. Ia pernah berkata, "Sepanjang hidup saya punya energi luar biasa, mungkin karena kondisi fisiologis saya, jadi saya bisa melakukan banyak hal tanpa cepat lelah."

Seratus tahun sejak eksperimen itu dilakukan, sains membuktikan bahwa tidur bukan tragic waste seperti yang dulu dikira Moss. Justru, tidur adalah investasi untuk kesehatan, umur panjang, dan kualitas hidup.

Kini, tak ada lagi yang berani meniru aksi tujuh mahasiswa GWU itu hanya demi membuktikan teori. Namun, berkat eksperimen tersebut dunia akhirnya tahu satu hal penting: tidur bukan kelemahan, melainkan kebutuhan manusia yang paling vital.




(cyu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads